Langgam.id - Majalah bernama 'Semangat Pemoeda' itu terbit di Alang Laweh, Kota Padang, Sumatra Barat, pada 1932. Media para mahasiswa yang kemudian mendapat apresiasi khusus dari Bung Hatta.
"Edisi pertama Semangat Pemoeda terbit pada tanggal 15 Maret 1932 di Alang Laweh, Padang dan berikutnya secara berkala diterbitkan satu kali setiap bulan," tulis Selfi Mahat Putri dalam Buku 'Perempuan dan Modernitas: Perubahan Adat Perkawinan Minangkabau Pada Awal Abad ke-20'.
Ia mengutip makalah Pengajar Sejarah IAIN (sekarang UIN) Imam Bonjol Padang Erman, di laman Pusat Kajian Budaya Islam (PKBI) Fakultas Ilmu Budaya-Adab (FIBA).
Tanggal terbit edisi pertama 'Semangat Pemoeda' tersebut, tepat 87 tahun yang lalu dari hari ini, Jumat (15/3/2019).
Dalam makalah berjudul 'Perempuan Minangkabau dalam Teks Media Tahun 1932' itu, Erman merujuk tujuh terbitan Majalah 'Semangat Pemoeda'.
Menurutnya, media ini diterbitkan oleh Perhimpunan Pelajar Islamic College (PIC). Inilah media yang diterbitkan organisasi mahasiswa alias pers mahasiswa.
Sofyan Rofi dalam Buku 'Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia' (2018) menulis, Islamic College didirikan oleh Persatuan Muslim Indonesia (Permi). Kampus ini didirikan di Padang pada 1 Mei 1931.
Pendirian Islamic College di Padang, menurut Sejarawan Audrey Kahin dalam 'Dari Pemberontakan Ke Integrasi Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998' (2005), untuk memperluas kesempatan mengikuti pendidikan tinggi bagi para lulusan perguruan agama yang independen. Para mahasiswa kampus inilah yang menerbitkan Majalah 'Semangat Pemoeda'.
Pers mahasiswa yang terbit di Padang ini ternyata menarik perhatian Bung Hatta. Dalam salah satu terbitan Majalah 'Daulat Ra'jat' pada 1932, Hatta menulis khusus untuk menyambutnya.
"Kita bergirang hati menerima madjallah jang dikeloearkan oleh sdr.-sdr. pemoeda-pemoeda moerid-moerid Islamic College Padang. Soeara jang terdengar didalam madjallah Semangat Moeda ini, adalah benar-benar semangat moeda jang tegas dan bersih," tulis si Bung.
Majalah Daulat Ra'jat adalah majalah kedua yang didirikan Bung Hatta. Saat masih jadi pengurus Perhimpunan Indonesia, Bung Hatta mengelola Majalah Indonesia Merdeka yang sempat membuatnya ditangkap Pemerintah Belanda pada 1927.
Pada 1931, dari Negeri Belanda, Hatta dan Sjahrir menyikapi perkembangan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dibubarkan pascapenangkapan Bung Karno.
Terjadi perpecahan dalam PNI saat Bung Karno di penjara. Sebagian mendirikan Partai Indonesia, sebagian menolak dan membuat kelompok 'Golongan Merdeka'.
Dalam Buku 'Mohammad Hatta Memoir' (1979), Bung Hatta menulis, "Aku memperbuat suatu perjanjian dengan Soedjadi, salah seorang yang terkemuka dalam 'golongan merdeka' Jakarta, untuk menerbitkan sebuah majalah, terbit sekali 10 hari guna pendidikan kader baru. Aku mengusulkan majalah itu diberi nama Daulat Ra'jat."
Selagi Bung Hatta masih menyelesaikan studi di Belanda, majalah itu sudah terbit mulai 1931 di Batavia.
"Nomor pertamanya terbit 20 September 1931. Enam orang terdaftar dalam susunan redaksinya, di antaranya Hatta dan Sjahrir, masing-masing menetap di Rotterdam dan Amsterdam," tulis Rudolf Mrazek, dalam Biografi 'Sjahrir, Politik dan Pengasingan di Indonesia' (1996).
Ketika Sjahrir kembali ke Tanah Air pada 1931, ia mengambil alih pengelolaan Daulat Ra'jat. Setahun berikutnya, pada 1932 beralih ke Hatta, saat ia pulang setelah menyelesaikan studinya. Setelah dua tokoh tersebut pulang dan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Pendidikan), majalah ini langsung menjadi bagiannya.
Dalam majalah terkemuka yang digawangi tokoh-tokoh pergerakan nasional inilah, Hatta mengapresiasi penerbitan mahasiswa di Padang. Majalah yang kelak pada 1934, membuat Hatta dan Sjahrir dibuang ke Boven Digul dan Banda Neira.
Tentang Semangat Pemoeda, lebih lanjut Bung Hatta menulis, "Kata-kata permoela seperti: Sekarang kalau kita maoe memperbaiki kembali hidoep dan penghidoepan bangsa kita, haroeslah kita menerbitkan semangat pemoeda-pemoeda dengan mengemoekakan kebenaran dan keadilan."
Bung Hatta gembira karena untuk mendidik masyarakat memang perlu dengan menumbuhkan penerbitan di mana-mana. Termasuk di Padang, tempat ia menempuh pendidikan MULO sebelum ke Batavia.
Menurut Erman, Semangat Pemoeda punya rubrikasi yang menarik dan mampu memikat hati para pembacanya. Seperti, tajuk/editorial, halaman sejarah, sambil lalu, pemandangan luar negeri, suara putri, kronik, aneka warna dan kaca perbandingan.
Halaman editorial, misalnya, diisi dengan tulisan-tulisan seputar politik dan pergerakan, sejarah perjuangan dan pergerakan di Indonesia, cita-cita kebangsaan dan Islamisme, pemuda dan politik, serta pemuda dan rasa persatuan.
Rubrik 'Soeara Poetri' disediakan secara khusus untuk para penulis perempuan agar mereka memiliki kesempatan menyampaikan gagasan dan pemikiran," tulisnya.
Sejak edisi pertama hingga ketiga, menurutnya, redaksi Semangat Moeda dipimpin oleh Habladin, seorang pelajar yang berasal dari Maninjau. Pada masa berikutnya, redaksi Surat Kabar Semangat Pemoeda dipimpin oleh Riva’i Ali dan M. Dien Yatim.
Rubrikasi yang menarik, menurut Erman, membuat Semangat Pemoeda diminati para pembaca sejak terbitan pertama. Pembacanya bukan saja tersebar di Sumbar seperti Pariaman, Padang Panjang, Maninjau dan Bukittinggi. Tetapi juga dari Bengkulu, Tanjung Enim, Palembang, Medan, Banda Aceh, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaka.
Untuk masa itu, perkembangan Semangat Pemoeda dinilai Erman, sudah luar biasa. "Hanya dikelola oleh para pelajar (mahasiswa), Semangat Pemoeda bukan lagi pers lokal, melainkan sudah menasional," tulisnya.
Sayangnya, menurut Erman, penerbitan tersebut hanya bertahan hingga bulan kesepuluh, tanggal 15 Desember 1932. Setelah itu terhenti.
Tapi, meski hanya berumur setahun jagung, kehadiran Semangat Pemoeda telah memberi warna perjuangan dan pendidikan pada masa itu. Dua tahun kemudian, Daulat Ra'jat juga berhenti terbit di Batavia, setelah Hatta dan Sjahrir ditangkap dan kemudian dibuang ke Boven Digul dan Banda Neira. (HM)