InfoLanggam - Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia masih mengkaji pemberlakuan sertifikasi bagi para pendakwah.
"Masih sedang kita kaji, apakah perlu disertifikasi atau tidak," ujar Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag RI, Kamaruddin Amin.
Kamaruddin menjelaskan bahwa Kemenag sudah melakukan sertifikasi kepada para juru dakwah di Indonesia sebelum munculnya kasus ucapan dai kondang Miftah Maulana.
Kemenag di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, terang Kamaruddin, telah melatih sekitar 12 ribu lebih dai dari berbagai organisasi masyarakat (ormas).
Ia mengatakan, bahwa pelatihan yang diberikan mencakup materi moderasi beragama. Dimana bertujuan agar pendakwah mengedepankan sikap saling menghormati dan menghargai, termasuk pula peningkatan kapasitas wawasan kebangsaan.
"Jadi, seorang penceramah itu tidak hanya pintar dalam ilmu agama, namun juga harus memiliki wawasan kebangsaan serta memiliki jiwa nasionalisme," terang Kamaruddin.
Selain itu, kata Kamaruddin, Kemenag melibatkan peran serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga berbagai lembaga terkait untuk menyertifikasi para juru dakwah. Namun, setelah mencuatnya kasus Miftah Maulana, Kemenag masih mencari mekanisme yang tepat.
Kamaruddin mengungkapkan, bahwa pendakwah yang belum tersertifikasi dari Kemenag bukan berarti tidak bisa menyiarkan agama Islam. Sebab, di sisi lain kebutuhan penceramah di Indonesia juga masih terbatas.
"Di Indonesia terdapat 100 ribu lebih majelis taklim serta 800 ribu masjid. Dengan keterbatasan jumlah juru dakwah saat ini, Kemenag memahami persoalan tersebut mesti disikapi dengan bijak," tuturnya.
"Masyarakat boleh berceramah dan Kementerian Agama telah mengeluarkan surat edaran yang berisi rambu-rambu bahwa penceramah harus memiliki pengetahuan yang memadai," sambung Kamaruddin. (*)