Langgam.id - Sejumlah warga dari Kabupaten Limapuluh Kota mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar), Senin (9/11/2020). Mereka meminta agar pemerintah mengalihkan jalur tol yang melewati lahan produktif di wilayahnya.
Warga yang terdampak berada di 5 nagari yaitu, Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruh dan Nagari Gurun. Nagari itu berada di dua kecamatan yaitu Harau dan Payakumbuh. Warga meminta lokasi dipindahkan ke lahan yang tidak padat penduduk dan tidak produktif.
Salah seorang warga Jorong Tigo Balai, Nagari Lubuk Batingkok Ezi Fitriana (39) mengatakan di wilayahnya yang akan terdampak ada balai adat, musala, 2 pandam pekuburan, makam tokoh ulama di kampung tersebut, dan lainnya.
"Bagi kami itu sakral, mereka tokoh kami di kampung, makam leluhur, kemudian ada juga surau suluk kami kena," katanya di DPRD Sumbar, Senin (9/11/2020).
Selain itu dirinya juga punya usaha rumahan yang memiliki 50 orang karyawan. Usahanya bergerak membuat roti, pengolahan daging dan ikan, dan makanan. Jika dipaksakan jalan tol di sana maka ia kehilangan usaha serta 50 orang karyawan akan kena PHK.
"Saya sendiri ada 10 makam leluhur, kemudian pabrik saya yang sudah berdiri 15 tahun juga terkena, kemudian ada juga kebun saya sekitar 1 hektar, termasuk rumah saya," katanya.
Masyarakat menurutnya tidak anti jalan tol, tetapi hanya meminta titik jalan tol digeser. Kalau pun terpaksa terkena juga, cukup yang terkena itu hanya kebun dan sawah saja. Jangan sampai yang lainnya.
Menurutnya, masyarakat sudah komunikasi dengan sejumlah pihak seperti DPRD dan PUPR. Mereka prinsipnya menerima dan akan meneruskan aspirasi tersebut kepada pemerintah pusat. Sehingga warga tidak hanya bertemu petugas di lapangan saja.
Ia juga menyayangkan petugas di lapangan memberikan dua gambar desain jalan tol yang disosialisasikan di lapangan. Sehingga gambar yang berbeda tersebut membuat masyarakat seolah diadu domba. Sebab masyarakat yang sosialisasi ke dua berpikir bahwa gambar tersebut kesepakatan yang dilakukan oleh masyarakat pada sosialisasi pertama.
"Masyarakat yang disosialisasikan ke dua nuduh gambarnya kesepakatan masyarakat di sosialisasi pertama, sehingga kami gontok-gontokan, tidak ada yang diuntungkan, kami semua dirugikan," katanya.
Ia meminta agar pemerintah menghubungi seluruh masyarakat sekitar agar terjadi komunikasi. Kalau tidak, maka dialihkan pun akan terjadi lagi penolakan di masyarakat yang lainnya. Sebab kalau lokasi dipindahkan, tentu masyarakat yang lainnya jadi terdampak.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Sumbar Desrio Putra mengatakan berdasarkan klarifikasi dengan pihak pelaksana bahwa jalur yang dituntut masyarakat itu belum diputuskan. Pihak pelaksana juga menyiapkan ada 3 alternatif untuk memindahkan.
"Itu alternatif tetap mempertimbangkan jangan banyak rumah penduduk yang terkena, kemudian biaya konstruksi yang lebih rendah, termasuk biaya ganti rugi yang lebih rendah," katanya.
Nanti baru diputuskan mana jalur yang paling tepat dan paling tidak dirugikan masyarakat. Setelah itu baru dilanjutkan proses detail enginering design (DED). DPRD juga meminta agar pelaksana pembangunan melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Jadi masih panjang perjalanannya, kami juga minta sebelum diputuskan harus dilakukan sosialisasi maksimal, melibatkan semua stakeholder masyarakat, ninik mamak, wali nagari," katanya.
Kalau ada masyarakat yang tidak paham maka bisa diberi pengertian. Kemudian ganti rugi harus diberikan dengan ukuran yang layak. Kalau sudah duduk bersama tentu dapat dicarikan solusinya.
"Bisa disiapkan alternatif diberikan oleh perencana, tetapi mencarikan yang terbaik, cari yang paling minim memberikan dampak," ujarnya. (Rahmadi/SS)