Langgam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan target penyaluran kredit lembaga jasa keuangan baik perbankan maupun perusahaan multifinance di Sumatra Barat ke angka 5 persen plus minus 1 plus dari sebelumnya 12 persen.
Kepala Perwakilan OJK Sumbar Misran Pasaribu mengatakan dampak Covid-19 juga mengganggu sektor keuangan, sehingga proyeksi pembiayaan terpaksa dievaluasi.
"Sejak Maret dampaknya sudah terasa. Makanya kami turunkan proyeksi kredit ke angka 5 persen plus minus 1 persen," katanya kepada Langgam.id, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dalam kondisi saat ini, bisa mencapai pertumbuhan 5 persen saja, sudah merupakan prestasi, karena sulitnya tenaga sales perbankan maupun leasing untuk menyalurkan kredit. Apalagi, sektor usaha juga mengalami dampak akibat wabah corona.
Meski menurunkan proyeksi dari 12 persen ke 5 persen plus minus 1 persen, namun OJK Sumbar belum menerima revisi rencana bisnis dari perbankan maupun leasing di daerah itu.
"(revisi rencana bisnis) belum. Biasanya akhir bulan ini, karena kan pengajuan revisi hanya satu kali," katanya..
Sebelumnya, Plt Direktur Utama Bank Nagari Syafrizal mengatakan dengan kondisi yang ada saat ini, sulit bagi perbankan untuk menyamai kinerja tahun sebelumnya. Apalagi, jika pandemi berlangsung lebih lama.
“Kondisinya berat. Kami bikin skenario pertumbuhan bisnis Bank Nagari di 2020, itu diprediksi 2-3 persen, dengan asumsi covid-19 sudah mereda di bulan Agustus,” katanya.
Apabila lebih lama, maka jelas pertumbuhan bisnis perseroan bakal lebih ambruk, seiring pertumbuhan ekonomi yang bisa jadi bakal negatif.
Adapun, Covid-19 memberikan dampak seignifikan terhadap sektor permbiayaan. Sekitar Rp15,35 triliun plafond kredit dari 304.052 nasabah bank dan leasing di daerah itu ikut terdampak dan berpotensi gagal bayar.
“Di Sumbar sangat terpengaruh. Data kami yang terdampak Covid mencapai 304.052 nasabah perbankan dan leasing dengan total outstanding pembiayaan Rp15,35 triliun,” kata Misran, Jumat (3/7).
Dari jumlah itu, imbuhnya, lebih dari setengahnya sudah mendapatkan persetujuan restrukturisasi atau penundaan pembayaran cicilan kredit.
Ia merinci, dari total jumlah nasabah terdampak tersebut, data per 22 Juni 2020 sebanyak 253.211 debitur dengan total pinjaman mencapai Rp11,13 triliun mengajukan penundaan cicilan, namun yang disetujui oleh perbankan dan perusahaan multifinance baru sebanyak 172.875 debitur dengan total pinjaman Rp9,55 triliun.
“Belum tentu semua debitur yang mengajukan penundaan akan disetujui, tergantung kondisi keuangan dan usahanya menurut penilaian bank maupun leasing,” katanya. (HF)