Langgam.id - Laju inflasi Sumatera Barat (Sumbar) pada Agustus 2025 tercatat sebesar 2,89 persen year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi tersebut didorong oleh tingginya harga komoditas pangan, terutama cabai merah dan bawang merah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, inflasi bulanan (m-to-m) pada Agustus 2025 mencapai 0,52 persen. Secara tahun kalender (y-to-d), inflasi di Sumbar tercatat sebesar 2,59 persen.
"Pendorong utama inflasi secara umum pada Agustus 2025 adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau yang mengalami kenaikan harga sebesar 1,56 persen dengan andil inflasi 0,51 persen," ujar Kepala BPS Sumbar Sugeng Arianto di Padang, Senin (1/9/2025).
Beberapa komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok pengeluaran ini antara lain cabai merah dengan andil sebesar 0,19 persen dan bawang merah dengan andil sebesar 0,16 persen. Selain itu, beras juga turut menyumbang andil inflasi sebesar 0,05 persen, disusul cabai rawit (0,04 persen), telur ayam ras (0,03 persen), daging ayam ras, buncis, cabai hijau, ikan gembolo/ikan asoaso, dan sigaret kretek mesin yang masing-masing menyumbang andil sebesar 0,02 persen.
Di sisi lain, beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada kelompok ini antara lain adalah jengkol, tomat, santan segar, kelapa, jeruk, dan daun seledri.
Selain kelompok makanan, minuman dan tembakau, beberapa kelompok pengeluaran lainnya juga mengalami inflasi, yaitu pakaian dan alas kaki (0,01 persen), perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumahtangga (0,03 persen), kesehatan (0,07 persen), pendidikan (0,16 persen), dan perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,12 persen).
Semua kabupaten/kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumatera Barat tercatat mengalami inflasi. Inflasi bulanan (m-to-m) tertinggi terjadi di Pasaman Barat sebesar 1,01 persen, diikuti Dharmasraya (0,73 persen), Bukittinggi (0,56 persen), dan Padang (0,35 persen).
Secara tahun kalender (y-to-d), inflasi tertinggi juga terjadi di Pasaman Barat (3,25 persen), Dharmasraya (3,13 persen), Bukittinggi (2,57 persen), dan Padang (2,32 persen). Inflasi tahunan (y-on-y) tertinggi pun tercatat di Pasaman Barat sebesar 3,96 persen, diikuti Dharmasraya (3,42 persen), Bukittinggi (2,75 persen), dan Padang (2,53 persen).
Selain itu, BPS Sumbar juga mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar pada Agustus 2025 mencapai 132,67, mengalami peningkatan sebesar 3,70 persen dibanding bulan sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan harga hasil produksi petani sebesar 4,64 persen, yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan harga untuk kebutuhan konsumsi maupun biaya produksi dan penambahan barang modal yang hanya 0,91 persen.
Peningkatan NTP terjadi pada subsektor tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan. Namun, NTP subsektor peternakan mengalami penurunan.
Sementara itu, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Sumbar pada Agustus 2025 sebesar 137,50 juga mengalami peningkatan sebesar 4,56 persen. Peningkatan ini didorong oleh harga hasil produksi petani yang meningkat 4,64 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penambahan barang modal sebesar 0,08 persen.
Indeks Konsumsi Rumah Tangga Tani di Sumbar pada Agustus 2025 juga meningkat 1,11 persen. Peningkatan ini dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau (1,95 persen); pakaian dan alas kaki (0,02 persen); perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga (0,12 persen); kesehatan (0,02 persen); rekreasi, olahraga, dan budaya (0,08 persen); pendidikan (0,95 persen); dan perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,23 persen).
Meskipun demikian, beberapa kelompok pengeluaran lainnya mengalami penurunan, yaitu perumahan, air, listrik, dan bahan bakar lainnya (0,02 persen), transportasi (0,86 persen), dan informasi, komunikasi, dan jasa keuangan (0,01 persen).