Relokasi sering kali dipandang sebagai akhir dari stabilitas sosial ekonomi masyarakat. Namun, di Nagari Tanjung Balik dan Tanjung Pauh, Kabupaten Lima Puluh Kota, relokasi justru menjadi titik awal bagi lahirnya kemandirian ekonomi baru. Kuncinya ada pada satu lembaga lokal: Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag).
BUMNag bukan sekadar badan usaha milik desa, tetapi juga motor penggerak partisipasi dan kemandirian warga. Lembaga ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengelola potensi lokal—mulai dari usaha pengolahan hasil pertanian dan perikanan, hingga simpan pinjam dan perdagangan lokal. Dengan manajemen yang partisipatif, keuntungan ekonomi BUMNag tidak hanya dinikmati segelintir orang, tetapi dirasakan secara merata oleh warga nagari.
Penelitian terhadap dua nagari yang direlokasi akibat proyek infrastruktur besar menunjukkan hasil yang menarik. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan BUMNag dipengaruhi bukan hanya oleh faktor ekonomi seperti pendapatan atau aset usaha, tetapi juga oleh faktor social terutama kepercayaan (trust) dan semangat gotong royong.
Warga yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dan akses modal yang lebih baik cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan BUMNag. Namun, penelitian juga menemukan bahwa rasa saling percaya antarwarga dan kepercayaan terhadap pengelola BUMNag menjadi penentu utama keberhasilan lembaga ini. “Semangat kebersamaan menjadi pondasi yang membuat ekonomi nagari tetap hidup,” ungkap salah satu pengelola BUMNag Tanjung Balik.
BUMNag Tanjung Balik misalnya, mengembangkan usaha pengolahan ikan salai (ikan asap) yang kini menjadi produk unggulan daerah. Sementara BUMNag Tanjung Pauh mengembangkan sektor perikanan air tawar dan perdagangan hasil tani. Kedua nagari ini membuktikan bahwa ekonomi lokal dapat tumbuh dari bawah ketika masyarakat diberi ruang untuk berinisiatif dan berinovasi
Namun, perjalanan menuju kemandirian tidak mudah. Tantangan seperti keterbatasan akses pasar, minimnya modal, dan rendahnya literasi kewirausahaan masih menjadi hambatan utama. Banyak pelaku usaha kecil yang kesulitan memperluas jangkauan pasarnya karena akses transportasi yang terbatas atau biaya logistik yang tinggi.
Dalam konteks ini, BUMNag dapat berperan sebagai jembatan ekonomi lokal, menghubungkan potensi masyarakat dengan pasar yang lebih luas. Melalui kemitraan dengan koperasi, lembaga keuangan mikro, dan sektor swasta, BUMNag bisa menjadi penghubung yang memperkuat rantai nilai ekonomi desa.
Temuan penelitian ini menegaskan bahwa pembangunan ekonomi pedesaan tidak cukup hanya dengan modal finansial. Diperlukan modal sosial yang kuat berupa kepercayaan, kolaborasi, dan kepemimpinan yang transparan.
Kemandirian ekonomi tidak datang dari bantuan luar semata, melainkan dari kemampuan masyarakat mengelola sumber daya sendiri dengan semangat kebersamaan.
Ke depan, penguatan BUMNag perlu diarahkan pada tiga strategi utama yaitu pertama, peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan kewirausahaan dan literasi keuangan, kedua penguatan tata kelola dan transparansi untuk menjaga kepercayaan public dan ketiga perluasan akses pasar dan kemitraan produktif agar produk lokal memiliki daya saing.
Jika ketiga hal ini dijalankan secara konsisten, maka BUMNag dapat menjadi tulang punggung ekonomi lokal yang berkelanjutan. Dari sinilah, relokasi bukan lagi dianggap sebagai akhir dari sebuah kehidupan lama, tetapi sebagai awal dari kemandirian baru yang tumbuh dari bawah, oleh masyarakat sendiri.
*Penulis: Fery Andrianus dan Tim (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas)



