Langgam.id - Perwakilan warga di lima nagari yang ada di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat (Sumbar) mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Kamis (28/1/2021). Mereka mengadukan nasib lahannya yang terdampak pembangunan proyek Tol Trans Sumatra ruas Padang-Pekanbaru.
Lima nagari tersebut tergabung dalam Forum Masyarakat Terdampak Tol, yakni Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruh dan Nagari Gurun.
Berbagai macam masalah terkait penolakan pengerjaan tol ini disampaikan para perwakilan masyarakat. Masyarakat berkesimpulan adanya maladministrasi dalam pembangunan tol tersebut adanya dugaan maladministrasi.
"Mulai dari proses pemancangan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu, tanpa adanya peran partisipatif dari masyarakat. Jadi proses yang dilakukan selama ini take down melalui foto satelit," ujar Sekretaris Forum Masyarakat Terdampak Tol, Ezi Fitriana usai pertemuan dengan Ombudsman.
Menurutnya, penyelanggara berdasarkan foto satelit kemudian dilakukan sosialisasi. Padahal, dalam proses sosialisasi masyarakat sudah tidak sepakat dengan berbagai macam pertimbangan.
"Di antara lain rute ini akan melalui lahan produktif dan pemukiman padat penduduk. Kemudian juga akan merusak sosial budaya, tatanan adat yang kami pertahankan selama ini," jelasnya.
Baca juga: Kurang Dana Rp 60 Triliun, Proyek Tol Trans Sumatra Terancam Berhenti
"Akan hilangnya kaum persukuan. Akan tetapi semua pertimbangan keberatan belum didengar dan tidak didengar oleh pihak penyelenggara. Dan mereka terus saja melakukan proses berikutnya," sambungnya.
Fitriana mengungkapkan pihaknya telah menyurati dan membuat berita acara kesepakatan di lima nagari tersebut. Surat bahkan sudah dikirim ke instansi terkait mulai tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional.
Tapi, kata dia, surat tersebut belum direspon. Begitupun hearing bersama DPRD telah dilakukan, namun proses di lapangan tetap dilakukan penyelanggara.
"Mereka bilang bahwa ini masih basic persiapan, masih tahap perencanaan dini, masih jauh lagi dari proses penetapan lokasi. Tapi rencana-rencana itu sudah mulai melakukan pemetaan, sudah mulai inventarisir lahan, dan sudah punya target pembebasan lahan," ujarnya.
Dikatakannya, langkah itu menjadi simpang siur informasi dan tidak konsistennya pihak penyelanggara dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Dibilang ini masih tahap awal, belum rencana, mungkin bisa berubah, tapi seakan-akan intervensi dan intimidasi ke masyarakat. Jika masyarakat masih menolak, jalan tol tidak akan ada di Sumbar," sesalnya.
Perkataan itu seakan berdampak seakan-akan masyarakat di lima nagari dijadikan musuh bersama masyarakat Sumbar untuk menggagalkan jalan tol. Maka itu, informasi tersebut mesti diluruskan.
"Ini yang kami sampaikan ke Ombudsman. Kami ingin meluruskan informasi-informasi yang keliru terhadap perjuangan kami," ucapnya.
Fitriana berharap dengan adua masyarakat ini, Ombudsman dapat memfasilitasi untuk bertemu atau hearing dengan pemegang kebijakan. Dalam hal ini, tentunya Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
"Sehingga gubernur bisa merasakan apa yang kami rasakan. Dan juga, bisa menjadi pertimbangan beliau dalam mengambil kebijakan," tuturnya.
Sejumlah Lahan Produktif dan Pemukiman Terdampak
Fitriana mengungkapkan dari data citra satelit yang dimilikinya berasal dari pakar geografi Universitas Bung Hatta. Terdapat sejumlah lahan produktif yang terdampak akibat pembangunan proyek Tol Trans Sumatra ruas Padang-Pekanbaru.
Di antaranya lahan persawahan 269.277 hektar, kemudian ladang 196.851 hektar dan Perkebunan seluas 82.955 hektar. Selanjutnya pemukiman dan pusat kegiatan 30.675 hektar serta lainya seperti sungai dan hutan rimba itu meliputi 70 persennya.
Baca juga: HK Optimis Tol Pekanbaru-Padang Seksi Pekanbaru-Bangkinang Selesai Tepat Waktu
"Ini yang terdampak trase yang dilalui di lima nagari itu. Pemancangan dilakukan jauh sebelum sosialisasi, tahun 2018. Sosialisasi baru 2020. Ini kami nilai pengangkangan prosedural, atau maladministrasi dilakukan penyelanggara," kata dia.
Sementara itu Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, pihaknya saat ini masih meminta dokumen kelengkapan. Sehingga apa yang disampaikan masyarakat dapat menjadi sebuah laporan.
"(Tapi) bagaimana pun, kami apresiasi upaya mereka untuk menjadi bagian yang terpenting dalam pembangunan sendiri. Sebenarnya aduan ini sejak Desember 2020 dengan cara mengirimkan laporan melalui WhatsApp," kata Yefri.
"Hari ini ingin menyampaikan secara lebih dan langsung. Semoga saja, kami dapat memproses jika dokumennya dengan lengkap. Karena hari ini kami masih meminta kelengkapan dokumen untuk memenuhi syarat untuk bisa dijadikan laporan di ombudsman," sambungnya. (Irwanda/ABW)