Langgam.id - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) merilis kajian terbaru yang menyoroti peluang, hambatan, sekaligus tantangan dalam memanfaatkan momentum libur nasional sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata.
Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenpar, Martini Mohamad Paham, menjelaskan kajian bertajuk “Dampak Libur Nasional terhadap Sektor Pariwisata” ini disusun untuk memberi gambaran komprehensif tentang bagaimana libur Tahun Baru, Isra Mikraj, Imlek, Lebaran, libur sekolah, hingga Natal memengaruhi mobilitas wisatawan.
“Momentum libur nasional kerap menjadi pemicu utama pergerakan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Namun, pemanfaatannya masih belum merata. Ada destinasi yang kewalahan menghadapi lonjakan kunjungan, keterbatasan kapasitas layanan, hingga promosi yang belum selaras dengan kalender libur,” ujar Martini, dilansir pada Minggu (24/8/2025).
Menurutnya, memahami pola ini penting karena pariwisata berperan strategis bukan hanya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, tapi juga memperkuat identitas budaya dan membuka lapangan kerja.
Data BPS 2024 menunjukkan, jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) melonjak menjadi 1,02 miliar perjalanan, naik dari 839,7 juta pada 2023. Lonjakan signifikan tercatat pada periode libur sekolah, cuti bersama, dan hari raya nasional pertengahan tahun lalu.
Kenaikan mobilitas wisatawan tersebut berdampak langsung pada berbagai sektor: okupansi hotel meningkat, restoran dan atraksi wisata ramai, sektor transportasi bergeliat, hingga UMKM lokal turut merasakan multiplier effect.
Meski begitu, masih ada tantangan klasik seperti kemacetan, keterbatasan fasilitas publik, dan isu kebersihan lingkungan. “Ini menjadi pekerjaan rumah yang memerlukan kolaborasi lintas pihak agar destinasi semakin kompetitif,” kata Martini.
Asisten Deputi Manajemen Strategis Kemenpar, I Gusti Ayu Dewi Hendriyani, menambahkan kajian ini juga mendalami dampak libur sekolah di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan okupansi hotel naik hingga 60 persen, kunjungan destinasi melonjak 73,1 persen, dan pendapatan hotel serta destinasi meningkat masing-masing 40 persen dan 80,7 persen.
Dari sisi sosial, liburan sekolah terbukti menjadi sarana rekreasi sekaligus mempererat hubungan keluarga. Sebanyak 58,9 persen wisatawan memilih berlibur bersama keluarga, dengan 99,3 persen di antaranya mengaku puas atau sangat puas dengan pengalamannya.
“Kajian ini memberikan rekomendasi jangka pendek hingga menengah, mulai dari penguatan promosi berbasis kalender libur nasional, manajemen kapasitas destinasi, hingga peningkatan kualitas layanan di musim puncak. Sinergi lintas sektor mutlak diperlukan,” tegas Dewi.
Ia berharap kajian ini dapat menjadi dasar kebijakan yang lebih adaptif dan tepat sasaran. “Dengan pendekatan terintegrasi, inklusif, dan berkelanjutan, momentum libur nasional bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan instrumen penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi daerah sekaligus memperkuat ekosistem pariwisata nasional,” ujarnya. (*/Yh)