Langgam.id - Bulan Desember 2023, PLN dan ACWA Power ( perusahaan energi asal Arab Saudi) menandatangani Letter of Intent (LoI) pengembangan PLTS Terapung di Danau Singkarak, Sumatera Barat dan di Waduk Saguling, Jawa Barat di sela Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP28 di Dubai. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, dan CEO ACWA Power Marco Arcelli.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN akan melanjutkan kisah sukses pembangunan PLTS terapung di Indonesia. Hal ini dilandasi oleh potensi surya di Indonesia yang besar dan luasan permukaan danau di Indonesia yang bisa digunakan untuk mengakselerasi EBT.
“Pengembangan PLTS terapung ini menjadi revolusi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam negeri dan kami berharap proyek ini mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan bisnis EBT di Indonesia,” tutur Darmawan, saat itu, sebagaimana dicuplik dari rilis PLN, Rabu (18/12).
Dalam pengembangannya, Darmawan menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan studi kelayakan, pengurusan perizinan hingga pembangunan PLTS terapung telah dinyatakan sebagai Proyek Strategis Nasional.
PLTS Terapung Singkarak akan berdiri di atas 0,26 persen total luas Danau Singkarak, Sumatera Barat. Rencananya, PLTS Terapung Singkarak akan memiliki kapasitas 77 megawatt peak (MWp). Saat beroperasi, listrik akan disalurkan melalui interkoneksi 150 kiloVolt (kV) sehingga mampu memenuhi kebutuhan listrik bersih di sistem Sumatera.
“Harapannya, PLTS Terapung Singkarak bisa mendorong pertumbuhan industri dan perekonomian di Sumatera. Saat ini, Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan kapasitas terpasang EBT yang cukup besar,” kata Darmawan.
Adapun untuk PLTS Terapung Saguling akan menggunakan 1,69 persen total luas permukaan waduk Saguling, di Jawa Barat. PLTS Terapung Saguling akan memiliki kapasitas hingga 92 MWp. Nantinya, energi listrik yang dihasilkan akan dialirkan melalui interkoneksi 150 kV ke sistem kelistrikan Jawa, Madura dan Bali.
Darmawan juga menjelaskan kerja sama bersama ACWA Power ini juga menjadi bukti kolaborasi dengan dunia internasional dalam mendukung transisi energi di dalam negeri. Kerja sama ini menajamkan langkah Indonesia sebagai negara dengan iklim investasi yang menarik.
CEO ACWA Power Marco Arcelli mengatakan kolaborasi bersama PLN merupakan perjalanan yang transformatif. Bersama PLN, ACWA melakukan pengembangan inovasi dan membaca peluang transisi energi sebagai pertumbuhan ekonomi.
“Kami memecahkan tantangan transisi energi ini bersama sama. Membuat berbagai inovasi baru dan menciptakan kolaborasi yang baik untuk masa depan dunia,” tegas Marco Arcelli.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengatakan, PLN Indonesia Power bersama investor asal Arab Saudi segera membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung dengan nilai investasi mencapai Rp50 triliun, di Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) dan akan menjadi ikon baru provinsi itu pariwisata Sumatra Barat.
“PLN Indonesia Power bersama investor Arab Saudi akan bekerja sama membangun PLTS terapung di Danau Singkarak. Ini merupakan investasi yang sangat besar yang masuk ke Sumbar, nilainya fantastis Rp50 triliun,” ujar Anggota DPR RI asal Sumbar itu.
Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR itu mengatakan Komisi VI DPR yang salah satu ruang lingkup kerjanya membidangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melakukan rapat dengar pendapat bersama PLN untuk menindaklanjuti pembangunan PLTS terapung tersebut.
Andre Rosiade mengatakan kerja sama pembangunan PLTS terapung tersebut berangkat dari keberhasilan PLTS di Cirata, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. PLN bersama mitra terkait yakni Komisi VI DPR telah membahas rencana itu dan segera merealisasikannya.
“Jadi, keberhasilan pembangunan PLTS di Cirata ini akan kita adopsi di Danau Singkarak,” ucap Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar ini.
Dalam waktu dekat Komisi VI DPR bersama PLN dan Kabupaten Tanah Datar terlebih dahulu menyosialisasikan rencana pembangunan PLTS terapung tersebut. Tujuannya agar proyek di bidang energi ini didukung serta membawa manfaat bagi masyarakat di Ranah Minang terutama di sekitar Danau Singkarak.
“Pembangunan PLTS ini harus menguntungkan masyarakat, tidak merusak lingkungan dan ekosistem Danau Singkarak serta membuka lapangan pekerjaan,” beber Andre Rosiade.
Apakah Memang Bagus Dibangun di Danau Singkarak?
Ahli geologi dan juga kebencanaan Ade Edward melihat rencana pembangunan PLTS terapung di Danau Singkarak agak gegabah, minim perhitungan potensi bencana dan kerusakan ekosistem di kawasan itu.
Ia menegaskan, Danau Singkarak adalah jalur patahan Sumatra yang sangat rentan gempa. Sisi lain, ekosistem Danau Singkarak dengan keberadaan ikan endemik, bilih, bisa terancam jika PLTS terapung di permukaan danau.
Dia menyoroti, pembangunan panel surya secara terapung di atas danau memiliki tantangan tersendiri. "Bayangkan membangun di atas danau, pasti sulit. Akan ada gelombang, angin, dan dampak terhadap ekosistem yang ditimbulkan. Ekosistem perairan danau bisa kekurangan pencahayaan sepanjang waktu," jelasnya, Rabu (25/12/2024).
Ade juga mengingatkan, Danau Singkarak memiliki spesies endemik seperti ikan bilih yang bisa terancam keberadaannya jika ekosistem danau terganggu. "Ingat, ada endemik bilih di sana. Kita harus hati-hati mengambil keputusan," tambahnya.
Menurutnya, jika memang ada keinginan untuk membangun di atas danau, lebih baik memanfaatkan Danau Buatan PLTA Koto Panjang yang berada di perbatasan Sumbar dan Riau. Sebab, katanya, selain sama-sama danau, kelebihan Danau Buatan PLTA Koto Panjang secara kepemilikan adalah negara, dan tak ada yang namanya ikan endemik di sana.
Sebaliknya, sepertinya halnya Danau Buatan Koto Panjang, Ade menilai jalan tol juga menarik menjadi alternatif pembangunan PLTS. Jalan tol juga sudah selesai untuk urusan kepemilikan, karena dipunyai negara.
Ide ini memang mungkin agak liar, namun Ade menawarkan penjelasan hitung-hitungan pemanfataan jalan tol, khususnya Padang-Sicincin yang sudah hampir selesai.
Ia menjelaskan, jalan tol dengan lebar standar 25 meter untuk panjang 100 kilometer memiliki luas 2,5 juta meter persegi. "Untuk daerah tropis seperti Sumbar, produksi panel surya mencapai 850-1.100 watt per meter persegi. Jadi, kalau 2,5 juta meter persegi dikali seribu watt, hasilnya 2,5 miliar watt. Itu potensi besar untuk 100 kilometer jalan tol," ungkapnya.
Sebagai negara yang terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki paparan sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun, dengan rata-rata intensitas radiasi matahari mencapai 4,8 hingga 6,0 kWh/m² per hari. Data dari International Renewable Energy Agency (IRENA) menunjukkan bahwa potensi teknis energi surya di Indonesia mencapai 207,8 gigawatt (GW), atau lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional yang terus berkembang.
Menurut Ade, pemanfaatan ruang di atas jalan tol jauh lebih realistis daripada harus membangun secara terapung di atas danau. "Dampak dari jalan tol sangat minim, malah pengemudi akan senang kalau ada PLTS dengan tiang kiri kanan, menawarkan keteduhan," ujarnya.
Ade menegaskan pentingnya mempertimbangkan aspek teknis dan ekosistem dalam setiap rencana pembangunan, agar tidak menimbulkan kerugian lingkungan maupun sosial yang berkepanjangan. (*/Yh)