Langgam.id - Pemerintah memperketat anggaran belanja negara dengan menerapkan efisiensi di berbagai kementerian. Meskipun upaya efisiensi ini dilakukan agar tidak mengganggu layanan publik, kondisi ekonomi global yang tidak stabil tetap harus diantisipasi melalui pola hidup hemat dan efisien.
“Salah satu tanda ketidakpastian ekonomi dunia adalah gelombang PHK besar-besaran yang melanda pabrik-pabrik berorientasi ekspor. Sejak akhir 2024 hingga kuartal pertama 2025, puluhan ribu pekerja di Pulau Jawa telah kehilangan pekerjaan,” ujar Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso dalam keterangan tertulisnya.
Pemerintah juga berusaha menciptakan lapangan kerja dengan membuka dapur untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang ditargetkan mampu menyerap 15 juta tenaga kerja atau sukarelawan.
Namun, menurut KH Chriswanto, pelaksanaan program ini belum optimal karena masih menghadapi kendala anggaran dan operasional.
“Dalam kondisi seperti ini, masyarakat harus mampu menjalani hidup dengan sederhana. Hidup efisien tetapi tetap bekerja keras, itulah konsep muzhid-mujhid dalam Islam. Artinya, kita tidak hidup berlebihan atau terlalu prihatin, tetapi tetap berusaha dengan sungguh-sungguh,” bebernya.
Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, ketika banyak pekerja mengalami PHK, KH Chriswanto mengingatkan masyarakat untuk menerima keadaan ini dengan tawakal.
Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak bereaksi secara emosional, melainkan terus mencari peluang pekerjaan. Jika krisis disikapi dengan emosi, hal itu justru dapat memicu krisis sosial yang lebih luas.
Oleh karena itu, ia mengajak umat Islam untuk meningkatkan kepedulian sosial. Keluarga yang lebih mampu diharapkan membantu keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi akibat PHK atau kebangkrutan usaha.
“Dengan cara ini, permasalahan ekonomi dapat tertangani dalam jangka pendek,” ujar KH Chriswanto.
Selain itu, ia mengimbau para kepala daerah yang baru terpilih dalam Pilkada untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan berkurangnya anggaran belanja kementerian yang berdampak pada dinas di tingkat provinsi, PAD dapat menjadi solusi.
“Potensi pajak dan retribusi daerah harus dimanfaatkan secara maksimal tanpa membebani masyarakat kelas bawah yang bekerja di sektor informal,” ucapnya.
Menurutnya, pengeluaran daerah sebaiknya dialokasikan untuk program-program yang benar-benar mendesak dan berdampak luas bagi masyarakat. Sementara itu, proyek pembangunan daerah, dapat dilakukan melalui kerja sama dengan sektor swasta menggunakan skema investasi atau kemitraan publik-swasta (Public-Private Partnership).
Yang paling penting dalam menghadapi krisis, menurutnya, adalah komunikasi yang efektif. Dengan akses informasi yang baik, masyarakat dapat memahami kondisi keuangan daerah, sehingga ketidakpercayaan dan keresahan dapat dihindari.
“Kepala daerah yang baru memang menghadapi tantangan besar akibat kondisi keuangan negara yang sulit, sementara kebijakan tunda bayar dapat menimbulkan dampak yang kompleks. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti optimalisasi PAD, efisiensi anggaran, dan komunikasi publik yang baik, roda pemerintahan tetap dapat berjalan secara efektif,” ujarnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam merancang program dan menyusun anggaran di masa depan. Pemborosan yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa perubahan budaya birokrasi sangat diperlukan agar lebih bertanggung jawab. (*)