Aksi Damai Warga Betumonga Tuntut Pengakuan Hak Tanah Ulayat di Mentawai

Sekitar 150 warga dari Desa Betumonga, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, melakukan aksi damai di depan Kantor DPRD

Aksi damai warga Desa Betumonga, Kecamatan Sipora Utara, di depan Kantor DPRD dan kantor pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai. [foto: Ist]

Langgam.id – Sekitar 150 warga dari Desa Betumonga, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat (Sumbar), melakukan aksi damai di depan Kantor DPRD dan kantor pemerintah daerah setempat pada Selasa (28/10/2025) pukul 09.00 WIB.

Massa yang merupakan bagian dari Masyarakat Adat Taileleu ini, menuntut pemerintah daerah segera menindaklanjuti persoalan yang mereka nilai sebagai bentuk pelanggaran hak atas tanah ulayat.

Setelah berorasi di depan Gedung DPRD, massa kemudian bergerak menuju kantor pemerintah daerah setempat. Namun karena Bupati Kepulauan Mentawai sedang mengikuti rapat di DPRD, warga melanjutkan penyampaian aspirasi di lokasi yang sama.

Beberapa pejabat daerah kemudian menemui peserta aksi dan mempersilakan perwakilan masyarakat untuk melakukan mediasi di ruang rapat DPRD.

Koordinator aksi, Mangasa menyebutkan, aspirasi masyarakat telah disampaikan kepada pemerintah daerah. Sekarang tinggal menunggu hasilnya.

“Aksi kami ini merupakan murni inisiatif warga tanpa campur tangan pihak mana pun. Aksi ini tidak ada unsur politik. Kami hanya ingin mempertahankan hak ulayat kami yang diwariskan turun-temurun,” kata Mangasa.

Ia menjelaskan aksi ini dipicu oleh pemasangan plang oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada 1 Oktober 2025 di wilayah yang diklaim masyarakat sebagai tanah ulayat Kaum Taileleu.

Plang tersebut menyatakan lahan seluas sekitar 20.076 hektare di Dusun Taraet Borsa dan Majawak, Desa Betumonga, sebagai kawasan hutan produksi yang berada di bawah penguasaan negara.

“Tindakan itu keliru dan tidak memiliki dasar hukum. Sebab berdasarkan sejumlah dokumen resmi, lahan tersebut masuk dalam Areal Penggunaan Lain (APL) dan telah lama dikelola masyarakat adat secara turun-temurun,” ucapnya.

Bukti administratif yang dimiliki masyarakat antara lain Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertanggal 10 Oktober 2022, Surat Keterangan Pemerintah Desa Betumonga Nomor 472/272/SK/DS-BTM/IX-2022, serta klarifikasi dari Dinas Kehutanan Sumatra Barat UPTD KPHP Mentawai yang menyatakan bahwa lahan seluas ±736,27 hektare tersebut berada di luar kawasan hutan dan PIPPIB.

Selain itu, Surat Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 500.4.3.15/144/Bup tertanggal 17 Maret 2023 juga menyebut bahwa pemerintah daerah tidak keberatan atas pemanfaatan lahan oleh masyarakat.

Dalam pernyataannya yang diserahkan kepada DPRD dan Bupati Kepulauan Mentawai, masyarakat adat menyampaikan delapan tuntutan utama, di antaranya:

  1. Mencabut plang yang dipasang oleh Satgas PKH di wilayah adat Betumonga.
  2. Menolak kriminalisasi masyarakat adat dan mitra usaha lokal.
  3. Menuntut pembentukan tim klarifikasi dan delimitasi wilayah adat yang melibatkan tokoh adat, akademisi, BPN, dan instansi teknis.
  4. Mendesak penerbitan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
  5. Menuntut pemulihan hak ekonomi masyarakat akibat penghentian kegiatan di lahan APL.

Masyarakat juga meminta agar penetapan batas wilayah dilakukan secara partisipatif, serta pemerintah tidak lagi menggunakan dasar hukum kehutanan untuk mempidanakan aktivitas ekonomi masyarakat di lahan yang telah memiliki alas hak.

Mengasa menegaskan bahwa aksi ini bukan bentuk perlawanan terhadap pemerintah, melainkan panggilan moral untuk menegakkan keadilan bagi masyarakat adat.

“Kami tidak ingin konflik, kami hanya ingin kepastian. Kami tidak menentang negara, kami ingin negara menghormati kami,” ujarnya.

Masyarakat berharap DPRD dan Bupati Kepulauan Mentawai segera menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan langkah nyata. Termasuk membentuk tim bersama untuk memastikan kejelasan status tanah adat Taileleu di Betumonga. (*/y)

Baca Juga

Penolakan Keras Sertifikat Tanah Ulayat Berembus dari Kaki Gunung Sago
Penolakan Keras Sertifikat Tanah Ulayat Berembus dari Kaki Gunung Sago
Kementerian ATR/BPN Sosialisasi Pendaftaran Tanah Ulayat di Padang Panjang
Kementerian ATR/BPN Sosialisasi Pendaftaran Tanah Ulayat di Padang Panjang
Bakteri Fusarium pada pisang merebak di Kecamatan Siberut Selatan dan Siberut Barat Daya, Kepulauan Mentawai. Alhasil para petani mengalami kerugian lantaran buah pisang tidak dapat dipanen.
Ratusan Hektare Kebun Pisang di Mentawai Diserang Bakteri Fusarium, Petani Merugi
Kapolda Sumbar Irjen Pol Gatot Tri Suryanta melantik satu-satunya Polwan menjabat sebagai Kapolsek di Sumbar. Dia adalah AKP Herlina.
Kapolda Sumbar Lantik Polwan Satu-satunya Jadi Kapolsek, Bertugas di Mentawai
Sosok AKP Herlina jadi sorotan, setelah dirinya berani mengajukan diri menjadi kapolsek. Hal itu dilakukan Polwan satu ini langsung
Sosok AKP Herlina, Polwan yang Berani Ajukan Diri ke Kapolda Sumbar Jadi Kapolsek di Mentawai
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima gugatan perkara hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tanah Datar
MK Tolak Sengketa Pilkada Mentawai Lantaran Tak Penuhi Syarat Ambang Batas Perolehan Suara