Langgam.id - Banyaknya korban meninggal akibat pandemi Covid-19 dari kalangan medis membuat prihatin Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH. Keprihatinan itu disampaikannya dalam Rapat Pleno Komite I DPD RI, Senin 6 April 2020.
“Pak Ketua, patut menjadi perhatian kita juga tentang alat pelindung diri (APD) yang dikeluhkan dokter dan para medis. Secara nasional sudah 30 orang dokter dan paramedis yang meninggal. Ada semacam kecemasan dari mereka. Untuk itu kita melalui pimpinan perlu mendesak pemerintah untuk melengkapi APD ini. Harus ada sikap nyata DPD RI terhadap hal ini,” ujar Leonardy di dalam rapat jarak jauh yang memakai fasilitas zoom meeting itu.
Ditegaskan Leonardy, masker dan hand sanitizer ada banyak partisipasi dari masyarakat. Tapi untuk APD ini sangat perlu sekali pemerintah hadir dalam pemenuhannya, sehingga keselamatan mereka pun terjamin dalam melaksanakan tugasnya.
Lebih membuat miris adalah kenyataan dimana 100 rumah sakit di Indonesia punya layanan internasional, tapi alat perlindungan diri buat tenaga medis dan paramedis tidak ada.
“Sangat disayangkan. Rumah sakit berstandar internasional tidak punya alat perlindungan diri bagi tenaga medis dan paramedis yang menangani penyakit menular dan berbahaya,” tukasnya.
Leonardy membeberkan fakta dari 198 orang yang meninggal akibat Covid-19 itu sebanyak 30 orang berasal dari kalangan medis dan paramedis. Tenaga medis (dokter) yang meninggal itu 12 orang diantaranya sudah profesor dan subspesialis.
Pantas rasanya, kata Leonardy, kita prihatin terhadap fakta yang berkembang saat ini. Itu artinya perhatian terhadap mereka yang berada di garda terdepan penyembuhan Covid-19 ini tidak diberi perlindungan yang memadai oleh rumah sakitnya dan pemerintah.
“Tidak salah kiranya, kalangan medis dan paramedis khawatir akan keselamatan diri mereka. Kita pun harus khawatir Indonesia bakal kekurangan dokter ahli spesialis dan subspesialis pasca wabah Covid-19. Ini harus jadi perhatian bersama,” ujarnya.
Bahkan kata Leonardy, para dokter ahli bahkan yang sudah guru besar itu sulit mencari penggantinya. Harus ditunggu dulu mereka menyelesaikan pendidikannya. Dan itu pun waktunya tidak sebentar.
Walinagari/Lurah Harus Proaktif
Masyarakat di seluruh pelosok Sumbar khususnya dan Indonesia umumnya pasti menanti langkah-langkah positif dari pemerintahnya. Walinagari/Lurah beserta perangkatnya harus proaktif menenangkan masyarakatnya.
Sebagai garda terdepan bagi pemerintah dalam pelayanan masyarakat, Walinagari/Lurah beserta perangkatnya diminta mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan wabah Covid-19. Walinagari bisa menggunakan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat. Lurah pun dapat menggunakan dana kelurahan.
“Walinagari/Lurah jangan hanya menunggu instruksi atau bantuan dari atas. Ambil langkah-langkah kecil tapi berdampak besar. Misal dengan menyebarkan info positif terhadap warga, juga memberdayakan warganya membuat masker kain,” ujarnya.
Walinagari sembari menunggu keputusan pemerintah bisa memanfaatkan ibu-ibu rumah tangga di daerahnya untuk membuat masker dari kain. Masker-masker ini yang dibagikan ke masyarakat dibandingkan menunggu masker dari pemerintah atau lembaga yang peduli. Manfaatkan masa-masa harus berdiam diri di rumah dengan sebaik-baiknya.
Dengan banyaknya masker kain buatan ibu-ibu rumah tangga, harga masker kain yang dijual cukup mahal saat ini dan harga masker buatan pabrik pasti akan turun drastis, biarkan masker buatan pabrik itu untuk tenaga medis dan paramedis yang berjuang bagi kesembuhan saudara kita yang positif terkena corona. Leonardy mengajak masyarakat optimis akan keberhasilan kebersamaan dan turut serius dalam penanganan wabah Covid-19 atau korona.
Leonardy mencontohkan, Cekoslowakia yang awalnya menganggap sepele gerakan memakai masker akhirnya harus memakainya setelah diwajibkan oleh pemerintah. Bahkan kaum ibu lansia diberdayakan membuat masker-masker kain. (inforial)