Oleh : Defrizal Ahmad Nugraha
Pada tanggal 17 Agustus 2023 seluruh rakyat Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun. Momen ini merupakan hal yang membanggakan bagi bangsa Indonesia yang mana sudah 78 tahun Indonesia merdeka dan mengalami berbagai perkembangan hingga saat ini. Perkembangan-perkembangan tersebut terlihat dari berbagai faktor, seperti bahasa, sastra, budaya, dan lain-lain.
Dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia, tentunya kita perlu menilik bagaimana perkembangan dari bahasa Indonesia hingga 78 tahun Indonesia merdeka. Sebagai bangsa Indonesia, bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang harus dijunjung tinggi. Bahasa Indonesia telah menjadi identitas bangsa yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dari berbagai golongan, seperti suku, adat, ras, dan agama. Hal tersebut telah tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 pada butir ketiga, yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Nama bahasa Indonesia itu diawali pada tanggal 10 Januari 1926. Pada saat itu, M. Tabrani menulis di koran Hindia Baroe yang berjudul “kasihan”. Dalam tulisan tersebut, M. Tabrani menulis “atau dalam bahasa Indonesia” pada saat menerjemahkan sebuah syair berbahasa Belanda. Satu bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 1926, M. Tabrani menulis artikel pada koran Hindia Baroe dengan judul “Bahasa Indonesia”. Pada tulisan ini, ia mengimbau kapada seluruh rakyat Indonesia menerbitkan bahasa Indonesia tersebut. Ia juga mengatakan bahwa kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia dapat tercapai dengan persatuan seluruh rakyat Indonesia yang terikat oleh bahasa Indonesia.
Penamaan bahasa Indonesia berlanjut pada pertemuan ketiga Kongres Pemuda I tanggal 2 Mei 1926. Pada saat itu, Mohammad Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Usul tersebut diajukan dengan alasan bahasa Melayu mudah dipelajari dan dapat diadaptasi untuk digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun, usul tersebut ditentang oleh M. Tabrani selaku ketua kongres dan mengusulkan nama bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Hal tersebut dikarenakan perjuangan serta tumpah darah yang dilakukan atas nama bangsa Indonesia, sudah seharusnya bahasa persatuan yang digunakan adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu.
Selanjutnya, bahasa Indonesia resmi dikumandangkan pada peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Pada peristiwa tersebut, terdapat tiga butir dari sumpah pemuda, yaitu: (1) Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; (2) Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; (3) Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Berdasarkan teks Sumpah Pemuda tersebut, terdapat perbedaan antara butir ketiga dengan butir pertama dan kedua. Pada butir ketiga tertulis klausa menjunjung bahasa persatuan, tidak seperti butir pertama dan kedua yang menggunakan klausa mengaku (bertanah air/berbangsa) yang satu. Perbedaan tersebut mengandung arti bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan identitas bangsa.
Pada tanggal 25 hingga 28 Juni 1938, Kongres Bahasa Indonesia pertama kali diselenggarakan di Solo. Dalam kongres tersebut, para cendekiawan dan budayawan Indonesia berupaya untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan landasan pada saat itu bahasa Indonesia belum dikenal secara luas dan tidak adanya pedoman bagi pemakai bahasa.
Tepat satu hari kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi dikukuhkan sebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara digunakan dalam bahasa resmi negara, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan kepentingan pemerintah, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan di Medan pada tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1954. Kongres ini merupakan lanjutan dari KBI I dengan tujuan menyempurnakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan dan sebagai bahasa negara.
Selanjutnya, Kongres Bahasa Indonesia III dilaksanakan pada tanggal 28 oktober hingga 3 November 1978 di Jakarta. Hasil dari pembahasan kongres tersebut berupa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan dalam kebijaksanaan kebudayaan, agama, sosial, politik dan ketahanan nasional. Tidak hanya itu, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia juga dilakukan pada berbagai bidang, seperti pendidikan, komunikasi, kesenian, linguistik, hingga teknologi.
Lima tahun kemudian, Kongres Bahasa Indonesia IV resmi diselenggarakan kembali di Jakarta pada tanggal 21 hingga 26 November 1983. Pada kongres tersebut membahas tentang permasalahan kebahasaan dan kesusastraan dalam pembangunan nasional. Tidak hanya itu, bahasa Indonesia juga dikaitkan dengan komunikasi massa dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Setelah 60 tahun berlalu hari Sumpah Pemuda, maka dilaksanakannya Kongres Bahasa Indonesia V pada tanggal 28 Oktober hingga 3 November 1988 di Jakarta. Pada Kongres ini membahas tentang bahasa Indonesia dalam upaya pencerdasan bangsa. Hasil dari kongres tersebut bertujuan untuk mengembangkan bahasa Indonesia untuk membangun ketahanan nasional dan meningkatkan kesejahteraan yang adil dan mereta.
Kongres Bahasa Indonesia VI berlangsung di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres ini diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1993. Permasalahan yang diangkat dalam kongres ini ialah pembinaan bahasa Indonesia dalam bidang kebahasaan dan kesusastraan. Pada kongres ini juga diusulkan adanya Lembaga Bahasa Indonesia dan Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia berlanjut untuk yang ketujuh kalinya pada tanggal 26 hingga 30 Oktober 1998. Pembahasan dalam kongres ini meliputi pembentukan Badan Bahasa Indonesia. Di samping itu, Kongres Bahasa Indonesia yang ketujuh ini pun juga membahas tentang kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi, penerapan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi, serta pengembangan daya cipta dan apresiasi terhadap karya sastra.
Melihat telah bergulirnya gerakan reformasi pada tahun 1998, maka pada tanggal 14 hingga 17 Oktober 2003 diselenggarakan Konferensi Bahasa Indonesia VIII sebagai pemersatu berbagai kalangan dalam menciptakan satu kesatuan bangsa. Pada masa reformasi, pemerintah pusat berwenang dalam pengembangan bahasa Indonesia, sedangkan pemerintah daerah berwenang menangani masalah pada bahasa daerah. Pada kongres ini, pembahasan yang dilakukan mencakup pada masalah bahasa, sastra, dan media massa. Dalam bidang bahasa, bahasa Indonesia digunakan dalam menghadapi budaya global dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Selain itu, bahasa Indonesia juga digunakan sebagai peningkatan mutu pengajaran bahasa asing melalui program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Dalam bidang sastra, kongres ini membahas tentang peningkatan sastra Indonesia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menghadapi budaya global serta untuk membangun kehidupan masyarakat yang madani. Selain bahasa Indonesia, bahasa daerah juga memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan ketahanan budaya bangsa. Dari segi media massa, bahasa Indonesia juga berperan menyebarkan hasil pengembangan bahasa, dan penggunaan bahasa Indonesia pada dunia pendidikan.
Pada tahun 2008 disebut sebagai tahun bahasa dengan diadakannya kegiatan kebahasaan dan kesusastraan. Oleh sebab itu, Kongres Bahasa Indonesia akan kembali diadakan untuk yang kesembilan kalinya pada tanggal 28 Oktober hingga 1 November 2008 di Jakarta. Kongres ini membahas tentang pengajaran bahasa Indonesia bagi orang asing, pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, daerah, dan asing serta penggunaan bahasa Indonesia untuk media massa.
Selanjutnya, pada tanggal 28 hingga 31 Oktober 2013 diadakan Kongres Bahasa Indonesia X. Masalah yang dibahas pada kongres ini adalah fungsi bahasa Indonesia sebagai media pendidikan karakter dengan upaya meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merambah ke dunia pendidikan sebagai penguatan bahasa Indonesia di dunia internasional.
Pada tanggal 28 hingga 31 oktober 2018, Kongres Bahasa Indonesia XI resmi diselenggarakan di Jakarta. Pada kongres ini membahas tentang pendidikan bahasa Indonesia dalam bidang sosial, budaya, dan teknologi; pengutamaan bahasa Indonesia dalam ruang publik; serta pemetaan dan pengelolaan bahasa dan sastra daerah.
Tidak lama lagi, akan diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia XII di Jakarta. Kongres tersebut dilaksanakan pada tanggal 26 sampai dengan 29 Oktober 2023. Tema yang diangkat adalah “Literasi dalam Kebhinekaan untuk Kemajuan Indonesia”. Kongres ini bertujuan untuk melakukan upaya penguatan literasi baca tulis dan pembinaan akan kebhinekaan untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Pada kongres ini terbagi pula tiga buah subtema, yaitu revitalisasi bahasa dan sastra daerah, literasi bahasa dan sastra Indonesia, dan penginternasionalisasi bahasa Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia harus dapat kritis akan hasil dari keputusan pada kongres tersebut guna mengembangkan bahasa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Tibalah saat pada HUT RI yang ke 78 ini sebagai pengingat bagi kita akan pentingnya bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengembangan bahasa Indonesia harus terus dilakukan guna memperkukuh identitas bangsa. Sebagai bangsa Indonesia, tentunya kita harus sadar bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempersatukan kita dari Sabang sampai Merauke. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban bagi kita semua dalam memelihara dan mempertahankan bahasa Indonesia agar tidak punah dimakan zaman.
*Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas