Langgam.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Pariaman menilai indeks kerawanan pemilu di Sumatra Barat terutama di Kota Pariaman dalam pilkada serentak tahun ini tergolong tinggi, karena digelar di tengah pandemi Covid-19.
“Dalam kondisi pandemi covid-19 pada saat ini, ada beberapa Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dalam pelaksanaan pilkada tahun 2020 yang menjadi indikator pengawasan bagi Bawaslu,” ujar Riswan Ketua Bawaslu Kota Pariaman, dikutip dari laman resmi pemko, Minggu (18/10/2020).
Menurutnya, IKP pada saat pemilihan di tengah pandemi tersebut terdapat pada, pertama, penyelenggara pemilu terinfeksi Covid-19.
"Jadi kami secara berjenjang selalu menginformasikan ke jajaran yang lebih tinggi terkait penyelenggara kita, baik di tingkat desa dan kelurahan yang terinfeksi covid-19, dan ini sudah kita petakan alhamdulillah untuk Kota Pariaman belum ada yang menimpa jajaran kita," katanya.
Kedua, adalah penyelenggara pemilu yang meninggal karena Covid-19 juga dipetakan. Ketiga, penyelenggara pemilu yang tidak melaksanakan protokol kesehatan dalam melaksanakan tugas.
"Jadi ketika DPR dan Pemerintah beserta Penyelenggara sepakat untuk melanjutkan pilkada ditengah pandemi ini salah satu syaratnya itu adalah penyelenggara melaksanakan protokol kesehatan yang telah ditentukan," ujar Riswan.
Ia mengatakan Bawaslu sampai di tingkat desa dan kelurahan membekali dengan alat pelindung diri, juga memberikan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh petugas pemilu, sehingga dengan upaya tersebut diharapkan penyelenggara bisa terhindar dari penularan covid-19.
Kemudian IKP yang keempat, adalah terjadinya lonjakan pasien covid-19, kelima, lonjakan pasien covid-19 yang meninggal dunia, keenam, informasi tentang pasien covid-19 yang tidak tertangani oleh fasilitas kesehatan.
"Seperti yang kita ketahui bersama saat ini di kota pariaman terjadi lonjakan pasien terinfeksi covid-19. Ini juga menjadi acuan kita dalam menuntut indeks kerawanan," sebutnya.
Selanjutnya, IKP yang ketujuh, adalah penyelenggara pemilu mengundurkan diri terkait Covid-19, karena mungkin takut nantinya akan tertular sehingga yang bersangkutan mengundurkan diri untuk pencegahan tagar tidak tertular.
"Pada saat ini kita sedang melakukan rekrutmen tenaga pengawas TPS. Salah satu persyaratannya adalah para calon pengawas TPS tersebut harus bersedia melakukan rapid tes atau swab, dalam rangka komitmen kita bahwasanya penyelenggara atau petugas yang bertugas dalam kondisi tidak dalam tertular covid-19, serta mampu menjalan tugas pengawasan dalam masa pandemi covid-19. Inilah bentuk komitmen kita di Bawaslu untuk mencegah penularan covid-19 ini," jelasnya.
IKP berikutnya adalah masyarakat, tokoh masyarakat/organisasi kemasyarakatan menolak penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi.
"Setelah melihat berjalannya beberapa tahapan yang kita laksanakan itu berjalan dengan lancar, itu menunjukkan bahwa sebagian masyarakat kita menerima proses penyelenggaraan pilkada pada kondisi saat ini. Indikator kerawanan yang terakhir adalah perubahan status wilayah terkait pandemi," terang Riswan.
Jadi, imbuhnya, untuk keseluruhannya setelah tiga kali melakukan pemutakhiran IKP, ternyata kondisi Sumbar saat ini adalah yang paling rawan dari hasil proses yang secara berjenjang yang sudah dilakukan oleh Bawaslu untuk mencegah potensi kerawanan pemilu semakin tinggi dimasa pandemi.
“Semoga dengan adanya pemetaan IKP yang telah dilakukan oleh Bawaslu sebelumnya, kitaakan lebih mudah melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran pemilu, karena Bawaslu memiliki pengawas pemilu secara struktural hingga di tingkat desa dan kelurahan. Sehingga angka IKP bisa menurun meskipun dianggap sebagai wilayah rawan tinggi,” tuturnya. (*/HFS)