Langgam.id - Dua ekor harimau Sumatra dilepasliarkan dari Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya (PR-HSD) milik Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (YAD) ke habitatnya. Pelepasan harimau ini bertepatan dengan Hari Harimau Internasional (International Tiger Day) yang jatuh pada tanggal 29 Juli.
Dari informasi, harimau Sumatra bernama Bonita dan Atan Bintang ini telah dirawat sekitar 2 tahun lamanya di PR-HSD. Pelepasan harimau ini disaksikan langsung pendiri PR-HSD, Hashim Djojohadikusumo, pihak Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wakil Gubernur Sumbar dan sejumlah stakeholder terkait.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengatakan, harimau di Sumbar tidak semata dikenal sebagai binatang buas. Sebagian masyarakat di perkampungan, memiliki pemaknaan khusus terhadap harimau dibanding hewan lain.
“Kalau orang Minang menyebut harimau itu 'Inyiak', ada juga yang mejuluki 'Inyiak Balang'. Secara tradisi, selain meyakini harimau memiliki perasaan, kepekaan yang baik serta mengerti salah dan benar, sudah turun temurun dan menyimpan arti sebagai hewan yang dihormati. Apalagi, harimau sesungguhnya juga sebagai penjaga kampung,” katanya saat mengikuti prosesi pelepasliaran di Dharmasraya, Senin (29/7/2019).
Menurutnya, harimau Sumatra bagi masyaraka Sumbar, khususnya budaya Minangkabau memiliki ikatan historis yang kuat. Sebutannya ‘Inyiak’ yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kakek. Bahkan, dalam pencak silat Minangkabau, ada jurus harimau yang terinspirasi dari gerakan harimau Sumatra.
Keberlangsungan hidup harimau Sumatra atau Panthera Tigris Sumatrae saat ini semakin terancam. Selain perburuan liar, konflik dengan manusia juga menjadi ancaman serius terhadap hewan yang digolongkan ke dalam kategori satwa kritis terancam punah (critically endangered) ini.
"Keberadaan harimau Sumatra terancam punah karena lingkungan banyak mengalami kerusakan. Ini tantangan kita bersama untuk menyelamatkan habitatnya,” kata Nasrul.
Dirjen KSDAE KLHK Wiratno mengatakan, sekitar 50 persen lebih populasi satwa dilindungi berada di luar kawasan konservasi, baik di hutan produksi maupun hutan lindung. “Kita berharap mulai saat ini, satwa liar dilindungi, termasuk harimau Sumatra yang berada di luar kawasan konservasi dapat terlindungi,” katanya.
Data PVA harimau Sumatra mengungkapkan, populasi di habitat alaminya hanya tersisa sekitar 603 ekor yang tersebar di 23 kantong habitat. “Saya mengajak semua pihak dapat bekerjasama dalam pelestarian satwa dilindungi ini,” bebernya.
Senada dengan itu, Penggagas dan pendiri PR-HSD Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pihaknya telah berkomitmen untuk terus membantu pemerintah melestarikan dan menambah jumlah populasi harimau Sumatra.
Sejak diresmikan Menteri LHK Siti Nurbaya pada 29 Juli 2017 lalu, PR-HSD telah melakukan rehabilitasi terhadap 6 individu harimau. Empat individu hrimau telah berhasil dilepasliarkan ke habitat alaminya.
“Saat ini, kami masih merawat satu harimau Sumatra yang baru saja diselamatkan dari Padang Lawas, Sumatera Utara yang diberi nama Palas. Harimau Sumatra merupakan simbol kelestarian ekosistem. Keberadaannya hanya dimungkinkan jika hutan dan lingkungan sebagai habitat masih terjaga,” kata adik Capres Prabowo Subianto itu.
Sementara itu, Kepala BKSDA Sumbar Erly Sukrismanto mengatakan, upaya
konservasi memerlukan peran banyak pihak. BKSDA Sumbar akan terus bekerjasama dengan UPT KLHK lainnya dan mitra dalam menyelamatkan satwa liar dilindungi khususnya harimau Sumatra ini.
"Pelepasliaran harimau Sumatra kali ini merupakan yang ketiga kali,” katanya.
Pelepasliaran ini dilengkapi dengan pemasangan GPS Collar yang disumbangan Yayasan ARSARI Djojohadikusumo. GPS itu berfungsi untuk memantau Bonita dan Atan Bintang. Sehingga pergerakan satwa tersebut bisa terpantau dengan baik. (Rahmadi/RC)