Langgam.id - Minggu (2/6/2024) ini, sejumlah akademisi dan praktisi berkumpul di Hotel Truntum Padang, membincangkan (baca: brainstorming), konsep yang ideal untuk relokasi (resettlement) pemukiman di aliran rawan lahar Marapi.
Gelanggang yang ditaja oleh Patahan Sumatra Institute ini bertujuan antara lain, mendiskusikan konsep resettlement pemukiman rawan lahar Marapi; mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam proses resettlement; merumuskan rekomendasi untuk pelaksanaan
resetlement yang efektif dan efisien
"Rumusan (pokok-pokok pikiran) yang dihasilkan nanti akan menjadi Deklarasi Padang II," ujar Direktur Eksekutif Patahan Sumatra Institute Ade Edward.
Lalu kapan ada Deklarasi Padang I, atau apa itu Deklarasi Padang I. Langgam.id mencoba menjumput kembala perihal tersebut.
Deklarasi Padang (I)
Pada tanggal 28 Agustus 2005, Padang, Sumatera Barat menjadi saksi pentingnya kesadaran akan bahaya gempabumi dan tsunami melalui Deklarasi Padang. Acara ini merupakan hasil dari pertemuan ilmiah internasional bertajuk "International Meeting on The Sumatran Earthquake Challenge", yang diadakan pada 24-28 Agustus 2005. Pertemuan tersebut menghadirkan para ilmuwan dan insinyur dari berbagai negara untuk mendiskusikan bencana alam yang menghantui wilayah barat Sumatera.
Selama pertemuan, para peneliti mempresentasikan temuan terbaru mereka mengenai gempa bumi dan tsunami yang melanda Sumatera Utara dan Aceh. Mereka mengungkapkan bahwa gempa besar pada Desember 2004 dan Maret 2005 disebabkan oleh patahan besar di bawah Pulau Nias dan Pulau Simeulue, yang menyebabkan lantai samudera terangkat dan memicu tsunami. Gempa serupa juga pernah terjadi pada 1797 dan 1833 di Kepulauan Mentawai, menghasilkan gelombang tsunami setinggi 10 meter.
Para ahli memperingatkan bahwa ratusan ribu nyawa di Sumatera Barat dan Bengkulu terancam oleh gempa besar dan tsunami di masa depan. Meskipun waktu pasti tidak dapat diprediksi, bukti ilmiah menunjukkan bahwa bencana ini kemungkinan besar akan terjadi dalam masa hidup generasi sekarang, mengingat siklus gempa besar terjadi setiap sekitar dua abad.
Para ilmuwan dari Jepang, Indonesia, dan Amerika Serikat menekankan pentingnya persiapan dan kewaspadaan untuk mengurangi korban jiwa dan kerugian material. Beberapa langkah yang sudah dilakukan di Padang termasuk simulasi evakuasi dan sosialisasi pemahaman tentang gempa bumi dan tsunami. Selain itu, Badan Meteorologi & Geofisika sedang memasang sistem peringatan dini tsunami untuk masyarakat pesisir.
Para peneliti juga berencana melakukan studi lebih lanjut untuk memahami perilaku gempa bumi dan tsunami yang mengancam Sumatera Barat dan Bengkulu. Penelitian geologi dan geofisika kelautan akan membantu mengidentifikasi patahan-patahan di dasar laut yang berpotensi menyebabkan gempa besar. Dengan pemetaan topografi dan bathymetri yang akurat, zona rawan tsunami dapat diidentifikasi untuk perencanaan kota jangka panjang.
Rekomendasi kepada Pemerintah dan Lembaga Penelitian
Deklarasi ini menyarankan agar pemerintah Indonesia mendukung penelitian berkelanjutan mengenai gempa bumi dan tsunami. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), dan institusi lainnya didorong untuk mencari sumber dana asing guna memfasilitasi penelitian ini. Kerja sama dengan ilmuwan internasional diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang ancaman gempa dan tsunami di Sumatera.
Peta potensi landaan tsunami dan peningkatan pendidikan masyarakat tentang bencana ini sangat penting. Upaya sosialisasi harus menjangkau lebih banyak komunitas, terutama di wilayah pesisir yang rentan.
Pentingnya infrastruktur yang tahan gempa dan tsunami ditekankan dalam deklarasi ini. Jembatan, jalan, pelabuhan, dan fasilitas lainnya harus dievaluasi dan diperkuat agar dapat bertahan dalam bencana. Penempatan rute evakuasi yang jelas dan latihan simulasi evakuasi juga sangat penting untuk memastikan keselamatan penduduk.
"Deklarasi Padang merupakan panggilan mendesak bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap ancaman gempa bumi dan tsunami di Sumatera Barat dan Bengkulu. Melalui kerja sama internasional dan upaya berkelanjutan, risiko bencana dapat diminimalkan untuk melindungi nyawa dan harta benda masyarakat di wilayah rawan bencana ini.," terang Ade Edward penaja Deklarasi Padang (I), yang saat itu menjabat Ketua Tim Evaluasi & Sosialisasi Bencana Geologi Sumatra Barat.