Langgam.id - Masyarakat Minangkabau tidak boleh kehilangan jati dirinya saat merantau. Nilai-nilai budaya Minang harus tetap dipegang dalam menjalani kehidupan dan memberikan manfaat bagi banyak orang di sekitarnya.
Hal ini disampaikan oleh tokoh Minang, Meutia Hatta dalam Open Teleconference Dialog Internasional “Budaya Merantau Masyarakat Minang Dulu, Sekarang dan Masa yang Akan Datang”, yang diadakan secara virtual oleh Minang Diaspora Network-Global (MDN-G) Bidang Adat, Budaya dan Agama dan Universitas YARSI, Sabtu (30/5).
Ia mengatakan di Minang ada pepatah yang mengatakan ka rantau madang di hulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu di rumah paguno balun. Pepatah ini mengajarkan agar pemuda merantau untuk menjadi orang pandai.
"Saya sangat senang dengan pesan ini, marantau lah anak muda. Jadi pesannya laki laki merantau, banyak pilihannya mau belajar agama, ilmu, bisnis atau berdagang," katanya.
Ia melihat banyak orang Minang yang merantau sangat berprestasi. Harusnya mereka membawa ciri khasnya tersendiri, sebab ada tokoh yang merantau seringkali meniru dan tidak membawa nilai-nilai Minang.
Banyak perantau yang berhasil menjadi insinyur, dokter, ahli hukum, akedemisi, seniman dan banyak lainnya yang berprestasi. Perantau Minang tidak kalah dengan perantau dari suku bangsa lainnya.
"Saya melihat perantau itu ada tapi tidak menjadi jati dirinya sendiri, ada satu masa nilai-nilai Minangnya hilang," katanya.
Pada era teknologi sekarang ia juga melihat banyak tokoh Minang muda yang muncul. Mereka menggeluti berbagai bidang. Mereka memiliki potensi besar untuk kemajuan negara.
Mereka tidak boleh kehilangan jati diri sebagai orang Minang. Falsafah seperti alam takambang menjadi guru, nilai-nilai kebersamaan, dan lainya harus dihidupkan lagi.
"Jadi ikatan dengan tanah adat dan leluhur tetap ada, kalau pun ditanya dimana kampung tentu akan disebut kampung halamannya," ujarnya.
Selain itu orang Minang juga harus mampu melihat dirinya sebagai bangsa Indonesia dan berkontribusi untuk kemajuan negara. Peran perantau harus bisa berkontribusi kepada negara tanpa harus kehilangan budaya suku bangsanya.
"Dimana bumi di pijak di situ langit dijunjung, harus menyesuaikan diri dalam tugas dan sebagainya, harus menjadi tokoh yang memikirkan negara," katanya.
Apalagi orang Minang ikut mendirikan bangsa, maka sudah seharusnya menjadi tokoh sebagai orang Indonesia. Persatuan dan kesatuan merupakan darah orang Minang. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk kemajuan Indonesia seperti membangun teknologi.
"Sebab kemajuan sebuah bangsa ada pada bangsa itu sendiri, maka jadilah tokoh yang berkontribusi, bukan cuma di Indonesia tetapi juga di luar negeri," katanya.
Ia mencontohkan kepada perantau yang kaya, mungkin bisa membuat sekolah di daerah yang butuh. Sebab banyak potensi anak bangsa yang dapat dikembangkan lewat pengembangan ilmu. (Rahmadi/Osh)