Langgam.id - Jamaah Naqsabandiah di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) melaksanakan salat tarawih, Jumat malam (3/5/2019). Pengikut tarekat ini mulai berpuasa Ramadan 1440 hijriah pada Sabtu (4/5/2019).
Seperti biasa, jamaah Naqsabandiyah selalu berpuasa dan lebaran lebih awal dari pemerintah maupun dari penetapan Ramadan yang dilakukan sejumlah ormas Islam di Indonesia.
Dari informasi yang diterima langgam.id, penentuan awal masuknya bulan ramadan Naqsabandiyah menggunakan metode hisab munjid. Dengan kata lain, tidak menggunakan motode rukyat alias melihat bulan dengan cara meneropong seperti yang dilakukan pemerintah dalam menentukan masuknya 1 ramadan.
Metode hisab munjid ini berlandaskan kitab munjid yang telah dipercayai sejak turun-temurun oleh jamaah Naqsabandiyah.
Pimpinan Tarekat Naqsabandiyah Padang Buya Syafri Malin Mudo mengatakan, penghitungan setiap bulan hijriah ada 29 hari dan 30 hari. Setiap tahun, jumlah itu selalu berselang-seling. Menurut penghitungan Naqsabandiyah, ramadan 1440 hijriah penuh 30 hari.
Dalam menentukan awal ramadan, lanjut Buya Syafri Malin Mudo, Naqsabandiyah juga memiliki tim sendiri yang telah berunding sejak bulan Rajab.
"Ada jamaah kami di Yogyakarta, kami tanya bagaimana keadaan bulan di sana. Ada juga di sini (Padang) dan di Dharmasraya, kami tanyakan juga keadaan bulan. Setelah itu kami rundingkan," kata Buya Syafri, Jumat (3/5/2019).
Metode penentuan awal ramadan ala Naqsabandiyah ini juga pernah diperlombakan di Kota Mekah pada tahun 1911 lalu oleh guru Naqsabandiyah yaitu Haji Rasul (Ayah Hamka). Lalu Haji Munir, Labai Zainuddin, Inyiak Djambek.
Metode hisab Naqsabandiyah keluar sebagai pemenang dalam lomba tersebut. Setelah itu, diakuilah oleh Raja Husain yang memimpin kala itu sebagai metode melihat awal ramadan. "Ilmu tentang penghitungan ini kami ambil dari mereka. Jadi karena itulah masih kami pegang sampai hari ini," kata Buya Syafri.
Pihak Kementerian Agama (Kemenag) juga pernah tiga kali mengundang Buya Syafri ke Jakarta untuk berunding soal penentuan ramadan. Di sana, Buya meyaksikan metode rukyat melihat bulan melalui teropong. Saat itu dia melihat bulan, namun orang-orang belum juga berpuasa.
"Metode pakai teropong saya akui. Tapi mengapa mereka waktu itu tidak berpuasa padahal sudah melihat bulan. Kalau saya waktu itu sudah berpuasa," katanya.
Kendati demikian, Buya mengaku tidak menyalahkan hal tersebut. Menurutnya, pemerintah juga memiliki perhitungan sendiri menentukan awal bulan ramadan. Apalagi dalam Islam, setiap perbedaan harus disikapi dengan saling menghormati.
Di sisi lain, Kementerian Agama baru akan menggelar sidang isbat (penetapan) awal ramadan 1440 hijriah pada 5 Mei 2019. Sidang itu direncanakan berlangsung di Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag, Jakarta. (Rahmadi/RC)