(chapter 2 dari buku “The Interpersonal Communication”)
Budaya memiliki peran penting dalam aspek kehidupan manusia,budaya juga merupakan bentuk komunikasi yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga menciptakan kebiasaan seseorang maupun kelompok. Dalam konteks budaya, komunikasi antarpribadi tidak pernah terpisahkan dari budaya dan dapat tercermin bagaimana sifat,tingkah laku, gaya hidup seseorang. Seperti yang kita tahu bahwasanya beragam jenis budaya yang ada di Indonesia, setiap budaya memiliki ciri khas, seperti aturan, norma dan nilai. Hal tersebut menjadi cetakan untuk membentuk karakter seseorang dalam suatu budaya. Salah satunya yaitu budaya Minangkabau, yang tidak hanya kaya akan tradisi, tapi juga menawarkan pola komunikasi yang unik yang dipengaruhi oleh nilai-nilai adat dan ajaran agama.
Budaya Minangkabau terkenal akan pepatah dan petitih yang filosofis, salah satunya pepatah yang berbunyi “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah,” yang berarti bahwa adat bersandar pada syariat islam, syariat islam bersandar pada Kitabullah (Al-Quran). Nilai ini menjadi dasar Bagaimana tingkah laku ataupun gaya hidup orang minang terutama dalam berkomunikasi antarpribadi. Nilai ini menuntut masyarakatnya untuk bertutur kata yang baik,sopan santun, dan kehati-hatian dalam berbicara. Budaya minang menekankan pentingnya menjaga martabat dan harga diri, sehingga Masyarakat Minangkabau tersebut cenderung berhati-hati dalam menyampaikan ide ataupun pendapatnya baik secara formal maupun non-formal.
Sebagai contoh, dalam budaya Minangkabau kita mengenal adanya “kato nan ampek,” yang berarti empat kata. Kato nan ampek ini berisikan bentuk-bentuk cara berkomunikasi masyarakat Minangkabau kepada individu lain dari berbagai umur. Didalam kato nan ampek ini terdapat beberapa bagian, (1) Kato mandaki, digunakan untuk orang yang lebih dihormati ataupun orang yang lebih tua seperti ayah,ibu,kakek dan nenek. Merupakan cara bersikap kepada orang yang lebih tua sehingga kita harus sopan, lemah lembut dalam bertutur kata. (2) Kato manurun, kebalikan dari kato mandaki. Cara berkomunikasi yang satu ini dituju kepada seseorang yang lebih muda, seperti seorang kakak berbicara kepada adik. Kato manurun diterapkan dengan tutur kata lemah lembut dan kasih sayang agar lawan bicara yang lebih muda merasa nyaman saat berkomunikasi dengan yang lebih tua. (3) Kato mandata, merupakan bagaimana cara bertutur kata dengan teman sebaya yang berusia sama, bisa dibilang kato mandata merupakan kata-kata yang biasa diucapkan dengan teman-teman dalam kehidupan sehari-hari, dalam komunikasi kato mandata akan menciptakan komunikasi yang penuh rasa persahabatan saling mendukung tergantung situasi, penggunaan kato mandata ini diharapkan agar semakin terjalinnya keeratan hubungan antara seseorang dengan teman-temannya. (4) Kato malereang, ini merupakan cara berkomunikasi khusus yang digunakan seseorang kepada sosok yang cukup dihargai, seperti tokoh agama,tokoh adat dan sejenisnya, kato malereang ini juga diperuntukkan kepada orang yang lebih tua namun tidak memiliki hubungan darah seperti ipar,mertua dan menantu. Penyampaian komunikasi biasanya tidak disampaikan secara langsung melainkan secara filosofis seperti menggunakan petatah petitih,perumpamaan dan juga sindiran, hal ini bertujuan agar lawan bicara tidak mudah tersinggung dengan hal yang diucapkan.
Menurut buku “The Interpersonal Communication Book,” pesan dapat tersampaikan tidak hanya melalui kata-kata secara langsung, melainkan pesan juga dapat tersampaikan secara tidak langsung,dengn kata lain tersirat. ,seperti Bahasa tubuh,sikap dan konteks sosial. Menurut saya ini sangat erat kaitannya dengan budaya minang dimana kita menyampaikan pesan tidak harus diungkapkan melalui kata-kata namun juga dapat melalui Bahasa tubuh kita, baik berupa tatapan mata, gerak-gerik tangan dan kaki.
Salah satu ciri khas lain dari budaya Minangkabau itu adalah dalam proses mengambil keputusan. Musyawarah atau rundiang adalah proses komunikasi kelompok yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama. Dalam budaya minang, masalah yang berkaitan dengan masalah keluarga atau Masyarakat jarang diambil secara individu. Bisanya dalam proses musyawarah, suara niniak mamak dalam mengambil keputusan sangat menentukah langkah kita selanjutnya. Tetapi Teman-teman jangan khawatir, pada budaya Minang ini tidak melarang kalian untuk menyampaikan pendapat, diskusi dan pertimbangan kolektif sangat dihargai. Setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya, dan Keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama.
Dari contoh pengambilan keputusan tadi, dapat dikatakan bahwa kesejahteraan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan individu, namun suara individu dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam musyawarah. Hal ini mengajarkan masyarakat Minang untuk menghargai pendapat orang lain, mendengarkan secara aktif, berpikiran terbuka, dan berbicara penuh pertimbangan agar tidak menyinggung orang lain. Komunikasi ini memperlihatkan pentingnya kesadaran budaya dalam komunikasi antarpribadi.
Pada budaya Minangkabau, garis keturunan diambil dari pihak ibu dengan kata lain matrilineal. Ini memberikan posisi penting bagi perempuan minang dalam mengambil keputusan. Dalam konteks komunikasi pribadi berarti Perempuan memiliki pengaruh besar dalam membentuk dinamika keluarga dan interaksi sosial.
Meskipun perempuan dalam keluarga minang memiliki peran penting dalam bermasyarakat, nyatanya komunikasi dalam mengambil keputusan tetap didominasi oleh laki-laki. Laki-laki sering kali menempati posisi menjadi pemimpin dan juru bicara dalam budaya minang. Di satu sisi perempuan memegang kendali dalam urusan rumah tangga, tetapi pada sisi lain, laki-laki mengambil peran dominan dalam konteks publik dan adat.
Dapat dilihat masyarakat minang memiliki jarak kekuasaan yang cukup signifikan, Dimana peran-peran tertentu dalam komunikasi musyawarah ditentukan oleh struktur yang ada. Namun teman-teman tidak perlu sedih, dalam komunikasi antarpribadi perempuan dan laki-laki dapat saling berdiskusi dan beragumen dalam mengambil keputusan.
Sama halnya dengan budaya lainnya, budaya Minangkabau memiliki tantangan tersendiri terutama pada era modern. Globalisasi, perkembangan teknologi informasi dan komunukasi membawa perubahan yang pesat baik gaya hidup, karakterter dan tingkah laku. Seperti saat sekarang ini, misalnya, anak muda Minang kini lebih terbuka terhadap pengaruh budaya luar terutama dari sosial media, yang dapat bertentangan dengan adat Minangkabau itu sendiri.
Media sosial bukan menjadi satu-satunya faktor yang menimbulkan tantangan dalam budaya Minangkabau. Marantau, merupakan tradisi Minangkabau sekaligus dapat menjadi tantangan baru. Marantau ini mendorang masyrakat minang, kususnya laki-laki untuk meninggalkan dan mencari penghidupan di luar daerah. Ada pepatah minang yang berbunyi “dima bumi dipijak, di situ langik dijunjuang.” Pepatah ini mengajarkan pentingnya menyesuaikan diri dengan norma dan adat istiadat ditempat kita berada, tetap menghormati dan memegang teguh nilai-nilai dimana tempat kita berasal, misal saat marantau ke luar daerah, kita harus mengikuti norma dan adat istiadat ditempat kita merantau tersebut. Bagi Sebagian orang terutama kalangan muda kurangnya batasan diri untuk menerima budaya lain sehingga dapat terjadi konflik antara generasi muda dengan generasi yang sebelumnya, contoh, ada seorang anak yang berasal dari Padang marantau ke Jakarta, disana banyak perbedaan seperti dalam berpakaian dan juga dalam berkomunukasi sehari-hari lebih gaul, menurut saya tidak ada masalah dengan hal tersebut, tapi kita harus ingat lagi pepatah “ dima bumi dipijak, disitu langik di junjuang,” boleh bertutur kata gaul tapi kita harus lihat siapa lawan bicara, jangan sampai bertutur kata yang gaul dan terkesan tidak sopan kepada orang yang lebih tua terutama saat pulang kampung ke daerah asal. Diperlukan keimanan bagi seseorang saat marantau agar tetap berada pada jalan yang lurus sesuai dengan adat Minangkabau dan agama islam.
Pada akhirnya tantangan ini mencerminkan konsep komunikasi antar pribadi yang dijelaskan dalam The interpersonal Communication Book: bahwa meskipun komunikasi sangat dipengaruhi oleh budaya,keterampilan adaptasi adalah kunci untuk membangun hubungan yang efektif di tengah keberagaman budaya.
Ingat dua pepatah minang yang berbunyi “dima bumi dipijak, disitu langik dijunjuang” dan pepatah “adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah,” hendaknya tidak hanya menjadi kata-kata filosofis, tetapi hadir dalam karakter diri dan menjadi landasan dalam setiap tingkah laku dimanapun kita berada.
*Penulis: Mifthahul Rizka (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)