Langgam.id - Lima orang wisatawan meninggal dunia saat swafoto di dermaga objek wisata Danau Kandi, Kota Sawahlunto, Sumatra Barat (Sumbar). Kawasan ini diketahui dulunya merupakan bekas tambang.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar mencatat genangan di kawasan Kandi seluas 13.95 hektar. Harusnya, lokasi tersebut direklamasi dan dilakukan kegiatan pasca tambang.
Menurut Kepala Departemen Kajian Advokasi Walhi Sumbar, Tommy Adam, reklamasi dan kegiatan pasca tambang ini dilakukan untuk mengembalikan pemulihan lingkungan dan kondisi ekosistem. Buka membiarkan bekas lubang galian tambang yang kemudian digenangi air.
"Kemudian menjadikannya tempat wisata adalah proses pelanggaran hukum dan pembodohan publik baik oleh perusahaan maupun pemerintah. Nyatanya air genangan bekas tambang tersebut adalah mengandung racun zat yang berbahaya bagi makhluk hidup," katanya dalam keterangan tertulis diterima langgam.id, Kamis (27/5/2021).
Mirisnya, kata Tommy, genangan bekas lubang tambang ini bukan hanya satu-satunya di Kota Sawahlunto. Ada beberapa genangan lain yang dibiarkan perusahaan dan pemerintah.
"Dalam hal ini, patut dipertanyakan tugas pokok dan fungsi pemerintah pusat yang tidak melakukan kewenangan dalam hal melakukan pengawasan dalam reklamasi," tegasnya.
"Perusahaan yang terbukti mengabaikan kewajibannya untuk reklamasi dan pasca tambang. Gubernur dan pemerintah kota juga tidak melakukan upaya reklamasi dari jaminan dana reklamasi yang telah disetorkan oleh perusahaan," sambung Tommy.
Ia mempertanyakan aspek hukum pidana apa saja yang telah dilakukan oleh penegak hukum. Selama ini melihat pelanggaran hukum yang telah dilakukan.
"Kami menilai penegak hukum telah abai dalam melaksanakan kewenangannya," jelasnya.
Dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara pada pasal 161B setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi atau pasca tambang.
Selanjutnya, penempatan dana jaminan reklamasi atau dana jaminan pasca tambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Tommy mengungkapkan pemerintah provinsi dan kota seharusnya mengantisipasi kejadian hilangnya nyawa manusia pada lokasi bekas pertambangan. Dan juga juga harus menjalankan reklamasi dan pasca tambang dilakukan sebagaimana mestinya dengan mempertimbangkan keselamatan manusia dan lingkungan.
"Selain itu pemerintah harus memberikan sanksi terhadap perusahaan yang abai melakukan reklamasi. Adanya pembiaran terhadap perusahaan yang melanggar mengindikasikan adanya dugaan korupsi terhadap dana jaminan reklamasi maupun pemberian izin tambang. Sepatutnya kejadian ini tidak terulang kembali di kemudian hari," tuturnya.
Sebelumnya, peristiwa ambruknya dermaga terjadi pada Rabu (26/5/2021) sekitar pukul 18.00 WIB. Total korban sebanyak delapan orang, lima orang di antaranya tenggelam hingga ditemukan meninggal.
Identitas para korban ditemukan meninggal tenggelam di antaranya bernama Widya Wulandari (28 tahun), Luffy Septiano (21 tahun), Elia Nelsa Prisanti (17 tahun) Siska Rahayu (26 tahun), Elvi Yendri Tampunik, (48 tahun)
Sedangkan identitas korban selamat adalah Uci (40 tahun), Nayla (16 tahun) dan Naomi, 4 tahun. Keseluruhan korban merupakan sekeluarga yang diketahui swafoto di dermaga. (Irwanda/ABW)