Langgam.id — Sebuah gagasan pembangunan negara yang berakar pada nilai-nilai Islam klasik disampaikan secara mendalam di Universitas Andalas (UNAND), Senin (10/11/2025). Melalui kegiatan bertajuk Siri Jelajah Malaysia Madani, delegasi dari Malaysia mengkampanyekan konsep pembangunan berkeadaban yang menempatkan nilai-nilai Islam sebagai fondasi utama.
Dato’ Ahmad Azam bin Ab Rahman, Penasihat Khas Menteri Luar Negeri Malaysia Bidang Kemanusiaan dan Pembangunan Semula, hadir menyampaikan kuliah umum bertema “Malaysia Madani: Model Pembangunan Negara Kontemporer, Inspirasi Kota Madinatun Nabi, Solusi Keamanan Global” di Gedung Pustaka UNAND, Kampus Limau Manis.
Kehadiran Dato’ Azam bersama rombongan dari Persatuan Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH), Persatuan Cendekiawan Minang Malaysia (PCMM), dan Kolej Dar Al-Hikmah (KDH) menjadi bagian dari upaya memperkenalkan gagasan Malaysia Madani ke berbagai kalangan akademisi di Asia Tenggara.
Dalam paparannya, Dato’ Azam — yang juga menjabat Presiden WADAH — menegaskan bahwa konsep Malaysia Madani berangkat dari refleksi sejarah panjang perjuangan generasi muda Malaysia pada era 1970-an. Saat itu, katanya, muncul kesadaran untuk menjadikan Islam tidak hanya sebatas ritual keagamaan, tetapi juga sistem nilai yang membentuk tatanan sosial dan pemerintahan.
“Perjuangan menegakkan Malaysia Madani merupakan perjalanan panjang. Kami ingin menjadikan Islam bukan hanya untuk ibadah, tetapi sebagai solusi terhadap persoalan kehidupan dan pembangunan,” ujarnya.
Dato’ Azam menambahkan, semangat tersebut muncul dari kesadaran bahwa pascakemerdekaan, Malaysia masih mewarisi sistem peninggalan kolonial. Maka, generasi muda kala itu berupaya membangun sistem baru yang berpijak pada nilai-nilai Islam. Kini, hasil dari proses panjang itu mulai tampak, salah satunya pada dunia pendidikan anak usia dini di Malaysia yang telah menerapkan hafalan Al-Qur’an dalam kurikulumnya.
Rektor Universitas Andalas, Efa Yonnedi, menyambut baik kehadiran Dato’ Azam dan gagasan Malaysia Madani yang diusungnya. Menurut Efa, konsep tersebut memiliki semangat yang sejalan dengan pembangunan peradaban Madinah di masa Rasulullah SAW.
“Ketika Rasulullah mendirikan Madinah Al-Munawwarah, beliau tidak sekadar membangun sebuah kota, tetapi membangun peradaban. Dalam semangat yang sama, Malaysia Madani hadir sebagai upaya menerjemahkan nilai-nilai peradaban Islam klasik ke dalam konteks negara modern,” ujarnya.
Efa menegaskan bahwa Malaysia Madani bukan sekadar slogan politik, melainkan kerangka konseptual bagi pembangunan yang berlandaskan kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Ia menilai konsep tersebut mampu mempertemukan antara iman dan ilmu, modernitas dan moralitas.
“Konsep ini mengingatkan kita bahwa agama bukan penghambat kemajuan, melainkan sumber nilai yang menuntun arah kemajuan itu sendiri,” tambahnya.
Rektor Efa juga melihat relevansi yang kuat antara gagasan Malaysia Madani dengan arah pembangunan di Indonesia. Ia menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam menghidupkan nilai-nilai peradaban di ruang akademik.
“UNAND sebagai institusi ilmu dan peradaban memiliki tanggung jawab untuk menjadikan gagasan seperti ini hidup di lingkungan kampus,” ujarnya.
Harapannya kampus menjadi laboratorium peradaban, tempat iman, ilmu, dan amal berpadu untuk melahirkan manusia unggul — cerdas berpikir, berjiwa sosial, dan berakhlak mulia.
Efa mengungkapkan kerjasama UNAND selama ini dengan perguruan tinggi, lembaga maupun swasta Malaysia sudah berjalan sangat baik. Bahkan, Malaysia merupakan negara nomor satu dalam hal jumlah kerjasama dengan UNAND.
