Langgam.id - Pengamat dan Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi mencatat kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan dalam debat pertama calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat (Sumbar). Dalam debat pada Senin (24/11/2020) malam yang disiarkan TVRI Sumbar, empat pasangan menyampaikan ide seputar ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
Menurutnya, pasangan calon nomor urut 1 Mulyadi-Ali Mukhni lebih banyak menggunakan kaca mata pemerintah pusat dalam melihat permasalahan Sumbar. "Kemudian perspektifnya banyak menginstruksikan saja saya lihat, lebih pada konsep saja dan cendrung normatif, sehingga apa yang ada dalam realitanya tidak seperti yang ada dalam konsep itu," katanya, Selasa (24/11/2020).
.
Baca Juga: Mulyadi-Ali Mukhni Janji Perbaiki Kualitas UMKM, Genius Mendebat
Asrinaldi mengatakan, hal ini dipengaruhi dari latar belakang cagub yang belum pernah menjadi penyelenggara pemerintah daerah di Sumbar. Berbeda dari calon yang lain yang sudah lebih berpengalaman di daerah.
"Dalam pemerintahan memang butuh konsep dalam pembangunan. Kelebihan paslon ini bisa membuat konsep, tapi tentu konsep yang bagaimana paling tepat dengan Sumbar," katanya.
Kemudian paslon nomor urut 2 Nasrul Abit-Indra Catri menurutnya, meski lebih realistis karena punya pengalaman empirik memimpin daerah, namun konsepnya kurang. Menurutnya, pasangan ini coba berpikir menyelesaikan masalah masyarakat secara praktis tanpa berteori-teori.
.
Baca Juga: Nasrul Abit-Indra Catri Janjikan Flyover Padang-Solok, Didebat Soal Pertanian
"Mereka berpikir bagaimana menyelesaikan masalah masyarakat secara praktis, tanpa berkonsep-konsep, tidak berteori-teori, apa yang ada saja,"katanya.
Menurutnya, pasangan ini berpikir bagaimana mendapat gambaran taktis untuk bekerja, ini juga karena pengalaman sebagai kepala daerah. Hal ini membuat konsep kurang bagi mereka digunakan. Mereka lebih membutuhkan improvisasi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.
Pasangan nomor urut 3 Fakhrizal-Genius Umar menurutnya menggunakan kaca mata kota yang dibawakan ke provinsi. Seolah-olah, menurut Asrinaldi, dengan memotret Kota Pariaman lalu bisa dibawakan ke tingkat Sumbar, padahal tidak bisa seperti itu.
.
Baca Juga: Fakhrizal-Genius Bicara Digitalisasi Ekonomi Kreatif, Cawagub Berdebat dengan Mulyadi
"Sumbar itu punya kewenangan terbatas, provinsi punya otonomi terbatas. Tidak seperti kabupaten kota yang punya otonomi yang luas. Tentu tidak mungkin dipotretkan Pariaman kemudian menjadi yang terbaik dipraktekkan ke provinsi," ujarnya.
Paslon ini terlihat lebih bertumpu kepada wakilnya saja Genius Umar. Kelebihan Genius ini memiliki intelektual, ia harus bisa berpikir lebih bagaimana mengembangkan konsep untuk pembangunan Sumbar.
Pasangan nomor urut 4 Mahyeldi-Audy Joinaldy menurutnya tidak terlalu menonjol. Calon seperti kehilangan orientasi dan tidak jelas apa yang mau disampaikan. Cendrung menggambarkan apa yang ada saja.
.
Baca Juga: Mahyeldi-Audy Ingin Cetak 100 Ribu Enterpreneur, Indra Catri: Itu Ambisius dan Seksi
"Cendrung normatif, berbicara tentang hal yang ideal tapi faktanya tidak seperti itu, realitanya di lapangan banyak persoalan, ada dibantu wakilnya, tapi sama saja, konsep itu tidak sama dengan apa yang ada dalam realita," katanya.
Paslon ini lebih bertumpu kepada Audy, ia lebih memiliki semangat yang tinggi bahwa Sumbar ke depan akan maju di tangan anak muda.
Menurutnya debat ini tidak terlalu terpengaruh ke masyarakat. Sebab masyarakat sudah punya pilihan masing-masing. Tampak dari komentar di youtube masing-masing menjagokan calon pilihannya. Kalau pun ada swing voter, mereka belum bisa memutuskan dari hasil debat sebab hampir sama saja isinya.
"Dari debat itu belum banyak yang bisa diambil, semua hampir sama saja gagasannya tentu dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, adapun swing voter tapi tidak terlalu banyak," katanya.
Menurutnya pada debat kedua nanti, kalau bisa moderator juga harus paham Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Sebab kemaren seolah sama saja kewenangan pemerintah provinsi dengan kabupaten kota. Padahal berbeda.
"Pada debat yang ke dua paling penting menggali gagasan, moderator juga harus paham untuk bisa menggali itu," ujarnya.
Pemerintah provinsi kewenangannya memberikan norma, pedoman, kriteria, pembinaan, pengawasan, dan tidak ada eksekusi langsung. Mungkin yang eksekusi langsung adalah pengelolaan SMA dan kewenangan kemaritiman yang juga tidak berhubungan langsung dengan masyarakat.
"Itu kurang digali oleh para calon, bahwa ada keterbatasan kewenangan yang harus dipahami, bagaimana cara berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten kota harus disebut itu, kalau kabupaten kota tidak mau ya tidak bisa apa-apa provinsi," katanya.
Menurutnya hal ini luput dari para calon bahwa mereka memiliki kewenangan sangat terbatas. Mereka tidak bisa eksekusi langsung. Para calon ini seharusnya menguasai UU nomor 23 Tahun 2014 tersebut, agar mereka tahu gagasan apa yang hendak dikembangkan.
"Moderator juga harus bisa menggali itu, kemudian antar calon harus debat soal konsep program mereka, jangan formal saja," tuturnya.
Kemudian para calon harus komitmen kepada masyarakat yang bisa direkam oleh sejarah. Kalau mereka terpilih seperti apa yang akan dilakukan. Jadi kalau ada perkataan dan janji yang telah direkam, nanti dapat dilihat lagi oleh masyarakat bahwa ini janjinya. (Rahmadi/SS)