Langgam.id - Tokoh perjuangan Sumatra Barat Chatib Sulaiman diusulkan menjadi pahlawan nasional. Kepahlawanannya pada 15 Januari 1949, saat diserang tentara Belanda di Situjuah, Kabupaten Limapuluh Kota, diperingati dengan seminar nasional dan peluncuran dua buku.
Seminar dan peluncuran buku yang diadakan Yayasan Chatib Sulaiman itu, digelar di Gedung Dilo Telkom Sumatra Barat (Sumbar) pada Sabtu (19/1/2019).
Ketua Panitia Satria Haris mengatakan, rangkaian acara itu untuk mendorong agar Chatib Sulaiman segera dianugerahi gelar pahlawan nasional. "Waktu 70 tahun berlalu, rasanya sudah sangat lama," kata Haris.
Banyak orang yang tahu dengan Jalan Chatib Sulaiman, namun tidak tahu siapa sebenarnya dia.
Kasman Chatib, salah satu dari tiga anak Chatib Sulaiman yang hadir, mengaku terharu. "Mudah-mudahan usaha ini berhasil menjadikan Chatib Sulaiman pahlawan nasional. Bila tidak, kita khawatir anak-anak muda semakin tidak tahu dengan sejarah pendahulunya."
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam dalam sesi seminar mengatakan, Chatib Sulaiman berjuang sampai titik darah penghabisan.
"Ruslan Saleh, satu-satunya yang selamat dari penggerebekan tentara Belanda di Situjuah, melihat kejadian tersebut. Chatib Sulaiman mempertahankan diri dan berjuang melawan penyerang," kata Asvi, mengutip Buku Marah Joenoes (2001).
Sambil menyandang buntalan berisi dokumen Gubernur Militer Sumbar, Chatib Sulaiman menembakkan pistolnya beberapa kali. Sampai akhirnya, Sulaiman gugur tertembak.
Sejarawan Universitas Andalas Wannofri Samry mengatakan, sejak muda Chatib Sulaiman telah menjadi aktivis perjuangan tanpa mengharapkan imbalan atau jabatan.
"Ia pernah menolak menjadi anggota residen," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumbar itu.
Mantan Kepala Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat Mayjen (Purn) Amril Amir yang turut jadi narasumber mengatakan, usulan Chatib Sulaiman jadi pahlawan nasional adalah usaha menggali sejarah.
"Dalam menggali sejarah kita juga jangan fokus pada pusat, masih banyak kisah sejarah di daerah seperti di Sumbar. Kita harus terus menggali sejarah," katanya.
Di sesi kedua, diluncurkan Buku 'Chatib Sulaiman' yang ditulis Hikmat Israr dan Buku 'Sang Republiken - Biografi Chatib Sulaiman 1924-1949' karya Fikrul Hanif Sufyan.
Wartawan Senior Hasril Chaniago yang jadi pembahas kedua buku mengatakan, keduanya merupakan sumbangan berarti bagi sejarah.
Namun, menurutnya, buku seyogyanya tidak menyisakan pertanyaan. Karena, komunikasi dalam buku tidak bisa dilakukan dua arah.
Yang masih kurang, menurutnya, sisi manusiawi seorang Chatib Sulaiman belum tergambar. "Bagaimana keadaan ekonomi keluarganya, bagaimana kisah istrinya, kemudian bagaimana karakternya dalam pergaulan sehari-hari."
Selain itu, menurut Hasril, buku biografi juga perlu memuat informasi tentang fisik Chatib Sulaiman seperti tinggi badan, bentuk badan kurus atau gemuk dan lainnya.
"Saya misalnya bisa tahu tinggi Sutan Syahrir 157 cm dari buku biografi. Karena ituM saya jadi tahu ia dipanggil dengan sebutan Bung Kecil," kata Hasril.
Hasril juga mendukung diangkatnya Chatib Sulaiman sebagai pahlawan nasional.
Selain gugur dalam masa perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), Sulaiman juga pernah mengumpulkan sumbangan emas dari Ranah Minang untuk membeli pesawat Avro Anson dan disumbangkan ke Republik.
Pesawat itu yang kemudian jatuh di Tanjung Hantu, lepas pantai Malaka bersama Iswahyudi dan Halim Perdanakusuma. "Dua orang itu sekarang sudah pahlawan nasional. Namun, orang yang bertugas mengumpulkan emas untuk membeli pesawat tersebut belum," katanya. (Rahmadi/HM)