Beribu Kota di Bukittinggi, 22 Daerah Otonom di Sumbar, Riau dan Jambi Disahkan pada 1956

Beribu Kota di Bukittinggi, 22 Daerah Otonom di Sumbar, Riau dan Jambi Disahkan pada 1956

Peta Wilayah Sumatra Tengah. (Peta: openstreetmap.org)

Langgam.id - Tiga undang-undang (UU) itu turun sejalan. Presiden Sukarno agaknya menandatanganinya pada kesempatan
yang hampir sama. Dua undang-undang diberi nomor berurutan 8 dan 9, namun yang satu bernomor 12.

UU tentang pembentukan daerah otonom di Provinsi Sumatra Tengah tersebut disahkan oleh Presiden Sukarno dan Menteri Dalam Negeri Suroso pada 19 Maret 1956. Pengesahan ketiga undang-undang itu, tepat terjadi 63 tahun yang lalu dari hari ini, Selasa (19/3/2019).

Sebelum disahkan presiden dan mendagri, ketiga UU sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di bagian bawah UU, ada catatan yang menyebutkan, disetujui DPR dalam rapat pleno terbuka ke-26 pada hari Jumat tanggal 24 Februari 1956.

Provinsi Sumatra Tengah merupakan pecahan Provinsi Sumatra, yang terbentuk berdasar uu No 10 tahun 1948. Beribukota Bukittinggi, wilayah Sumatra Tengah adalah wilayah keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi.

Setelah keresidenan dihapuskan, maka di bawah provinsi langsung daerah otonom di wilayah ketiga bekas keresidenan.

UU No 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Pripinsi Sumatera Tengah, menetapkan lima kota kecil yang berotonom. Kelima kota itu adalah Pekanbaru, Sawahlunto, Padang Panjang, Solok dan Payakumbuh.

Sementara, UU No 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah, menetapkan tiga kota besar yang memiliki otonomi. Tiga kota tersebut yakni, Bukittinggi, Padang dan Jambi. Bukittinggi, saat itu sekaligus adalah ibu kota provinsi.

Selanjutnya, UU No 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah, menetapkan 14 kabupaten yang menjadi bagian daerah tersebut.

Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Agam, Padang/Pariaman, Solok, Pasaman, Sawah Lunto/Sijunjung, Lima Puluh Kota, Pesisir Selatan/Kerinci, Tanah Datar, Kampar, Inderagiri, Bengkalis, Kepulauan Riau, Merangin dan Batang Hari.

UU ini juga merinci kedudukan alias ibu kota tiap kabupaten. Kabupaten Agam berkedudukan di Bukittinggi, Kabupaten Solok di Solok, Kabupaten Pasaman di Lubuk Sikaping dan Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung berkedudukan di Sijunjung.

Selain itu, Kabupaten Limapuluh Kota berkedudukan di Payakumbuh, Kabupaten Pesisir Selatan/Kerinci di Sungai Penuh, Kabupaten Tanah Datar di Batusangkar, Kabupaten Kampar di Bangkinang dan Kabupaten Inderagiri di Rengat.

Selanjutnya, Kabupaten Bengkalis di Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau di Tanjung Pinang, Kabupaten Merangin di Muara Bungo dan Kabupaten Batang Hari di Jambi

Ketiga UU juga menetapkan pembentukan DPRD untuk masing- masing daerah otonom. Untuk kategori kota kecil, jumlah anggota DPRD masing-masing 10 orang. Untuk kota besar, jumlah anggota DPRD masig-masing 15 orang. Sementara, untuk kabupaten masing-masing 20 orang anggota DPRD, kecuali Agam 23 orang dan Padang/Pariaman 28 orang.

Daerah otonom yang disahkan diberi kewenangan oleh UU untuk menyusun dan menyelenggarakan sekretariat daerah serta bagian bagian (dinas-dinas dan urusan-urusan). "Menyelenggarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan kepegawaian, perbendaharaan, pemeliharaan harta dan milik serta lain-lain hal yang dipandang masih perlu."

UU juga menegaskan urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah otonom, yakni pekerjaan umum, kesehatan, kehewanan, perikanan darat, sosial, perindustrian kecil, agraria, perburuhan, penerangan, pertanian, pendidikan, pengajaran dan kebudayaan.

Namun, tetap ada jaminan, dengan adanya aturan, "Bilamana timbul kesulitan tentang pelaksanaan otonomi seperti dimaksud dalam ayat 1 di atas Pemerintah Pusat mengambil tindakan tindakan seperlunya."

Ketiga undang-undang juga mengatur tentang pegawai, tanah, bangunan dan gedung.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Khairul Fahmi kepada Langgam.id mengatakan, semangat ketatanegaraan saat ketiga UU ini disahkan diwarnai keberpihakan pada otonomi daerah sesuai UUD 1950.

"UUD Sementara 1950 yang menjadi dasar ketiga UU, kan hanya merevisi UUD RIS. Jadi, semangat otonominya masih kental," katanya.

Meski demikian, menurutnya, juga ada sikap kehati-hatian agar jangan sampai jatuh jadi negara federal. "Bagaimanapun, Mosi Integral Natsir pada 1950 masih sangat berpengaruh sampai saat itu," kata Fahmi.

Pasal 131 UUD Sementara 1950 yang menjadi dasar ketiga UU, memang mengatur hal tersebut. Ayat (1) pasal tersebut misalnya mengatur, pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.

Ayat (2) pasal tersebut semakin mempertegas, bahwa kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganja sendiri.

Namun, 22 daerah otonom tersebut hanya sekitar satu tahun berada di bawah naungan provinsi yang sama. Pada 9 Agusrus 1957, melalui UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, Sumatra Tengah dimekarkan.

Dari 22 daerah, sebanyak 14 kabupaten dan kota kemudian masuk wilayah Sumatra Barat, tiga masuk Provinsi Jambi dan lima bergabung ke Riau. (HM)

Baca Juga

Menhir Maek Tiang Peradaban yang Selaras dengan Semesta
Menhir Maek Tiang Peradaban yang Selaras dengan Semesta
Tanjung Barulak Menolak Pajak
Tanjung Barulak Menolak Pajak
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Deddy Arsya Dosen Sejarah UIN Bukittinggi
Hasrat Bersekolah dan Ruang Kelas