Perempuan dan hukum memiliki hubungan yang kompleks dan dinamis. Hukum yang seharusnya menjadi alat untuk menjamin kesetaraan dan perlindungan hak Perempuan. Tetapi sebaliknya hukum lah yang seringkali mencerminkan dan memperkuat ketimpangan gender yang ada di Masyarakat.
Di banyak negara, perempuan terus menghadapi diskriminasi dan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan politik. Hal ini seringkali disebabkan oleh norma dan tradisi patriarki yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Perempuan seringkali kurang terwakili dalam bidang hukum dan memiliki akses terbatas terhadap keadilan. Hal ini tercermin dari rendahnya jumlah perempuan yang menjadi hakim, pengacara, dan aparat penegak hukum. Perempuan juga seringkali kesulitan mengakses keadilan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan perceraian.
Secara tradisional, sifat umum hukum seringkali tidak didasarkan pada pengalaman perempuan, dan pembentukannya terfokus pada pemberdayaan pemberian kuasa untuk menekan orang lain, termasuk perempuan. Hal ini seringkali lahir dari konstruksi paradigma yang panjang.
Hukum cenderung berpihak pada kelompok yang melahirkan ideologi dan budaya patriarki, misalnya undang-undang tentang perkawinan, perceraian, dan pemerkosaan berdasarkan konsep hukum pidana. Di beberapa negara, perempuan hanya memiliki 1% kekayaan dunia dan merupakan 60% dari jumlah penduduk yang buta huruf di dunia.
Perempuan di seluruh dunia telah berjuang untuk mencapai kesetaraan gender dan melindungi hak-hak mereka berdasarkan hukum. Perjuangan ini telah mencapai banyak kemajuan, termasuk: Pengesahan undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap perempuan. peningkatan akses perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan, peningkatan partisipasi perempuan dalam politik, pengembangan hukum dan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan.
Meskipun kemajuan telah dicapai, masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak perempuan di bawah hukum. Maka dari itu pentingnya peran hukum untuk mencapai kesetaraan dan perlindungan hak-hak Perempuan. Hukum dapat digunakan untuk melarang keras diskriminasi terhadap perempuan, menjamin akses keadilan bagi perempuan, melindungi hak-hak perempuan, melaksanakan kesetaraan gender diseluruh aspek kehidupan.
Namun tidak hanya peran hukum saja tetapi perlunya kolaborasi dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, pihak swasta, serta individu untuk mencapai kesetaraan dan perlindungan hak-hak perempuan.
Perempuan di seluruh dunia telah lama memperjuangkan kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak mereka berdasarkan hukum. Meskipun kemajuan telah dicapai dalam beberapa dekade terakhir, namun masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk memperjuangkan kesetaraan dan perlindungan hak perempuan.
Seperti masih kurangnya kesadaran akan pentingnya hak-hak perempuan, sikap dan norma patriarki yang masi diterapkan, kekerasan terhadap perempuan yang masi seringkali terjadi, data tentang diskriminasi terhadap perempuan yang tidak tersedia dan keterbatasan sumber daya.
Kesetaraan bagi perempuan tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Kesetaraan juga tidak diartikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan keputusan bagi dirinya sendiri tanpa harus dibebani konsep gender.
Perempuan dan hukum merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hukum harus menjadi alat untuk menjamin kesetaraan dan melindungi hak-hak perempuan. Namun, tantangan yang dihadapi perempuan dalam mendapatkan akses terhadap keadilan dan perlakuan yang setara di hadapan hukum masih banyak. Diperlukannya upaya komprehensif dari berbagai pihak untuk mencapai kesetaraan dan perlindungan hak-hak yang lebih baik bagi perempuan.
*Penulis: Shafa Nur Athifah (Mahasiswi Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas)