Langgam.id- Sastrawan asal Kabupaten Solok, Sumatra Barat Alizar Tanjung, menulis dua puisi tentang pandemi corona atau Covid-19.
Alizar merupakan alumni UIN Imam Bonjol Padang. Ia telah menerbitkan buku cerpen berjudul Jemari yang Saling Genggam (Kakilangit, 2015) dan Novel Anak-anak Karangsadah (Erka, 2016).
Berikut puisinya:
Igau Corona
setelah lamang itu matang,
bertemu mata pisau dan ujung sendok,
diiris tujuh, ditata di atas piring,
dihidangkan di atas karpet pandan,
dia menunggu lidah dan gigi siapa
yang bakal bertemu setelah doa
dipatikan, hari baik bulan baik
dipersuntingkan.
“gabak di hulu oh cewang di hilir,
ruas dan buku enggak bertemu
rupanya pada buluh yang memanggangku.”
lamang masih tetap saja utuh,
salahkah kiranya tukang masak memotong
buluh, mana ekor mana kepala?
sebab itu rantau itu tidak pulang,
ah, bukan, terlarang kata ‘pulang’.
lamang merutuk ketan, santan,
daun pisang, buluh, api. “kau hidangkan
juga aku di masa corona pantek ini
kalau rantau dan kampung harus dipupus.”
2020
***
Daun Pintu Toko Sebelah
daun pintu toko sebelah menutup rapat
tiga sisi pintu udara masuk dan keluar.
dia kunci satu engsel tengah dari dalam,
kita harus menutup rapat segala bisik
yang kedengaran. dia kunci engsel atas,
di balik lubang angin, di luar pintu teriak
dan tangis kehilangan bunyi. dia kunci
engsel bawa, duka dari dalam toko
mesti kita tanggung seperti piuhan di hulu pusar
yang naik ke ubun-ubun.
angin dari luar mengetok pintu, teriak
corona, pandemi, wabah, selebihnya
terdengar ‘ngu ngu ngu’ selepas itu,
seperti ada kata ‘negara, atau ‘kota’,
atau entahlah, “hanya mimpi, besok
saat terbangun berharap semua kembali
seperti sedia kala.” daun pintu itu bicara
pada dirinya sendiri, celana, rok,
baju, singlet, kaos kaki. daun pintu
menoleh ke pemilik toko, memandang
jauh ke dalam mata, ini hari ketiga
pemilik toko, bini, tiga orang anak,
mengikat perutnya erat-erat, sungguh
ini bakal berlanjut. Sungguh terlalu.
2020