Langgam.id - Pakar Politik Universitas Andalas, Prof. Asrinaldi, menilai langkah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Dharmasraya menunjukkan pragmatisme politik.
PKS, yang sebelumnya dikenal sebagai partai oposisi, kini memilih bergabung dengan koalisi presiden terpili. Termasuk dalam koalisi untuk Pilkada Dharmasraya yang hanya menyisakan calon tunggal.
“Kalau logika PKS sebelumnya, mereka berada di luar pemerintahan. Tapi ada pernyataan dari elit PKS yang mengakui mereka tidak bisa mengembangkan partai dan konstituen jika terus-menerus menjadi oposisi. Mau tidak mau, PKS harus bergabung dengan pemerintahan,” kata Asrinaldi, Selasa (17/9/2024).
Ia menjelaskan bahwa untuk bisa populer, partai memerlukan program-program dari pemerintahan yang dapat langsung dirasakan masyarakat. Dalam posisi oposisi, partai sulit mendapatkan keuntungan politik. Asrinaldi melihat bahwa alasan ini membuat PKS memilih bergabung dengan pemerintahan demi keuntungan jangka pendek.
“Memang, akhirnya pragmatisme seperti inilah yang menghinggapi cara pikir elit politik kita. Partai mengejar kekuasaan, karena posisi oposisi tidak memberikan apa-apa,” tegasnya.
Dalam konteks Pilkada Dharmasraya, yang kini hanya memiliki satu calon tunggal, Asrinaldi menyebut bahwa keputusan PKS untuk tidak mengusung calon sendiri menunjukkan bahwa partai ini tunduk pada agenda besar Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+), yang mendominasi arena politik lokal.
“Dharmasraya, secara elektoral, sebenarnya tidak terlalu signifikan. Tapi, ada agenda besar KIM+ di baliknya. Kita tahu siapa yang dicalonkan di sana dan kaitannya dengan kekuasaan,” jelas Asrinaldi.
Keputusan PKS untuk tidak mengajukan calon sendiri dalam Pilkada Dharmasraya dianggap merugikan demokrasi. "Demokrasi itu membutuhkan kontestasi, dan jika hanya ada calon tunggal, tentu partisipasi masyarakat akan minim," tambahnya.
Prof. Asrinaldi juga mengkhawatirkan bahwa minimnya pilihan bagi pemilih bisa mendorong munculnya gerakan untuk memenangkan kotak kosong, sebagai bentuk pembangkangan terhadap pilihan elit politik.
Mestinya partai politik mengakomodir kepentingan rakyat. "Dalam demokrasi, kontestasi adalah hal utama. Banyaknya calon akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Jika hanya ada satu calon, mana ada partisipasi? Jika keinginan masyarakat tidak diakomodir oleh elit politik, mereka mungkin enggan berpartisipasi," ujar Prof. Asrinaldi. (DH/Fs)