Kesantunan Berbahasa dalam Penyelesaian Konflik: Perbedaan Pendekatan antara Pria dan Wanita

Kesantunan Berbahasa dalam Penyelesaian Konflik: Perbedaan Pendekatan antara Pria dan Wanita

Oktavia Ramadhani (Foto: Dok. Pribadi)

Kesantunan berbahasa adalah aspek krusial dalam komunikasi antarindividu, terutama saat menangani konflik. Perbedaan dalam cara pria dan wanita berkomunikasi dan menunjukkan kesantunan bahasa mereka saat menghadapi situasi konflik mencerminkan dinamika yang kompleks yang sering kali menentukan hasil dari interaksi tersebut. Wanita cenderung mengadopsi pendekatan yang lebih emosional dalam menangani konflik. Mereka sering mengungkapkan perasaan mereka secara langsung dan memprioritaskan pemahaman serta empati terhadap perasaan lawan bicara.

Dalam situasi konflik, wanita menggunakan bahasa yang menunjukkan kepekaan terhadap emosi, seperti "Saya merasa sangat terganggu dengan situasi ini" atau "Saya mengerti bahwa kamu merasa seperti itu." Pendekatan ini bertujuan untuk membangun atau mempertahankan hubungan yang harmonis dengan mengakui dan menghormati perasaan pihak lain. Selain itu, wanita juga sering menggunakan strategi mitigasi dalam komunikasi konflik. Strategi ini mencakup penggunaan pujian atau penyampaian kritik dengan cara yang lebih halus dan tidak langsung untuk mengurangi potensi konfrontasi langsung. Contohnya, mereka mungkin mengusulkan, "Bagaimana jika kita mencoba pendekatan lain?" sebagai alternatif untuk mengekspresikan ketidaksetujuan secara tegas.

Di sisi lain, pria sering memilih pendekatan yang lebih praktis dan fokus pada solusi saat menghadapi konflik. Mereka cenderung menggunakan bahasa yang lebih langsung dan tegas untuk menyampaikan pandangan mereka atau menyarankan langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah, seperti "Mari kita cari solusi yang bisa bekerja untuk semua orang" atau "Kita perlu menyelesaikan ini segera.

"Pria sering menunjukkan lebih sedikit ekspresi emosional dalam komunikasi konflik mereka dan lebih menonjolkan logika serta efisiensi dalam mencapai penyelesaian. Pendekatan ini mencerminkan orientasi pria yang lebih terfokus pada identifikasi masalah dan pencarian solusi praktis, daripada mempertimbangkan secara mendalam aspek emosional atau interaksi personal dalam konflik tersebut. Mereka cenderung mengutamakan efisiensi dan hasil akhir yang konkret, yang dapat terlihat kurang sensitif atau kurang responsif terhadap kebutuhan emosional pihak lain.

Perbedaan ini juga tercermin dalam penggunaan bahasa non-verbal. Wanita cenderung lebih banyak menggunakan ekspresi wajah, gerak tubuh, dan variasi nada suara untuk menyampaikan pesan mereka dengan lebih halus dan penuh nuansa. Ekspresi ini sering kali memperkaya komunikasi verbal mereka dengan menambahkan dimensi emosional dan kontekstual yang lebih dalam. Di sisi lain, pria cenderung lebih minim dalam ekspresi non-verbal mereka. Mereka sering kali lebih fokus pada kata-kata yang mereka ucapkan, dengan sedikit penekanan pada ekspresi wajah atau gerakan tubuh yang mendukung. Hal ini dapat membuat komunikasi pria terkesan lebih langsung dan kurang berdimensi, yang kadang-kadang dapat disalahartikan sebagai kurangnya perhatian terhadap aspek emosional atau sosial dalam interaksi.

Selain gaya komunikasi yang berbeda, pria dan wanita juga cenderung menggunakan strategi mitigasi yang berbeda dalam menyelesaikan konflik. Wanita sering kali lebih cenderung untuk mengurangi intensitas konflik dengan cara memberikan pujian atau menawarkan solusi alternatif tanpa menghadirkan perasaan yang terlalu menekan. Mereka mungkin lebih condong untuk mengungkapkan ketidaksetujuan secara halus, dengan menggunakan kata-kata yang lebih santun dan mempertimbangkan dampaknya terhadap hubungan interpersonal.

Pria, meskipun juga bisa menggunakan strategi mitigasi, cenderung lebih jarang melakukannya. Mereka lebih suka menghadapi konflik secara langsung dan terbuka, dengan mengeksplorasi solusi yang jelas dan praktis untuk mengatasi masalah. Pendekatan ini mencerminkan kecenderungan pria untuk menyelesaikan masalah dengan efisiensi dan tanpa memperpanjang konfrontasi yang tidak perlu.

Penting untuk diingat bahwa gaya komunikasi ini tidak bersifat mutlak atau tetap pada gender tertentu. Individu dapat mengadopsi berbagai gaya komunikasi tergantung pada kepribadian, latar belakang budaya, dan pengalaman hidup mereka.

Misalnya, pria yang lebih emosional atau wanita yang lebih praktis dapat mengubah pendekatan komunikasi mereka sesuai dengan konteks dan kebutuhan spesifik dari situasi konflik yang mereka hadapi. Kepribadian individu juga dapat memainkan peran besar dalam bagaimana seseorang memilih untuk mengekspresikan diri dan menanggapi konflik. Orang yang lebih introvert mungkin cenderung menggunakan strategi komunikasi yang lebih berhati-hati atau kurang ekspresif, sementara individu yang ekstrovert mungkin lebih cenderung untuk mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka dan langsung.

Memahami perbedaan dalam kesantunan berbahasa antara pria dan wanita dapat membantu memfasilitasi komunikasi yang lebih efektif dan inklusif. Kesadaran akan gaya komunikasi yang berbeda ini memungkinkan individu untuk lebih sensitif terhadap kebutuhan dan preferensi komunikasi dari mitra mereka dalam penyelesaian konflik. Ini juga dapat mendorong pengembangan keterampilan komunikasi yang lebih baik, yang mendukung kolaborasi yang produktif dan menciptakan lingkungan kerja atau personal yang lebih harmonis dan berdaya guna.

Dalam penyelesaian konflik, pria dan wanita menunjukkan gaya komunikasi yang berbeda yang tercermin dalam pendekatan mereka terhadap kesantunan berbahasa. Wanita cenderung menggunakan pendekatan yang lebih emosional dan berorientasi pada hubungan, sementara pria cenderung lebih praktis dan fokus pada solusi. Perbedaan ini tidak hanya mempengaruhi bagaimana konflik dipahami dan ditanggapi, tetapi juga mencerminkan keragaman dalam preferensi komunikasi individual yang perlu dihargai dan dipahami dalam konteks interaksi sehari-hari.

*Penulis: Oktavia Ramadhani (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Operasi Tangkap Tangan (OTT) telah menjadi instrumen yang sangat efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski demikian,
OTT Itu Penting: Sebuah Bantahan untuk Capim KPK Johanis Tanak
Pada tahun 2024 ini pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di 10.846 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih
Menolak Politik Uang: Menjaga Integritas Demokrasi di Sumatra Barat
Konsep multiverse atau "alam semesta jamak" telah lama menarik perhatian ilmuwan dan filsuf sebagai cara untuk memahami potensi keberadaan
Multiverse: Dimensi Paralel dalam Sains dan Budaya Populer
Pasaman Barat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Barat, dikenal dengan keberagaman etnis dan budayanya. Wilayah ini dihuni oleh
Romantisme Asimilasi di Pasaman Barat
Indak karambia amak ang ko do..!" Ungkapan dalam bahasa Minang itu pernah terlontar dari Bapak Republik ini kepada kolonial Belanda yang saat
Amarah Tan Malaka: Umpatan dalam Bahasa Minang kepada Kolonial Belanda
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini