Langgam.id - Berada di bagian selatan Provinsi Sumatera Barat, Solok Selatan merupakan kawasan perbatasan dengan Jambi dan Bengkulu hari. Di masa lalu, secara tradisional kawasan ini dikenal sebagai rantau, jalur dagang yang menghubungkan Minangkabau pedalaman dengan pusat-pusat perdagangan di pantai timur sumatera dan kawasan pesisir Bengkulu hari ini. Sejak lama, berbagai aliran silek telah hidup dan berkembang di sini.
Pada 2018, Balai Pelestarian Nilai dan Budaya Sumatera Barat mencatat setidaknya ada 12 aliran silek yang masih eksis hingga kini di Solok Selatan. Di luar yang 12 itu, ditengarai masih terdapat aliran-aliran silek yang, karena demikian sakral, bersifat sangat tertutup dan rahasia. Aliran-aliran silek ini umumnya berkembang dari silek darek yang dimodifikasi sedemikian rupa sesuai kondisi dan kebutuhan setempat yang kemudian menghasilkan silek ‘khas’ Solok Selatan.
Di antara aliran-aliran itu ialah silek pangean, silek luncua, serta silek kumango yang agak berbeda dengan silek kumango dari Tanah Datar.
“Tiga aliran silek itu yang akan main di Festival Silat Tradisi Nusantara (FSTN) 2023 di Payakumbuh nanti,” kata Ariyal Joni Dt Sutan Bandaro Padang, Minggu (30/7/2023).
Ketua IPSI Solok Selatan itu mengatakan ketiga aliran tersebut akan tampil sebagai ‘perwakilan’ Solok Selatan di FSTN 2023 yang akan dilangsungkan di Agam Jua Art and Culture Caffe di Payakumbuh 31 Juli hingga 3 Agustus mendatang.
FSTN 2023 sendiri memang disiapkan sebagai festival untuk mewadahi sasaran-sasaran silek serta aliran-aliran dari berbagai kawasan di Sumatera Barat dengan keunikannya masing-masing, termasuk Solok Selatan.
Di FSTN 2023 nanti aliran-aliran itu akan tampil dengan membawa kekhasan gerak yang berkembang di Solok Selatan. Mulai dari kuncian, sipak, hingga geleknya. “Semuanya sedang kita persiapkan sebaik-sebaiknya,” ujarnya.
Meski begitu, ia menekankan bahwa tiga aliran tersebut belumlah dapat mewakili keragaman aliran silek di Solok Selatan. “Tentulah kita tidak dapat membawa semuanya sekaligus, tidak dimainkan semuanya,” katanya.
Menurutnya lagi, walau aliran silek di Solok Selatan cukup banyak, namun festival-festival untuk mewadahinya bisa dikatakan masih minim. Banyak dari aliran-aliran silek itu yang jarang-jarang dimainkan di muka umum, bahkan beberapa aliran bersifat sangat rahasia.
Karena itu, ia berharap FSTN 2023 bisa menjadi salah satu ruang untuk menjaga agar silek tetap eksis dan dapat mendorong aliran-aliran yang masih ‘menyembunyikan’ diri agar turun ke gelanggang, agar warisannya tetap hidup dan terjaga.
“Kita tidak ingin kekayaan yang luar biasa besar ini, yang telah diakui dunia ini, sirna dan memudar, sementara silek ini sejatinya adalah sasampiang niniak mamak, bekal anak kemenakan untuk menghadapi dunia,” jelasnya.
“Dulu silek adalah kebutuhan bagi masyarakat, tapi sekarang sudah lain lagi keadaannya. Kegiatan serupa FSTN ini tentu berguna sekali, agar silek tidak mati di kampung kita,” katanya lagi.
Selain itu, ia juga mengapresiasi adanya peran pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, yang bersedia terus menjaga hubungan dengan sasaran di daerah-daerah. (*/Fs)