Apa Boleh Kritis Terhadap Pemerintah ?: Melihat Pendapat 3 Bacapres 2024

Apa Boleh Kritis Terhadap Pemerintah ?: Melihat Pendapat 3 Bacapres 2024

Zulhilmi Putra. (Foto: Dok. Pribadi)

Acara yang diselenggarakan oleh UGM yaitu acara 3 “Bacapres Bicara Gagasan” yang dibawakan oleh Najwa Shibab dalam saluran Mata Najwa, dalam acara ini terdapat beberapa pertanyaan yang diajukan melalui voting terbanyak salah satunya adalah tentang kebebasan berpendapat.

Kebebasan berpendapat ini sangat rancu terhadap masyarakat luas maka banyak yang ingin bertanya langsung pada bacapres tentang kebebasan berpendapat ini. Dalam acara tersebut “seberapa atmosfir kebebasan berpendapat di negeri ini menurut anda?” pertanyaan Najwa yang dilontarkan pada Anies.

“Selama kita masih menamakan Indonesia menjadi wakanda, maka skor kita masih rendah.” Jawab Anies. “selama mengganti nama-nama selain kita sendiri untuk mengungkapkan pendapat kita sendiri, nilainya itu sekitar 5 dan 6 dari 10.” Lanjutan Anies terhadap pertanyaan Najwa.

Dalam pembicaran itu berarti kebebasan berpendapat menurut Anies itu masih sulit dikarenakan masyarakat yang masih takut dengan mengubah-ngubah nama indonesia menjadi nama lain seperti wakanda atau konoha.

Dalam sesi selanjutnya adalah bersama Ganjar Pranowo, Najwa memberi pertanyaan yang sama seperti pertanyaan ke Anies “berapa nilainya mas? kalau anda kasih kita bicara kebebasan berpendapat.”

“7,5” jawab Ganjar lantang. “mari kita lihat yang keras apapun yang ngomong sekasar apapun sampai saat ini dipenjara mbak? Engga, diterima? Diterima.” Lanjutan Ganjar terhadap pertanyaan Najwa.

Dalam pembicaraan ini berarti kebebasan berpendapat menurut Ganjar itu boleh boleh saja, tapi biasanya yang menuntut itu mempunyai tekanan jadi tidak sungkan dengan pendapat tersebut.

Tapi disisi lain kebebasan berpendapat itu boleh saja dan menurutnya di media sosial ngomong sebebas-bebasnya dan ia yakin setelah acara “3 Bacapres Bicara Gagasan” ini banyak omongan-omongan yang dipotong dan dikomentari. “apa saya akan menuntut? NO” ujar Ganjar dengan lantang dan disambut tepuk tangan oleh audience.

Menurutnya pun meski ada catatan ini atau omongan ini dan yang lain bertanya “mas ganjar masa digituin anda jelaskan dong”. “saya tidak perlu dia anonim, dia pengecut, bukan seorang pemberani” ujar Ganjar disambut tepuk tangan oleh audience.

“bicara data dalam kurun waktu juni 2022 sampai juli 2023 setidaknya ada 183 peristiwa pelanggaran hak terhadap kebebasan berekspresi mulai dari serangan fisik, digital, penggunaan perangkat hukum, hingga intimidasi, jadi ya masih problem kalau kita bicara data bukan hanya sekedar presepsi.” Bantah Najwa atas jawaban yang diberikan oleh Ganjar.

“perbandingannya berapa? Sayang tidak ada perbandingan, umpama sekian orang berbicara kontras atau siapapun lembaga melakukan riset inilah ujaran-ujaran umpama, inilah hoax, inilah bully, dari sekian yang ada sekian yang ditangkap.” Ujar Ganjar

“bukankah satu sudah terlalu banyak kalo orang harus terintimidasi karena pendapat pandangnnya.” Bantah Najwa.

Menurut Ganjar orang yang terkena hukum itu dikarenakan ada beberapa aspek yang membuat hukum itu berjalan dan hukum mempunyai tempatnya atau haknya sendiri untuk dia mau banding atau asasi, karena jika terlalu bebas dan sudah bahasa yang terlalu kasar maka itu bukanlah bangsa indonesia sehingga saling tidak hormat antar sesama. Dan Ganjar mengatakan orang tidak ada yang sempurna.

Lalu masuk pada sesi terakhir pada acara “3 Bacapres Bicara Gagasan” adalah giliran bersama Prabowo Subianto. Seperti bacapres sebelum-sebelumnya, Prabowo Subianto juga ditanya oleh Najwa Shihab tentang kebebasan berpendapat.

“dari skala 1 sampai 10 seberapa bebas kita bisa berpendapat hari-hari ini di negeri tercinta pak?” tanya Najwa pada Prabowo.

“kalau saya rasanya ya kira-kira 1 sampai 10 mungkin 8 begitu” jawab Prabowo. “yang harus kita awasi kalau tadi ya penipuan, kebohongan, hoax, kebohongan publik, hate speech, maki-maki, menimbulkan kebencian antar suku, agama, ras ini rawan untuk kita.” Lanjutan Prabowo terhadap pertanyaan Najwa.

“saya ingin bertanya spesifik soal pasal penghinaan terhadap presiden, dan kekuasaan umum yang ada di KHUP yang kerap jadi pasal karet yang menjerat mereka yang mengkritik presiden atau mengkritik kekuasaan umum” ujar Najwa.

“Seberapa penting itu menurut anda untuk dipertahankan? Sebenernya itu belum berlaku pasalnya tapi banyak bilang ini termasuk indikator membuat orang ragu kritik kepada presiden dan apakah jika anda menjabat sebagai presiden nanti anda akan menggunakan pasal itu kepada orang yang merasa menyerang kehormatan anda pak Prabowo?” lanjut pertanyaan Najwa kepada Prabowo.

“secara pribadi saya sudah sering difitnah, jadi saya gak terlalu menanggapi saya pribadi” jawab Prabowo. “banyak negara tetangga kita menilai kebebasan kita sangat luar biasa, di negara sebelah semua stasiun televisi dan koran milik pemerintah, agak lumayan lah kita.” Lanjut Prabowo atas pertanyaan Najwa.

“Kebebasan pendapat itu hak asasi yang paling penting, tapi tidak boleh dipakai untuk mengujar kebencian dan perpecahan tidak boleh, tidak boleh menghina agama, suku, dan ras lain. Kebebasan berpendapat harus ada tanggung jawabnya” ujar Prabowo pada sesi pertanyaan.

Dalam pembicaraan ini berarti kebebasan berpendapat menurut Prabowo kebebasan berpendapat itu sangat penting, tapi kita tidak boleh keluar jalur seperti menghina, mengujar kebencian dalam bentuk agama, suku, dan ras yang berbeda sehingga menimbulkan perpecahan.

*Penulis: Zulhilmi Putra (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Pernahkah anda merasa tidak aman saat berjalan sendirian, baik siang maupun malam? Atau pernah menyaksikan tindakan pelecehan seksual?
Membongkar Stigma dan Kesenjangan Hukum dalam Kasus Pelecehan Seksual
Mungkin dari judul tulisan ini kita tersadar bahwa judul tulisan ini dapat memberikan dua tema pembahasan yang mungkin berbeda, tapi
Integrasi Nilai Kepemimpinan dalam Islam dan Dinamika Medsos Hari Ini
Istilah social butterfly merupakan ungkapan populer yang merujuk pada kemampuan seseorang dalam bersosialisasi secara efektif. Istilah ini
Social Butterfly: Pentingnya Kecerdasan Sosial dalam Kehidupan dan Perkembangannya Sejak Usia Dini
Sejak masa kolonial, pajak telah menjadi isu sensitif yang menimbulkan resistensi di kalangan rakyat. Kebijakan perpajakan yang diterapkan
Resistensi Perpajakan: Relevansi Sejarah dan Implikasinya pada Kebijakan Pajak Modern
Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal dengan singkatan H.O.S Tjokroaminoto merupakan seorang tokoh yang lahir di Ponorogo pada 16 Agustus 1882.
Warisan Intelektual H.O.S. Tjokroaminoto: Guru Para Tokoh Bangsa
Thomson Reuters melaporkan bahwa Indonesia menempati posisi ketiga di antara negara-negara dengan konsumsi busana Muslim terbesar pada
Dekonstruksi Islam Identitas: Refleksi atas Praktik Keagamaan Kontemporer