Langgam.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat (Sumbar), menilai Gubernur Sumbar Irwan Prayitno arogan dalam menyelesaikan polemik pembebasan lahan tol Padang-Pekanbaru.
Divisi Riset dan Database Walhi Sumbar Tommy Adam mengatakan, pembangunan jalan tol berdampak kepada masyarakat yang akan dilalui jalur tersebut, begitu juga dengan penetapan lokasi (penlok) juga termasuk wilayah produktif.
"Data yang kami temukan di lapangan, lokasi jalan tol berada pada kawasan padat penduduk dan produktif. Belum lagi soal nilai tanah yang bayarkan yang belum jelas," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (2/7/2020).
Selain soal lahan sebagai sumber penghidupan masyarakat, minimnya sosialisasi pemerintah terkait pembangunan jalan juga menjadi persoalan. Padahal, semuanya telah diatur dalam proses pengadaan tanah. Namun, implementasi di lapangan jauh panggang dari api. Dampaknya, warga kebingungan terhadap informasi pembangunan jalan tol.
"Melihat tipologi petani masyarakat di sana, kalau kita mengutip dari Erick Work masih bertipologi peasant, sehingga hasil sawah ladangnya untuk kebutuhan hidup mereka, dan kalau berlebih akan dijual untuk kebutuhan sekolah anak dan kebutuhan sekunder lainnya," ujarnya.
Menurutnya, tanah itu yang akan diambil oleh perusahaan, yang secara tidak langsung mengambil sumber-sumber penghidupan masyarakat petani. Hasil analisis Walhi Sumbar, overlay rencana pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru dengan Nagari di Sumbar terdapat sebanyak 74 nagari, 20 Kecamatan dan 7 kabupaten dan kota.
Kepala Departemen Kajian, Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar Yoni Candra mengatakan, pemerintah harus memikirkan bagaimana nasib para pemilik tanah masyarakat yang produktif jika diambil untuk pembangunan jalan tol.
"Seharusnya, pemerintah mengakomodir keberatan-kebaratan penetapan lokasi atau jalur yang akan dilewati jalan tol tersebut begitu juga dengan penentuan nilai tanah yang terpakai," ujarnya.
Ia menilai kurang tepat sikap dari Gubernur Sumbar terkait jalan tol tersebut. Seperti yang dikutip dari salah satu media online beliau menyebutkan, “kalau tidak bisa damai ya udah kita bawa ke pengadilan, tidak ada cerita tanahnya tidak kita pakai, paham ya”.
Sikap Gubernur Sumbar tersebut terkesan arogan, walau sudah dijelaskan dalam UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum telah menjelaskan proses pengakuan, mekanisme, peralihan dan pengadaan tanah untuk kepetingan umum begitu juga yang dijelaskan secara teknis dalam Peraturan Presiden 71/2012 tentang penyelanggraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepetingan umum.
"Kami menilai pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan jalan tol tersebut tidak menerapkan seutuhnya apa yang tertuang dalam peraturan dan kearifan lokal sehingga masih banyak terdapat masyarakat yang menolak," katanya. (Rahmadi/ICA)