Langgam.id – Pengacara BSN, Anggota DPRD Sumbar yang juga Komisaris PT BIP, Irfan Surya Harahap meminta Kejaksaan Negeri Padang menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap kliennya yang disangkakan terkait dugaan korupsi kredit fiktif.
“Klien kami, BSN tidak melakukan tindakan korupsi. Dia menjalani proses keuangan yang sesuai prosedural dalam pinjaman perbankan. Kondisi pembayaran di bank sampai saat ini masih lancar kok,” kata Pengacara BSN, Irfan Surya Harahap SH dalam penjelasan resminya kepada media di Jakarta, Kamis (4/12/2025) lalu.
Kejaksaan Negeri Padang, di awal kepemimpinan Kajari Koswara SH melakukan penggeledahan kantor dan rumah yang diduga milik BSN, Senin (17/11/2025) lalu. Belakangan diketahui kantor yang digeledah bukan milik PT BIP dan BSN.
Tindakan Kejaksaan Negeri Padang ini sebagai upaya menguasai aset PT BIP dan BSN yang diduga melakukan praktik korupsi dalam proses penerbitan Bank Garansi yang kemudian dilanjutkan dengan perjanjian penyelesaian hutang senilai Rp32 miliar, untuk mencapai angka Rp 34 miliar yang sebelumnya sekitar Rp 2 M telah dibayar.
“(Jadi) hari ini ada penggeledahan sekaligus penyitaan di perkantoran PT BIP dan rumah (BSN) dalam rangka memperkuat penyidikan dan mengamankan aset untuk penggantian kerugian negara,” jelas Koswara, usai penggeledahan.
Koswara menyebut tindakan korupsi dilakukan BSN dan istrinya adalah dalam bentuk kredit fiktif. Padahal dalam faktanya realisasi kredit itu ada.
Irfan menyebutkan, pada awalnya, BSN mengajukan Bank Garansi untuk membayarkan kewajiban perusahaan kepada PT Semen Padang. Bank Garansi ini kemudian dicairkan secara sepihak oleh PT Semen Padang, atau tanpa sepengetahuan BSN.
Atas dasar itu, BSN kemudian melakukan perjanjian penyelesaian hutang dengan pihak bank dan disetujui nilai keseluruhannya Rp32 miliar.
Dengan skema ini, kemudian BSN membayar kewajibannya menjadi sebesar Rp500 juta tiap bulannya dan telah dimulai sejak bulan April 2025 sampai saat ini, sehingga sisa kewajiban BSN adalah sebesar hutang lebih Rp25 miliar. Sampai sekarang pembayaran pinjaman ini, disebut Irfan masih lancar.
Bahkan, total aset BSN yang dimasukan ke dalam agunan pinjaman sudah melebihi sisa pinjaman kepada bank.
Irfan menjelaskan, pada saat pengajuan agunan dalam proses pengurusan pinjaman, kliennya memang sempat memasukan 10 sertifikat tanah yang dibeli dari mitra bisnisnya di Dumai.
Sertifikat ini dianggap pihak kejaksaan sebagai tidak layak karena nilainya tidak sebesar transaksi yang diajukan kepada pihak bank. Kejaksaan menduga ada main mata antara BSN dengan pihak bank.
Padahal, kata Irfan, sertifikat ini sudah diklarifikasi kepada BPN Dumai sah dan memiliki tanah sesuai dalam sertifikat. Jika kemudian berdasarkan apraisal terakhir nilainya berkurang dan volume tanahnya tidak sebesar di dalam sertifikat, Irfan menyatakan itu bukan salah kliennya.
“Klien saya membeli tanah tersebut dari mitra bisnisnya dan sudah diapraisal oleh MB Pro, serta diakui oleh pihak bank. Jika kemudian berdasarkan penilaian terakhir jumlah tanahnya menyusut, itu kerugian bagi klien saya. Dia tertipu. Lalu kenapa dia disebut melakukan manipulasi?,” tanya Irfan, dan atas dugaan penipuan ini BSN juga sudah melaporkan ke Polres Dumai dan menurut informasi dari Polres dumai perkara tersebut sedang berproses.
Soal 10 sertifikat ini menjadi awal bagi pihak Kejaksaan untuk menggiring BSN kepada dugaan korupsi. Soal ini dilaporkan oleh LSM kepada Kejaksaan.
Tetapi sebelumnya, jelas Irfan, soal 10 sertifikat ini sempat dibawa BSN ke pengadilan Tata Usaha Negara Dumai dan menang. Tergugatnya adalah BPN Dumai.
Irfan meminta pihak Kejaksaan melihat kasus yang ditimpakan kepada kliennya dengan azas praduga tak bersalah. Sebab kliennya tidak pernah melakukan korupsi sebesar Rp34 miliar seperti disangkakan Kejari Padang. Angka kerugian negara ini muncul setelah BPKP Sumbar melakukan audit atas pinjaman BSN yang nilai akumulatifnya memang sebesar Rp34 miliar.
Namun, seperti dijelaskan Irfan, kredit senilai Rp34 itu ril ada dan telah dibayar cicilannya secara rutin Rp500 juta per bulan oleh BSN. Sementara, jumlah agunan yang diserahkan BSN kepada pihak bank, sudah melebihi dari sisa pinjamannnya.
“Lalu dimana unsur korupsinya?” tanya Irfan.
Dia meminta pihak kejaksaan untuk melakukan cek ulang kembali atas kewajiban pembayaran yang dilakukan oleh BSN kepada pihak bank, supaya diketahui apakah dugaan korupsi yang dilakukan kliennya cukup bukti atau tidak.
“Saya sekali lagi mengajak untuk melihat masalah yang menimpa klien saya sebagai azas praduga tak bersalah. Sebab harus memiliki dua alat bukti yang cukup. Dan klien kami sangat menghormati proses hukum yang sedang betlangsung,” pungkas Irfan.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Padang Koswara SH yang dihubungi melalui jaringan pribadinya terkait alasan pengenaan dugaan tindakan korupsi terhadap BSN, masih belum menjawab. (*)






