Langgam.id - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat bersama enam kabupaten dan kota di daerah itu mencanangkan transformasi Tenun Minang guna peningkatan promosi dan pengembangan UMKM dan industri kreatif di daerah itu, pada Senin (30/11/2020) lalu.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan pencanangan itu sekaligus mengenalkan kerajinan songket, sulaiman dan bordir khas Minang menjadi tenun Minang, sehingga memudahkan dalam pemasaran.
Menurutnya, ada banyak kerajinan tenun di Sumbar, mulai dari songket Silungkang, songket Pandai Sikek, songket Halaban dan yang lainnya. Namun, selama ini promosinya tidak terkelola dengan baik.
“Di mana-mana kita sudah mendengar rumah makan Padang, sampai ke luar negeri. Kita ingin ada brand baru, yaitu tenun Minang yang merupakan berbagai jenis tenun di Sumatra Barat,” ujarnya.
Dengan menjual tenun Minang, harapannya akan lebih mudah dipromosikan daripada mengenalkan songket dari berbagai daerah itu. Brand tenun Minang dianggap bakal mudah dikenal, dan kemudian melekat di ingatan orang terhadap Sumbar.
Irwan berharap dengan transformasi itu, juga diikuti penggunaan pakaian tenun Minang oleh aparatur sipil negara (ASN) di daerah itu. Minimal digunakan satu kali dalam seminggu sebagai pakaian kerja.
“Kami di provinsi juga akan tetapkan satu hari menggunakan tenun Minang sebagai pakaian kerja,” kata Irwan.
Ia menyebutkan jika ingin pakaian khas daerah itu dikenal secara masif, maka perlu produksi yang lebih banyak, waktu pengerjaan lebih cepat, dan harga yang harus lebih terjangkau.
Senada, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Wahyu Purnama A yang menginisiasi transformasi tenun Minang itu mengatakan potensi kerajinan tersebut untuk dikembangkan sangat terbuka lebar. Tinggal bagaimana mengampanyekan secara lebih terstruktur dan masif agar makin dikenal luas.
Selama ini, imbuhnya, pakaian khas Minang itu lebih banyak jadi pajangan di lemari dan dipakai di hari-hari tertentu saja. Padahal, jika bisa dikembangkan atau dikombinasikan sebagai pakaian kerja, atau pakaian harian, pamor tenun Minang tentu bakal meningkat.
Seperti batik misalnya, yang sudah identik dengan Solo ataupun Jogja, sudah menjadi pakaian nasional yang dikenal luas hingga mancanegara. Dampaknya, UMKM pengrajin batik kian berkembang dan pariwisata ikut maju pesat.
“Begitu juga mestinya dengan tenun Minang. Dampak turunannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha, serta ikut memajukan pariwisata,” ujarnya.
Memang, harga kain seperti songket yang mahal serta modelnya yang tidak banyak menjadi alasan masyarakat untuk memakainya hanya di hari-hari tertentu saja. Seperti hajatan atau acara-acara besar lainnya.
Namun, jika dikemas lebih menarik dan dikombinasikan dengan bahan lainnya, harga songket bisa dibuat lebih murah, dan dengan perkembangan desain, model pakaiannya juga bisa menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
“Kuncinya adalah di inovasi dan kreativitas pengrajin untuk menghasilkan desain pakaian yang bisa diterima pasar dengan baik,” katanya.
Ia mencontohkan UMKM tenun Minang binaan Bank Indonesia setempat sudah melakukan inovasi, seperti usaha Songket Dolas di Sawahlunto. Tidak hanya menjual kain songket, kini juga menyediakan berbagai mode pakaian dengan bahan dasar kain songket, sesuai selera pelanggan.
“Kami tidak hanya menyediakan bahan songket, tetapi juga pakaian dari songket dengan model yang disesuaikan dengan kebutuhan,” kata Anita Dona Asri, pemilik Songket Dolas.
Ia mengatakan bahan songket bisa dibuat dan dimodifikasi sesuai selera, misalnya untuk pakaian kerja maupun pakaian harian yang modis, serta dikombinasikan dengan bahan lainnya.
Beberapa mode yang dirancang Songket Dolas juga sudah banyak terjual, seperti pakaian outer, blazer, maupun kemeja pria dan model lainnya.
Ia mengakui agar bisa terus berkembang, kerajinan tenun Minang harus dibarengi dengan inovasi, baik motifnya maupun produk pakaian dengan bahan songket yang harus disesuaikan dengan perkembangan fashion.
Usaha binaan Bank Indonesia melalui program Industri Kreatif Syariah (IKRA) Indonesia tahun 2020 di wilayah Sumbar itu, juga berinovasi dengan menyediakan songket berbahan pewarna alami.
“Selain bahan songket biasa, kami juga membuat songket dengan pewarna alami,” ujarnya.
Pewarnaan alami itu diambil dari bahan-bahan yang ada di alam. Sehingga, warnanya menjadi natural dan juga ramah lingkungan.
Kreativitas Songket Dolas ini juga mengantarnya mengikuti pameran di sejumlah negara mengenalkan tenun Minang, seperti ke Belgia dan Rusia.
Modifikasi tenun Minang sebetulnya sudah banyak dilakukan sejak lama. Salah satunya oleh fashion designer Emi Arlin. Ia memadu padankan songket dengan kebaya, sehingga tampak lebih sedap dipandang mata dan bisa lebih murah.
Ia juga mengombinasikan songket dalam rancangan pakaian pengantin, gaun pesta, pakaian kerja, pakaian khusus untuk kegiatan tertentu baik bagi wanita maupun pria. Rancangannya sudah ditampilkan di berbagai event, sehingga ikut meningkatkan pamor tenun Minang.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berharap inovasi semacam itu harus dilakukan terus menerus, sehingga tenun Minang tidak lagi menjadi pakaian ekslusif. Tetapi bisa dimiliki dan digunakan oleh siapa saja.
Selain itu, juga memaksimalkan pemasarannya lewat marketplace dan media sosial, sehingga lebih cepat dikenal masyarakat.
Targetnya, kerajinan tenun Minang menjadi buah tangan bagi wisatawan yang datang ke Sumbar, sehingga ketika berwisata ke Sumbar tidak lengkap jika belum membawa pulang tenun Minang. (Heri Faisal)