Langgam.id - Konten-konten seputar Ranah Minang dan musik Hip-hop bergenre Minang serta #OtaLamak yang menampilkan sosok inspiratif berdarah Minang, Rahmad Hidayu mulai dikenal publik. Akun YouTube atas nama Dayu Koto telah memproduksi 103 video hingga saat ini.
Pantauan Langgam.id dari akun YouTube milik Rahmad Hidayu, saat ini sudah memiliki subcriber sebanyak 43,5 ribu. Sementara, di akun instagram dengan nama Dayu Koto itu juga menampilkan karya-karyanya dalam bentuk video.
Menariknya, Rahmad Hidayu atau yang akrab dikenal dengan nama Dayu Koto itu memproduksi karya dari perantauan. Pria berusia 33 tahun itu berasal dari Mantan Ibu Kota Indonesia itu dikenal cukup kreatif.
Melalui program #OtaLamak, Dayu Koto juga telah mempersembahkan video-video wawancara dengan sosok Ricky Komo, Billy Syahputra hingga Rano Karno.
Masih banyak lagi artist ternama berdarah Minang telah diwawancarai Dayu Koto. Tak jarang, setelah menonton video Dayu Koto, masyarakat Sumbar baru mengetahui bahwa sosok di dunia hiburan itu ternyata memiliki darah Minang.
Ide konten kreatif Dayu Koto ini cukup diterima positif dari para pengikutnya di YouTube. Bahkan hingga kini, episode Ota Lamak telah mencapai yang ke-41 dan akan terus bertambah.
"Respon netizen cukup baik, lebih dari harapan saya. Saya ciptakan Ota Lamak dan akan terus dipertanhan. Kalau penerimaan uang dari YouTube ya naik turun, tapi Alhamdulilah lumayan," kata Dayu Koto saat bincang-bincang bersama Langgam.id via telepon, Sabtu (14/3/2020) malam.
Upaya Dayu Koto untuk terus berkembang di dunia YouTube saat ini, tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, dirinya berkarya di perantauan. Pria kelahiran 28 Februari 1986 itu, tengah mengadu nasib kerasnya Ibu Kota Jakarta.
Dayu Koto mulai merantau setelah dirinya menjadi wisudawan Sistem Informasi Universitas Putra Indonesia (YPTK) Padang. Tepat pada tahun 2010 silam bermodal tekad, buah hati pasangan (Almarhum) Yunus Rajo Batuah dan Farida Hariyani Ini memberanikan diri untuk menginjak kaki di Jakarta.
Meskipun terbang ke Jakarta, namun Dayu Koto ternyata tak sama sekali membawa ijazah pendidikannya. Memang, niatnya untuk merantau saat itu bukan melamar pekerjaan, melainkan ingin mengubah kehidupan.
"Mimpi saya ke Jakarta sudah melenceng dari akademis. Prinsip ke rantau dulu tidak mau kerja sama orang. Ijazah tidak ada dibawa, marah orang tua," cerita Ayah satu anak ini.
Awal di perantauan, Dayu Koto sempat ikut casting sana-sini menjadi pemain figur di beberapa sinetron FTV dengan bayaran Rp400 ribuan. Dalam setahun, dirinya paling banyak hanya dapat casting empat episode.
Selama hidup di Jakarta, Dayu Koto pun hanya bisa numpang berpindah-pindah ke kediaman beberapa rekannya. Bahkan dalam menjadi pemain figuran itu, ia hanya mampu bertahan selama dua tahun.
"Saya tersingkir dengan segala minus saya di dunia itu. Akhirnya pada suatu hari bertemu abang sekampung di Tanah Abang. Cerita-cerita apa keterampilan saya, apa skill saya," ujarnya.
Tak ada pilihan, bertahan atau pulang ke kampung halaman, akhirnya dari dunia casting Dayu Koto beralih sebagai desain grafis di kawasan Tanah Abang. Di sini, ia mulai bekerja membuat brand pakaian untuk diproduksi.
"Kerja sampai lima bulan, waktu itu dikasih ibarat pelepas makan aja, berupa cash bon Rp250 satu bulan. Bayangkan di Jakarta, jalan kaki. Kadang minum air keran masjid ketika sebelum wudhu," kenangannya.
Bergelut di dunia desain grafis, membuat Dayu Koto mulai jenuh dan seakan dirinya tak berkembang. Kala itu, ia bertemu rekannya yang cukup sukses di perantauan. Kemudian dipercayai memegang satu toko di Tanah Abang milik rekannya.
"Jadi anak buah toko, cabang sekian saya pegang satu. Kerja angkat barang ini, gaji saat itu Rp250 per minggu. Pekerjaan ini juga berjalan hanya satu setengah tahun. Singkat cerita, saya mencoba berusaha sendiri di dunia dagang," katanya.
Dayu Koto mencoba mulai membuka usaha sendiri. Berawal modal Rp5 Juta hasil pinjaman, ia berhasil produksi brand pakaian sesuai permintaan toko konsumen. Dengan berdarah-darah saat itu, usaha yang dikelolanya sendiri dapat untung Rp20 ribu satu lusin pakaian.
Ia mencoba bertahan dan mengumpulkan uang meski menahan selera di tengah kehidupan Jakarta yang keras. "Di Tanah Abang hitungan dari lebaran ke lebaran.
Tutup buku pertama, alhamdulillah terkumpul. Seumur hidup tak pernah memegang uang segitu," ceritanya.
Jerih payahnya yang membuahkan hasil, membuat Dayu Koto kian semangat. Pada akhir tahun 2013, ia kembali ke kampung halaman dan meminang pujaan hatinya kala menempuh pendidikan di perguruan tinggi, bernama Adira.
Usai menikah, ia membawa istri tercinta ke Jakarta dan tinggal di sebuah rumah kontrakan. Di sini, Dayu Koto beserta istrinya kembali memulai kehidupan baru.
"Berputar otak lagi, kembali cari pinjaman. Saya harus punya toko pakaian, ada duit waktu itu, tapi sisanya engga cukup kontrakan satu tahun. Merangkak tahun pertama, akhirnya punya toko dan brand sendiri dan memiliki karyawan," katanya.
Di tengah kesibukannya di dunia bisnis dagang, Dayu Koto mencoba mengembangkan hobinya di dunia musik yang telah dilakukannya sejak duduk di bangku SMP. Dari sinilah ia mencoba membuat akun YouTube di akhir tahun 2017.
Ia mencoba membuat lagu bergenre hip hop Minang yang 70 persen menceritakan pengalaman hidupnya di perantauan. Lirik serta arasemen lagu, buah hasil diciptakannya sendiri. Karyanya itu, kemudian di-posting melalui akun YouTube Dayu Koto.
Lagu-lagu Dayu cukup diterima baik para pendengar, khususnya masyarakat Sumbar. Mulai dari judul lagu Rantau Batuah, Jakarta Kareh hingga Mandi Paluah. Setidaknya, hingga kini sudah ada sekitar 20 lagu yang diciptakan Dayu.
"Respon alhamdulillah positif, banyak didengar orang. Musik continue sekali sebulan ada terus. Akhirnya ada lagu saya yang sempat disorot komunitas Minang. Ditawarkan performance di Bandung. Nah, dari sana mulai konten musik," jelasnya.
Berjalannya waktu, Dayu tak jarang mendapat job manggung dalam beberapa event yang digagas perantau Minang di Pulau Jawa. Dari panggung ke panggung, membuat Dayu Koto kian berkarir di industri permusikan.
Meskipun awalnya fokus ke musik, Dayu mencoba konten baru yang kini kian dikembangkan, yaitu Ota Lamak tersebut. Tujuannya secara tidak langsung, ia ingin menjalin ikatan sesama para perantau berdarah Minang di wadah kanal Youtube-nya.
"Dalam artian, saya membuat Minang ini bersatu, ada wadahnya di tempat saya (Ota Lamak). Bahwa Minang ini, dengan menghadirkan sosok berprestasi dan menginspirasi membuka wawasan orang. Lupa atau tidak tahu, bahwa Minang ini hebat," tuturnya. (Irwanda/ZE)