Langgam.id - Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengingatkan penyelenggara Pemilu untuk menegakkan protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada 2020. Bila tidak bisa, lebih baik Pilkada ditunda. Pusako mengingatkan, jangan sampai covid-19 malah jadi "pemenang" Pilkada.
Hal tersebut disampaikan Peneliti Pusako Hemi Lavour Febrinandez dalam siaran persnya, Senin (7/9/2020). Menurutnya, Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi covid-19 berpotensi membahayakan warga negara.
"Setidak-tidaknya per 6 September 2020, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat 243 dugaan pelanggaran di Indonesia. Sebagian besar terkait pengabaian protokoler kesehatan pada saat pendaftaraan calon kepala daerah," ujar Helmi.
Saat pendafataran Pilkada pada 4-6 September, menurutnya, mayoritas dipenuhi arak-arakan pendukung persis sama dengan keadaan sebelum pandemi. Padahal Pasal 49 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam covid-19 mewajibkan diterapkannya protokol kesehatan untuk mendaftarkan calon kepala daerah.
Artinya, arak-arakan dilarang. Bahkan lebih jauh Pasal 49 ayat (3) PKPU tersebut mewajibkan pendaftaran hanya dihadiri dua unsur, yaitu ketua dan sekretaris (atau sebutan lain) dari partai atau gabungan partai pengusung calon; dan/atau bakal calon perseorangan.
"Jika mengamati ketentuan tersebut dapat dipastikan seluruh calon melanggar protokol kesehatan dan melanggar ketentuan pendaftaran. Bukan tidak mungkin pada titik tersebut syarat administratif yang harusnya dilakukan para calon tidak dilaksanakan dan dapat berimbas pada permasalahan hukum. Hanya saja, dalam kondisi seperti itu tidak mungkin proses pencalonan dibatalkan karena seluruh pihak melanggar dan proses penyelenggaraan hendak dipaksakan terjadi," tutur Hemi.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan Sejumlah Klaster Potensial Covid
Pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan berbagai calon dan pendukungnya dapat dikatakan sangat serius dan dapat merusak kesuksesan penyelenggaraan Pilkada 2020. KPU merilis bahwa setidak-tidaknya pasca pendaftaran calon kepala daerah terdapat 37 bakal calon yang dideteksi positif covid-19 yang tersebar di 21 Provinsi. Data tersebut tidak menganalisa seberapa banyak para pendukung yang tergabung dalam arak-arakan yang terimbas pandemi tersebut.
Terlebih lagi, kata dia, kasus-kasus khusus yang berimbas pada kualitas penyelenggaraan juga terjadi, msalnya terdapat 96 Petugas Bawaslu Boyolali yang positif covid-19.
Kondisi serupa menurut Pusako juga terjadi di Sumatera Barat. Beberapa calon dinyatakan positif covid-19 setelah melakukan pendaftaran di KPU masing-masing daerah. Dalam pendaftaran ini, mereka juga membawa rombongan bahkan ada yang melakukan arak-arakan.
"Bahkan dilakukan pula oleh anak dan menantu Presiden yang mencalonkan diri sebagai salah satu kepala daerah di Kota Solo dan Medan. Seluruh calon tersebut membawa arak-arakan massa yang sesungguhnya melanggar ketentuan pendaftaran Pilkada di masa pandemik." ucap Helmi.
Pusako menilai, terjadi kelalaian serius yang dilakukan oleh empat pihak. Pertama, peserta Pilkada dalam hal ini calon dan partai pendukungnya. Kedua, penyelenggara Pemilu dalam hal ini para komisioner KPU dan KPUD serta Komisioner Bawaslu dan Bawaslu daerah-daerah. Ketiga, para pendukung yang memaksakan diri untuk hadir pada saat pandemik dan keempat, aparat, baik aparat penegak hukum maupun aparat dalam penanganan bencana non-alam covid-19 yang tidak bertindak membubarkan massa.
Menyikapi hal itu, Pusako menyarakankan agar pihak-pihak terkait lebih tegas memastikan penerapan protokol kesehatan di tengah pilkada, atau jika tidak mampu maka pilkada sebaiknya pilkada ditunda. Opsi lain yang direkomendasikan Pusako yakni pemberikan sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan.
"Sanksi dapat diberikan pada peserta yang tidak disiplin. Misalnya dengan mengurangi jatah waktu kampanye dan hal-hal lain yang efektif membuat jera peserta. KPU dan Bawaslu harus satu nafas yang sama dalam proses penyelengaraan ini," kata dia. (SS/ABW).