LANGGAM.ID – Depati Project menggelar diseminasi hasil liputan kolaborasi tentang upaya deforestasi di Sipora Kepulauan Mentawai di enam kota. Saat ini 20 ribu hektar lebih hutan di Sipora telah ditetapkan sebagai kawasan konsesi PT Sumber Permata Sipora (SPS) melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan atau PBPH.
Enam media massa, yakni Tempo, KBR Media, law-justice.co, langgam.id, ekuatorial.com dan mentawaikita.com. Liputan ini mengungkap rencana deforestasi terencana di Pulau Sipora ini dari beragam sudut pandang. Mulai dari hak asasi manusia, kebencanaan, pesisir, dampak kepada pariwisata, masyarakat adat, sampai dugaan patgulipat perizinannya. Liputan ini sudah tayang sejak awal September ini.
Program Manager Depati Project, Miftah Faridl mengatakan, deforestasi di Pulau Sipora tersebut merupakan aksi penjarahan ruang hidup masyarakat adat yang sedang direncanakan pengusaha yang berkolaborasi dengan pemerintah. PBPH yang mencakup sepertiga luas pulau ini, bakal ludes dibabat atas nama investasi.
"Perusahaan tersebut memiliki kendali penuh. Ada delapan desa yang berada di wilayah konsesi. Hutan selama ini menjadi sumber pangan, ekonomi dan mata air untuk aktivitas sehari-hari warga desa, serta nadi kebudayaan masyarakat adat Mentawai," ujar Faridl.
Sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada publik, Depati Project menggelar diseminasi terkait hasil liputan kolaborasi tersebut di 6 kota di Indonesia. Pertama, Ambon pada 23 September 2025, Lalu Lampung pada 25 September, Padang 26 September, Gorontalo 27 September dan Kendari 28 September. Diseminasi puncaknya digelar di Jakarta pada 30 September 2025. Diseminasi ini penting untuk menguji liputan, baik dari sisi isu yang diambil, metodologi, akurasi data dan fakta, serta mendorong strategi advokasi selanjutnya.
“Dengan diseminasi di enam kota di Indonesia ini, tujuan kami adalah membawa apa yang sebenarnya terjadi di di Pulau Sipora kepada kawan-kawan di sana. Agar apa yang terjadi bisa beresonansi dan menumbuhkan solidaritas. Kedua, tentu mengangkat problem lingkungan yang dihadapi kawan-kawan di sana. Sederhananya, ini menjadi wadah rekonsolidasi untuk advokasi yang lebih besar,” ujar Program Manager Depati Project, Miftah Faridl.
Faridl melanjutkan, lima kota yang menjadi tuan rumah diseminasi memiliki kedekatan dengan Pulau Sipora. Pasalnya, ekosistem di enam kawasan tersebut terancam. Mereka menghadapi kerusakan pulau kecil akibat industri ekstraksi dan rusaknya hutan akibat deforestasi. “Jadi penting untuk merajut solidaritas ini. Kita tidak bisa disekat-sekat urusan ‘kamu KTP mana?’ seperti yang biasa pemerintah ucap ketika kita melakukan advokasi,” lanjutnya.
Diseminasi di berbagai kota ini akan dihadiri sejumlah narasumber. Baik dari kalangan masyarakat, aktivis, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemerintah. Pelibatan berbagai pihak ini untuk mendorong kesadaran Bersama terhadap perusakan lingkungan yang disebabkan ketamakan yang ditopang regulasi pemerintah. Praktik keserakahan berbalut investasi ini berdampak buruk pada kehidupan masyarakat. (fx)