*Penulis: Dwi Fitri Meirina Sari (Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)
Setiap organisasi, besar atau kecil, memiliki peluang untuk terkena krisis. Krisis dapat terjadi karena kesalahan internal organisasi, seperti kesalahan prosedur, kelalaian organisasi dan tindakan oknum dalam organisasi yang tidak bertanggung jawab. Krisis bisa saja terjadi tanpa adanya dugaan atau prediksi sebelumnya. Yang mana tentunya adanya krisis dapat mengancam eksistensi serta reputasi suatu perusahaan atau organisasi. Salah satu aspek krusial dalam mengelola krisis adalah kemampuan pihak manajemen untuk berkomunikasi dengan efektif. Krisis komunikasi yang tidak tertangani dengan baik tentunya dapat menghambat usaha perusahaan untuk berkembang secara signifikan (Muindi, 2021). Dalam era globalisasi dan media sosial yang menghubungkan informasi dengan kecepatan yang luar biasa, artinya perusahaan harus siap menghadapi berbagai tantangan termasuk krisis yang dapat timbul setiap saat.
Pada umumnya, krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak mempunyai implikasi negatif pada perusahaan dari pada sebaliknya. Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tidak terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul krisis yang dapat mengancam keberadaanya. Menurut Devlin (2007) a “crisis” is an unstable time for an organization, with a distinct possibility for an undesirable outcome. Yang berarti krisis merupakan suatu keadaan tidak stabil bagi suatu organisasi, dengan adanya kemungkinan untuk hasil yang tidak diinginkan. Selain itu, krisis dapat didefinisikan sebagai ancaman signifikan terhadap operasi yang dapat memiliki konsekuensi negatif jika tidak ditangani dengan baik.
Krisis manajemen sendiri dapat berupa bencana alam, kegagalan produk, skandal internal, atau masalah hukum yang mempengaruhi citra perusahaan secara keseluruhan. Namun, sering kali bukan krisis itu sendiri yang merusak reputasi, melainkan bagaimana perusahaan merespons dan berkomunikasi selama krisis tersebut (Tatontos, 2023). Manajemen komunikasi dalam konteks krisis harusnya memiliki kemampuan untuk mengelola informasi dengan tepat waktu, jelas, dan konsisten. Dalam situasi krisis, informasi yang tidak tepat atau tidak lengkap dapat menciptakan kebingungan di antara pemangku kepentingan perusahaan seperti karyawan, pelanggan, investor, dan masyarakat umum.
Penanganan krisis dengan komunikasi yang tidak tepat atau bahkan buruk dapat memperparah situasi yang sudah buruk, sementara jika ditangani dengan bentuk komuniasi yang baik maka dapat membantu mengurangi dampak negatif dan memulihkan reputasi perusahaan atau organisasi. Artinya dengan kata lain diketahui bahwa fatalnya dampak krisis terhadap orgaisasi atau perusahaan sebenarnya diminimalisasi jika perusahaan memiliki kemampuan untuk mengelola krisis.Krisis komunikasi yang tidak tertangani dengan baik dapat memiliki konsekuensi yang serius bagi sebuah organisasi atau perusahaan.
Kondisi krisis komunikasi merupakan sebuah situasi yang dapat menimbulkan efek berkelanjutan operasional bisnis perusahaan pada masa yang akan datang, perlakuan dalam tiap tahapan krisis akan membantu meminimalisir reaksi negatif publik terhadap perusahaan yang dapat dilakukan oleh seorang public relations officer. Ketika suatu perusahaan menghadapi situasi krisis, seperti skandal, kecelakaan, atau masalah produk, tanggung jawab untuk mengelola dampaknya pada citra perusahaan jatuh pada pundak Public Relation Officer (PRO). Peran mereka dalam mengelola krisis sangat vital, karena dapat mempengaruhi reputasi, kepercayaan publik, dan kelangsungan bisnis perusahaan. Seorang PRO harus siap untuk merespons krisis dengan cepat dan tepat. Mereka harus memonitor berita dan media sosial untuk mendeteksi isu-isu yang berkembang dan memberikan tanggapan yang segera. Penundaan dalam menanggapi krisis dapat meningkatkan eskalasi masalah dan merusak reputasi perusahaan. Selain itu seorang PRO harus dapat menyusun pesan krisis yang jelas, akurat, dan konsisten untuk disampaikan kepada semua pihak terkait. Pesan tersebut harus mengandung informasi yang penting, tanggapan perusahaan terhadap situasi, langkah-langkah yang diambil untuk menangani krisis, dan komitmen untuk memperbaiki masalah untuk menghindari dampak buruk yang dapat terjadi pada perusahaan.
Adapun dampak-dampak tersebut nantinya dapat menghambat suatu organisasi atau perusahaan untuk berkembang. Yang mana perkembangan suatu organisasi atau perusahaan tersebut dapat terhambat lantaran beberapa factor berikut:
- Kehilangan Kepercayaan dan Reputasi
Para investor atau pemangku kepentingan mungkin kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan jika mereka merasa informasi yang diberikan tidak jujur atau tidak akurat.
- Penurunan Nilai Pasar
Ketidakpastian yang disebabkan oleh komunikasi yang buruk bisa mengakibatkan penurunan nilai saham atau kepercayaan dari investor.
- Peningkatan Litigasi
Komunikasi yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko hukum dan dapat mengundang tuntutan hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.
- Ketidakstabilan Internal
Karyawan mungkin merasa cemas atau kehilangan kepercayaan terhadap manajemen perusahaan jika komunikasi internal tidak jelas atau tidak konsisten.
Untuk menghindari dan mencegah segala kemungkinan dampak buruk yang dapat terjadi, maka perlu adanya strategi manajemen krisis komunikasi yang efektif (Nasrul, 2023). Hal ini ditujukan untuk membentuk strategi yang terstruktur dan komprehensif yang dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut:
- Pendekatan Proaktif
Perusahaan harus memiliki rencana komunikasi krisis yang sudah terbentuk sebelumnya. Rencana ini harus mencakup identifikasi potensi krisis, tim respons krisis, serta saluran komunikasi yang akan digunakan.
- Transparansi dan Kejujuran
Komunikasi yang transparan dan jujur adalah kunci untuk membangun kepercayaan. Perusahaan harus memberikan informasi yang akurat dan lengkap kepada semua pemangku kepentingan.
- Respons Cepat dan Tepat
Tanggapan yang lambat dapat memperburuk situasi. Perusahaan harus merespons krisis dengan cepat dan memberikan informasi yang diperlukan kepada pemangku kepentingan secepat mungkin.
- Konsistensi dalam Komunikasi
Pesan yang disampaikan harus konsisten di semua saluran komunikasi, baik itu media sosial, surat kabar, atau dalam pertemuan langsung.
- Evaluasi dan Pembelajaran
Setelah krisis mereda, perusahaan harus melakukan evaluasi terhadap tanggapan yang telah diberikan. Pembelajaran dari pengalaman ini dapat membantu perusahaan memperbaiki proses dan strategi komunikasi untuk menghadapi krisis di masa depan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka dapat kita simpulkan bahwa dalam dunia bisnis yang terus berkembang dan berubah, kemampuan untuk mengelola krisis komunikasi dengan baik adalah kunci untuk memastikan kelangsungan dan pertumbuhan sebuah usaha. Komunikasi yang efektif selama krisis tidak hanya melindungi reputasi perusahaan, tetapi juga membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan. Dengan menerapkan strategi yang tepat dan belajar dari pengalaman masa lalu, perusahaan dapat mengatasi krisis komunikasi dengan lebih efektif dan meminimalkan dampak negatifnya. Artinya dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip manajemen komunikasi yang efektif, perusahaan dapat melindungi reputasi mereka dan mengubah krisis menjadi peluang untuk memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan serta meningkatkan kemajuan usaha secara keseluruhan.
REFRENSI :
Devlin, Edward, S. 2007. Crisis Management Planning and. Execution. Auerbach
Publications.
Muindi, B., & Kiarie, C. (2021). University Crises in Africa: A Situational Crisis
Communication Theory Case Study of Daystar University, Kenya.
Communicatio, 47(2), 79–95.
Nasrul Efendi, Muhamad Bisri Mustofa, Jalu Damar Jati, & Siti Wuryan. (2023).
Komunikasi Krisis dalam Meningkatkan Resiliesi pada Organisasi Ikatan
Pelajar Muhammadiyah Kota Bandar Lampung. Jurnal Kopis: Kajian
Penelitian Dan Pemikiran Komunikasi Penyiaran Islam, 6(1), 92-106.
Tatontos, F. A., Silalahi, J. E., & Hasnawati, S. D. (2023). Kajian Manajemen
Komunikasi Krisis Kasus Rudapaksa dalam Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2021. Innovative: Journal Of Social
Science Research, 3(2), 8557–8574.