Langgam.id-Tim pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Nasrul Abit-Indra Catri (NA-IC) meminta agar paslon Mahyeldi-Audy Joinaldy didiskualifikasi sebagai peserta Pilgub Sumbar 2020.
Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum NA-IC, Vino Oktavia saat menyampaikan permohonan sebagai pemohon dalam sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumbar, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Menurut Vino, pasangan nomor urut 4 tersebut telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan terkait sumbangan dana kampanye.
"Paslon nomor urut 4 tidak melaporkan penerimaan sumbangan dana kampanye dari Kepala Satpol PP Padang Alfiadi, dalam bentuk barang berupa rumah yang disewakan dan telah digunakan menjadi Posko Utama Pemenangan Mahyeldi-Audy," terang Vino.
Ia menjelaskan, persoalan tersbeut telah dilaporkan ke Bawaslu Sumbar, namun tidak berlanjut. Pihaknya menilai Bawaslu tidak cermat, tidak teliti, dan tidak profesional sehingga menguntungkan paslon tersebut. Sumbangan dana tersebut tidak pernah dilaporkan ke KPU Sumbar.
Baca juga: Permohonan NA-IC di Sidang MK, Diskualifikasi Mahyeldi-Audy atau Pemilihan Ulang
"Apabila dinilai dengan uang, bantuan tersebut sebesar Rp 100 juta dan tidak pemah dilaporkan sebagai sumbangan dana kampanye perorangan kepada Termohon sampai pada tanggal 6 Desember 2020 oleh paslon nomor urut 4," katanya.
Dijelaskannya, dalam Pasal 52 PKPU 5/2017 menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dan paslon perseorangan yang melanggar ketentuan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai paslon.
Paslon tersebut dinilai melanggar Pasal 74 ayat (1) UU 10/2016 yang menyatakan dana kampanye pasangan calon yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik dapat diperoleh dari sumbangan partai politik dan atau gabungan partai politik yang mengusulkan paslon, sumbangan paslon dan atau, sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta.
Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dari perseorangan paling banyak Rp 75 juta. "Maka jelas sumbangan dana tersebut melebihi batas sumbangan dana kampanye perorangan berdasarkan PKPU 5/2017 paling banyak sebesar Rp 75 juta," ujarnya.
Selain melakukan pelanggaran penerimaan sumbangan dana kampanye perorangan yang telah melebihi batas yang ditentukan dan dilarang mengunakannya, serta wajib
dilaporkan kepada KPU Sumbar, paslon diduga juga melakukan pelanggaran memberikan keterangan yang tidak benar dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
Hal ini karena diduga telah memberikan keterangan yangtidak benar dalam LPPDK tertanggal 6 Desember 2020 terutama laporan pengeluaran kegiatan pertemuan terbatas, tatap muka dan pembuatan/produk iklan di media massa cetak dan elekronik dengan nilai pengeluaran adalah sebesar nol rupiah atau tidak ada pengeluaran.
Padahal, paslon tersebut telah melakukan kegiatan kampanye berupa pertemuan terbatas dan atau tatap muka secara masif di seluruh kabupaten kota di Sumbar. Sangat tidak logis apabila kegiatan kampanye pertemuan terbatas atau tatap muka tidak ada pengeluaran atau pengeluaran nol rupiah.
"Sekurang-kurangnya biaya komsumsi peserta pertemuan terbatas dan tatap
muka yang harus dilaporkan sebagai pengeluaran kegiatan kampanye, namun faktanya tidak pernah dilaporkan, tetap saja tercantum nol rupiah,"katanya.
Dalam petitumnya, pihak NA-IC meminta agar MK mendiskualifikasi Paslon Mahyeldi-Audy, karena telah melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (2) Juncto Pasal 9 ayat (2) juncto Pasal 52 PKPU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubemur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan sanksi pembatalan sebagai paslon.(Rahmadi/Ela)