Langgam.id - PT Bank Pembangunan Daerah Sumatra Barat alias Bank Nagari menyiapkan pencadangan dana sebesar Rp616,43 miliar untuk pelunasan obligasi VII dan sukuk mudharabah II tahun 2015 yang jatuh tempo pada 8 Januari 2021 mendatang.
Direktur Keuangan Bank Nagari Sania Putra menyatakan perseroan akan melunasi obligasi VII dan sukuk mudharabah II yang diterbitkan pada 2015 lalu, dan efektif tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 8 Januari 2016 dengan tempo lima tahun.
"Memenuhi peraturan pencatatan efek, dengan ini kami sampaikan kesiapan Bank Nagari untuk pembayaran pelunasan pokok obligasi VII senilai Rp500 miliar dan sukuk mudharabah II senilai Rp100 miliar," tulisnya dalam pemberitahuan resmi ke Bursa Efek Indonesia, dikutip langgam, Sabtu (26/9/2020).
Baca Juga: Semester I 2020: Bank Nagari Bukukan Laba Bersih Rp170 Miliar
Pencadangan sebesar Rp616,43 miliar itu digunakan untuk pembayaran pokok obligasi VII tahun 2015 sebesar Rp500 miliar dan bunga obligasi Rp13,68 miliar, serta pelunasan pokok sukuk mudharabah II tahun 2015 sebesar Rp100 miliar dan bunga suku mudharabah II sebesar Rp2,75 miliar.
Sania mengungkapkan pelunasan obligasi tersebut diambil dari dana secondary reserve dengan rincian penempatan di Bank Indonesia sebesar Rp1,32 triliun, penempatan antar bank sebesar Rp668 miliar, dan penempatan pada SBN dan reverse repo sebesar Rp1,89 triliun.
Ia memastikan meski melakukan pelunasan obligasi sebesar Rp616,43 miliar yang diambil dari dana secondary reserve, kondisi likuiditas bank masih terpelihara dengan baik di atas ketentuan yang disyaratkan regulator.
Adapun, pada semester pertama tahun ini, Bank Nagari berhasil membukukan laba bersih Rp170 miliar atau tumbuh 9,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, aset Bank Nagari per Juni 2020 mencapai Rp25,13 triliun atau tumbuh 2,8 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp24,43 triliun.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 4,5 persen dari 17,98 triliun tahun lalu menjadi Rp18,79 triliun. Sedangkan penyaluran kredit mencapai Rp18,94 triliun atau hanya tumbuh 0,5 persen dari tahun lalu sebesar Rp18,93 triliun.
Sedangkan rasio kredit macet atau nonperforming loan (NPL) gross meningkat menjadi 3,63 persen dari tahun sebelumnya 3,21 persen, dan NPL nett naik menjadi 2,02 persen dari tahun lalu sebesar 1,71 persen. (*/HFS)