InfoLanggam - Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tanah Sareal yang berada di Kedungbadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, sudah hampir sembilan bulan beroperasi dalam menyiapkan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
SPPG Tanah Sareal ini resmi melayani kebutuhan gizi masyarakat pada 6 Januari 2025. Sebelumnya, selama tiga bulan atau sejak November 2024, SPPG ini tak berhenti belajar menyiapkan santapan yang bergizi dan higienis.
SPPG Tanah Sareal memproduksi lebih dari 3.500 porsi MBG setiap harinya. Makanan itu didistribusikan ke-15 sekolah TK, SD, SMP, dan SMA sederajat yang berada pada radius 5 kilometer dari lokasi dapur SPPG.
Selain anak sekolah, penerima manfaat MBG ini adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Selama beroperasi tersebut, SPPG Tanah Sareal ini mampu mempertahankan status zero accident atau nol kesalahan dalam menyiapkan program MBG. Tata kelola yang baik jadi kunci memberi pelayanan maksimal untuk ribuan penerima manfaat setiap harinya.
"Intinya, kami mengawasi mulai dari proses bahan makanan masuk sampai makanan disajikan," ujar Ahli Gizi SPPG Tanah Sareal, Countessha Nicola (Tessa) dilansir dari rilis Badan Komunikasi Pemerintah, Selasa (23/9/2025).
Tessa mengungkapkan bahwa anggota tim melalukan kontrol kualitas sebelum bahan masuk ke ruangan. Bahan yang kualitasnya kurang dipisahkan. Tim juga memisahkan tempat penyimpanan untuk bahan makanan kering dan bahan makanan basah.
Selanjutnya, terang Tessa, setelah proses pemilahan, bahan makanan basah seperti daging hingga bumbu-bumbu, dimasukkan ke tempat pendingin.
"Suhu lemari pendingin disesuaikan dengan jenis bahan makanan. Misalnya, daging disimpan di suhu di bawah -15 derajat Celcius. Bumbu masak juga disimpan di tempat pendingin," ucapnya.
Tessa menyebutkan, proses memasak dimulai pukul 01.00 WIB dini hari untuk menu-menu yang membutuhkan pengolahan yang cukup lama seperti daging. Untuk menu-menu sederhana, proses memasak biasanya dimulai pukul 02.00 WIB.
"Untuk pemorsian dan pengemasan, kami start pukul 05.00 WIB karena tentunya ada proses pendinginan terlebih dulu," tutur Tessa.
Tessa mengatakan bahwa proses pendinginan ini menjadi salah satu kunci makanan tidak cepat basi. Jika langsung dikemas selagi masih panas, maka itu akan meningkatkan kontaminasi bakteri.
"Karena ada penguapan air, kemudian akan menjadikan makanan tersebut rentan basi," sebut Tessa.
Ia menambahkan, bahwa setelah proses pengemasan selesai, makanan didistribusikan ke sekolah. Pukul 07.00 WIB makanan harus sudah tiba di sekolah untuk disantap oleh para penerima manfaat, terutama siswa TK, PAUD, dan SD.
Tessa mengayakan, SPPG Tanah Sareal juga menerapkan shift untuk para pekerjanya yang berjumlah total 46 orang. Proses memasak gelombang kedua dilakukan pukul 07.00 WIB.
Tahap pemorsian dan pengemasan di sesi kedua ini dilakukan pada pukul 09.00 WIB untuk dikirim ke penerima manfaat pukul 11.00 WIB. Paket MBG tahap kedua ini untuk dikirimkan bagi penerima manfaat SMP dan SMA sederajat.
"Untuk makanan, golden time pada saat disajikan itu baiknya dalam waktu kurang dari 4 jam. Nah, apabila lebih dari itu, sebenarnya makanan sudah rentan basi," Tutur Tessa.
Menyimpan sampel
Tahapan lain yang tanpa pernah luput dilakukan SPPG Tanah Sareal adalah uji organoleptik. Makanan yang sudah siap saji, sebelum didistribusikan, akan melewati uji panca indra mulai dari penglihatan, penciuman, perasa, peraba, hingga pendengaran.
"Aroma, rasa, hingga warnanya seperti apa. Kemudian kita simpan food sample-nya," ujar Tessa.
Menurut Tessa, setiap SPPG diharuskan menyimpan contoh makanan. Sampel makanan ini akan disimpan maksimal 14x24 jam atau dua minggu.
"Jadi, food sample ini gunanya untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan untuk dicek jika ada kejadian yang tidak diinginkan," sebutnya.
Kemudian, kata Tessa, penggunaan APD juga sudah menjadi prosedur standar dari tahap masuknya bahan baku hingga tahap akhir pengemasan. Masker, penutup kepala, sarung tangan, dan alas kaki yang higiensi menjadi barang wajib untuk dipakai saat bekerja.
"Semua harus dalam keadaan higienis. Jadi, tidak ada kontaminasi dari pegawai sendiri pada makanan yang sudah diproduksi," ungkap Tessa.
Selain itu, pemilihan menu juga dilakukan secara serius. Tak sekadar bervariasi, menu yang disajikan harus sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG).
"Misalkan, untuk anak sekolah susunya harus berapa mililiter. Kemudian, untuk buahnya itu harus berapa gram. Jadi, jangan sampai ada buah atau makanan yang tidak sesuai gramasinya. Kalau tidak sesuai berarti kami tidak bekerja maksimal," bebernya.
Selanjutnya, kata Tessa, pada tahap akhir, SPPG Tanah Sareal juga memilah sampah dari MBG. Sampah yang dipilah terdiri atas sampah sisa makanan dan sampah bahan makanan.
"Sampah-sampah ini didistribusikan untuk pengusaha kecil di sekitar lokasi SPPG, seperti peternak lele atau peternak maggot," ujar Tessa. (*)