Langgam.id - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan calon gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mulyadi sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana Pemilu. Pasangan Ali Mukhni ini disinyalir melakukan kampanye di luar jadwal yaitu tampil di program acara tvOne.
Mulyadi mengaku tidak ambil pusing dengan penetapan tersangka terhadap dirinya. Ketua Demokrat Sumbar ini memilih untuk fokus dengan perhelatan Pilkada serentak 2020 yang hanya menunggu hari lagi.
"Kita lagi konsen sama Pilkada, jadi jangan bicara yang lain-lain. Baru-baru ini saya dengar ada informasi Mulyadi tersangka, dibuat seakan-akan ini sebuah kejahatan," katanya diwawancarai wartawan usai penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara di KPU Sumbar, Senin (7/12/2020).
Mulyadi menilai kasus yang menjeratnya hanya berupa pelanggaran ringan, meskipun yakin tidak melakukan itu. Ia pun mengibaratkan kasusnya seperti pengendara tidak memakai helm.
"Ini kan mirip-mirip orang tidak pakai helm, itu pelanggaran namanya. Kejahatan sama pelanggaran dua hal yang berbeda. Orang pakai sepeda motor tidak pakai helm didenda Rp250 ribu ancaman satu bulan penjara. Rata-rata kan denda. Ini kan juga (kasus saya) pelanggaran ringan, denda Rp500 ribu sampai ancaman 15 hari (penjara), kalau tidak salah. Itu kalau kita terbukti melakukan pelanggaran," bebernya.
Menurutnya pelanggaran tindak pidana Pemilu terdapat dua unsur di dalam undangan-undangan. Pertama dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal yang ditentukan KPU.
"(Tapi) saya diundang tvOne, kalau kita diundang, dengan sengaja enggak kira-kira? Kalau dengan sengaja itu pasti dipersiapakan. Coffe break itu adalah acara rutin. Saya dengar yang melaporkan juga tuntutannya supaya juga diundang, saya dengar juga sudah diundangkan semuanya," ujarnya.
"Kenapa saya diundang, waktu itu saya bisa tanggal itu, kebetulan di Jakarta. Setelah tanggal ini saya tidak bisa ke Jakarta lagi diundang," sambung Mulyadi.
Selanjutnya, kata dia, definisi kampanye adalah menyampaikan visi misi dan program. Mulyadi menegaskan bahwa tampil di televisi tersebut tidak sama sekali melakukan penyampaian visi misi dan program tersebut.
"Apakah saya menyampaikan visi misi dan program? Pertanyaannya? Dari ratusan, visi misi program itu lengkap, itu kata ratusan. Substansinya, visi saya ada tujuh subtansi. Program saya banyak lagi, lebih banyak lagi," jelasnya.
"Apakah kalau kita wawancara dalam produk jurnalistik kita misalnya ada satu dua kata tiga kata terucap, kan kita tidak bisa membatasi mulut kita untuk membatasi tidak boleh mengatakan kata-kata ini. Ini namanya kampanye? boleh ditanyakan kepada ahli bahasa, apakah itu kampanye? Kampanye itu ada proses menyakinkan," tambahnya.
Mulyadi menyebutkan dirinya telah pernah dipanggil namun belum selesai diperiksa sebagai saksi. Terkait pemeriksaan dirinya sebagai tersangka, ia pun belum mengetahui.
"Saya belum pernah diperiksa, (diperiksa) sebagai saksi saya belum selesai. Sudah, belum selesai karena kita akan lanjut. Saksi-saksi belum diperiksa. Jadi saya rasa jangan masuk subtansi itu. Saya belum tahu persis (diperiksa tersangka) masih simpang-siur. Masak saya kata belum tahu, tersangka ini apa ini," tuturnya.
Mulyadi mengungkapkan persoalan yang dialaminya merupakan pengiringan opini. Ia kembali menegaskan bahwa tidak melakukan pelanggaran. "Saya rasa masyarakat, atau orang politik sudah tahu. Ini pengiringan opini sebetulnya. Teman-teman wartawan ngerti lah ini," kata dia. (Irwanda)