Data Johns Hopkins University terus memperlihatkan penambahan kasus infeksi corona di seluruh dunia. Angkanya sudah melebihi dua juta kasus hingga 15 April 2020 ini.
Kota New York, Amerika Serikat memiliki kasus terbanyak hingga saat ini. Lima negara di bawahnya adalah Spanyol, Italia, Jerman, Prancis dan Inggris. Jumlah ini berkaitan dengan kepadatan penduduk dan persentase pengujian yang telah dilakukan.
Sekilas, keberhasilan penanganan dapat diukur dari jumlah peningkatan kasus perhari, jumlah yang sembuh, dan jumlah kematian. Namun hal yang penting yang mempengaruhi keberhasilan ini adalah modal yang dimiliki suatu negara atau bangsa.
Sejak 17 Maret, pemerintah Australia mengimbau seluruh warga negaranya yang berada di luar negeri untuk segera pulang ka Australia. Jika mereka menemui kesulitan untuk kembali maka diminta segera menghubungi Departemen Luar Negerinya. Mulai 20 Maret pukul 9 malam, pemerintah Australia menutup akses untuk semua orang masuk ke Australia, kecuali warga negaranya dan permanent resident.
Selain itu, sudah tidak boleh masuk perbatasan Australia. Masing-masing pemerintah negara bagian kemudian mengumumkan rencana dan prosedur penutupan perbatasan sejak 25 Maret. Ada hal yang boleh masuk dan tidak boleh masuk. Tiap negara bagian memiliki perbedaan dalam hal ini sesuai dengan potensi dan kebutuhan masing-masing.
Mulai 17 Maret itu jualah kasus di Australia meningkat pesat. Puncak kasus terjadi pada 28 Maret, 460 kasus per hari. Semua yang baru tiba dari luar negeri diperiksa dan wajib isolasi mandiri di rumah masing-masing. Hasil pemeriksaan ini menyebabkan tingginya grafik warga yang terinfeksi.
Sampai saat ini, Australia masih menjadi negara dengan persentase pengujian sampel tertinggi. Dua minggu setelah puncak, jumlah kasus makin berkurang dan jumlah angka kesembuhan meninggi.
Total kasus hingga 16 April 2020 adalah 6.462, sembuh 3.688, dan meninggal 63. Kenyataan data ini tentu berkaitan erat dengan apa yang dilakukan dalam masa-masa sebelum puncak dan apa yang terus dibenahi.
Jumlah penduduk yang tidak begitu banyak (25 jutaan), dan wilayah yang luas adalah hal yang menguntungkan. Sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang memadai membuat ancaman wabah tidak begitu berat. Tingkat kepatuhan warga dan kepercayaan terhadap pemerintah adalah modal besar bagi Australia.
Kondisi berberda terlihat pada negara maju lain seperti Amerika Serikat. Amerika memiliki jumlah penduduk padat (328 jutaan) dan sedang mengalami krisis kepemimpinan. Kebijakan yang diambil akan berpengaruh terhadap biaya dan efektifitas penerapannya sesuai dengan karakter warga negaranya.
Sebagai sama-sama negara multi etnis dan multi-kultural, kedua negara maju ini dapat dibandingkan. Tentunya, kharisma, sejarah dan tatanan negara adalah faktor penentu utama perbedaan.
Kenyataan lain, situs resmi pemerintah Indonesia melaporkan telah ada 5.136 kasus pada 15 April 2020. Angka kesembuhan 446 dan kematian 469 (lihat https://www.covid19.go.id/). Angka kasus terus bertambah meski ada penurunan berarti pada 13 April.
Penurunan ini tentu berkaitan dengan semakin siapnya pemerintah dalam menangi kasus dan semakin pahamnya masyarakat terhadap pandemik. Namun angka-angka tesebut tidak begitu diyakini banyak pihak. Hal ini dikaitkan dengan bagaimana pemerintah Indonesia menyikapi wabah semenjak dunia menyatakan pandemi terhadap novel corona virus ini.
Tidak saja mendapatkan kepercayaan kurang dari dunia, masyarakat sepertinya juga pesimis. Ini semakin kurang baik setelah kebijakan-kebijakan kontroversial yang dikeluarkan pemerintah. Mulai dari penyataan meremehkan wabah, tenaga kerja asing, hingga pembebasan nara pidana. Kenyataan ini membuat sulitnya dalam menentukan puncak wabah dan perkiraan untuk masa depan.
Kontroversi antara pemerintah pusat dengan daerah menambah persoalan. Indikasi politik dapat dilihat jelas, selain dari pada kebijakan yang sering berubah. Penggunaan istilah yang tidak terbakukan adalah persoalan yang dianggap sepele namun berdampak besar.
Istilah lockdown dan social distancing sangat lazim pada awalnya. Ini tentu didukung oleh pemasyarakatan oleh media. Muncul lagi istilah karantina wilayah hingga PSBB. Dalam pandangan efektifitas makna, akronim bukanlah pilihan yang tepat. Kesimpulannya, bukan penyelesaian masalah, malah menambah masalah.
Harapan selanjutnya tertuju kepada tokoh agama sebagai pemimpin kharismatik. Namun ini juga tidak menunjukan harapan. Banyaknya aliran dan golongan Islam contohnya, malah menambah keruh persoalan.
Kebebasan membangun media publik dapat dilihat sebagai faktor yang menentukan. Masing-masing ustadz lazim memiliki kanal YouTube atau Facebook, kemudian menyerukan pemahamannya. Perbedaan pemahaman ini melahirkan persoalan baru.
Tarik-menarik terus terjadi meski sudah ada fatwa MUI. Persoalan ini cukup mereda setelah ada beberapa kasus positif dengan masjid serta pengajian sebagai tempat penyebaran.
Walaupun begitu, Indonesia masih memiliki modal lain, yaitu struktur tradisional. Keberhasilan Sultan Yogyakarta adalah hal yang jelas dan diakui. Pengunaan Bahasa Jawa sangatlah efektif. Tidak sekedar itu, bagaimana sultan dimaknai dan ditempatkan dalam hati sanubari masyarakat Yogyakarta adalah faktor yang sangat menentukan.
Struktur tradisional yang kebetulah selaras dengan struktur organisasi pemerintahan di daerah ini, menjadi modal yang kuat. Ada keselarasan antara struktur sosial dengan struktur bathin masyarakat Jawa.
Untuk Sumatera Barat dengan mayoritas orang Minangkabau, hal ini tentu dapat dicontoh. Struktur sosial kemasyarkatan di Sumatera Barat memang kurang selaras dengan struktur batin orang Minang. Ketua RT biasanya adalah sumando, sementara sumando dalam bathin Minangkabau tidak diberikan kekuasaan selain mengurus sesuatu di dalam biliknya saja.
Walaupun begitu, modal dasar kebangsaan, yaitu bangsa Minangkabau dapat diterapkan dalam menghadapi wabah corona ini. Modal itu adalah ikatan kekerabatan seperti mamak-kemenakan dan sanak-sudaro.
Hubungan ini sangat berharga saat ini dalam memaklumi situasi negara dan tokoh agama. Mari kita urus anak-kemenakan kita masing-masing dan kita jaga sanak saudara kita sakampuang.
*Nofel Nofiadri: Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang dan mahasiswa Program Ph.D di Deakin University Australia