Perkembangan penyebaran virus corona (covid-19) semakin meluas. Dampaknya, hampir semua lini kehidupan sehari-hari dibatasi. Bagaimana tidak, masyarakat yang selama ini beraktivitas di luar rumah, sekarang dipaksa untuk bekerja di rumah saja atau WFH (work from home).
Tidak dapat dipungkiri, virus ini membuat masyarakat memutar otak untuk tetap produktif ketika bekerja di rumah saja. Sebab, tidak semua mata pencaharian masyarakat bisa dialihkan ke rumah seperti kondisi hari ini, terutama bagi masyarakat Sumatera Barat, yang notabene warganya menggantungkan hidup lewat usaha jual beli atau aktivitas di pasar-pasar.
Sejak diberlakukannya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di berbagai daerah seluruh Indonesia, termasuk di Sumatera Barat, masyarakat harus siap menerima kenyataan banyak hal. Mulai dari larangan berkumpul ramai, kewajiban memakai masker Ketika keluar rumah, penutupan sejumlah tempat berbelanja tertentu hingga social distancing.
Bahkan, aktivitas ritual ibadah yang mengundang banyak massa dialihkan ke rumah masing-masing. Seperti ibadah salat jumat, salat berjamaah, hingga kegiatan pengajian. Tidak sedikit masyarakat yang harus kehilangan pemasukan akibat wabah covid-19. Lantas, bagaimana negara hadir untuk menjamin hak masyarakatnya agar tetap terpenuhi ketika dilanda stuasi pelik hari ini.
Bagi sebagian orang yang memiliki pekerjaan tetap, seperti ASN (aparatur sipil negara), stuasi pandemi seperti ini sepertinya tidak membawa pengaruh yang signifikan terhadap pemasukan mereka. Meski bekerja di rumah, penghasilan atau gaji mereka tetap dijamin negara. Namun, bagaimana dengan nasib mereka yang menggantungkan hidup berjualan dan berdagang di pasar.
Situasi ini menjadi dilema besar bagi mereka karena ada aturan PSBB yang harus mereka patuhi. Di satu sisi, mereka harus patuh kepada negara, namun di sisi lain aturan tersebut membuat mereka tidak bisa mendapatkan menafkahi keluarga.
Mekanisme PSBB harusnya diperjelas lagi. Terutama bagi mereka yang menggantungkan hidup berdagang di pasar-pasar, sehingga penataan implementasi PSBB ini tidak membawa masalah baru bagi pemerintah. Jika tidak maka secara bersamaan PSBB akan membawa dampak yang sangat serius bagi pemerintah dan masyarakat, apalagi jelang hari raya Idul fitri, peraturan PSBB akan dikhawatirkan akan dilanggar banyak orang. Dengan begitu, PSBB tidak lagi menjadi upaya penanggulangan pendemi virus corona.
Salah satu esensi terpenting dari PSBB adalah pelibatan masyarakat dalam menentukan setiap kebijakan atau aturan yang menyangkut hidup masyarakat luas. Dalam pembuatan aturan PSBB pemerintah harus memberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat terlibat dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Artinya, kepatuhan masyarakat kepada aturan PSBB harus diimbangi dengan perhatian pemerintah kepada masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga pandemi covid-19 berakhir.
Jika negara hadir seperti itu, kita tidak akan lagi melihat pasar-pasar ramai, kerumunan massa dan sebagainya. PSBB harusnya dilakukan maksimal karena itu jalan memutus rantai penyebaran virus corona. Kita rindu hidup normal kembali dan bebas dari covid-19 yang mematikan nyaris semua langkah.
Namun perlu diingat, selama hak masyarakat tidak bisa dijamin oleh pemerintah, maka selama itu pula PSBB tidak akan berjalan dengan baik. Sebaliknya malah membuat masyarakat dilema. (**)
(Penulis merupakan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas)