Flexing sudah tidak asing lagi bagi kita,karna begitu dalam dalam budaya media sosial saat ini sehingga sulit untuk dihindari. Ini telah menciptakan pandangan baru di mana individu bersaing untuk menampilkan kemewahan dan kesuksesan mereka. Flexing ini bertujuan untuk menciptakan citra yang tampak sempurna dan penuh kemewahan di platform-platform seperti Instagram, TikTok, Threads, dan sejenisnya.
Di antara jutaan unggahan setiap hari, flexing menjadi cara bagi banyak orang untuk mencari validasi dan pujian dari orang lain.Pada dasarnya, flexing adalah cara untuk menarik perhatian dan pengakuan dengan memamerkan barang-barang mewah, pencapaian berlebihan, dan gaya hidup yang diidamkan. Tidak hanya sebagai alat pencitraan, flexing juga menjadi sumber pendapatan bagi banyak individu, termasuk artis, selebgram, dan influencer.
Namun, di balik kilau glamor yang terlihat, dampak negatif mulai terungkap. Banyak yang terpapar oleh konten flexing mulai merasa tidak puas dengan diri sendiri karena terperangkap dalam perbandingan sosial yang tidak sehat. Mereka mungkin merasa tertekan oleh standar tidak realistis yang ditetapkan oleh konten-konten tersebut, bahkan mungkin mengalami depresi karena tekanan untuk selalu terlihat "sempurna".
Selain itu, fenomena flexing juga memperlihatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang semakin membesar di zaman sekarang. Ini memperburuk masalah ketidaksetaraan yang ada dalam masyarakat kita. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk mengembangkan kesadaran diri dan kritis terhadap konten yang mereka konsumsi di media sosial. Generasi Muda harus belajar membedakan antara pamer dan memotivasi serta mendorong penggunaan media sosial yang bertanggung jawab dan positif. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan bersosial media yang lebih sehat bagi semua orang.
Flexing ini menciptakan tekanan tambahan bagi mereka yang mungkin tidak mampu atau tidak memiliki akses yang sama untuk menampilkan gaya hidup yang terlihat glamor di media sosial. Ini dapat memperkuat perasaan inferioritas dan memperlebar kesenjangan antara mereka yang mampu "berflexing" dan mereka yang tidak.Generasi muda harus mampu membedakan antara realitas dan gambaran yang ditampilkan di media sosial.
Generasi Muda perlu memahami bahwa kebahagiaan dan keberhasilan sejati tidak dapat diukur dari materi atau tampilan di media sosial. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengajarkan nilai-nilai seperti penghargaan diri, rasa syukur, dan empati kepada generasi muda agar mereka dapat membentuk persepsi yang sehat tentang kehidupan dan nilai-nilai yang benar-benar berarti. Hanya dengan demikian, kita dapat melawan dampak negatif dari flexing dan menciptakan lingkungan online yang lebih inklusif dan bermakna bagi semua orang.
Namun, penting untuk disadari bahwa flexing juga bisa memperburuk masalah lingkungan. Dorongan untuk terus menampilkan gaya hidup mewah seringkali menyebabkan konsumsi berlebihan dan pemborosan sumber daya alam. Barang-barang mewah yang sering dipamerkan dalam konten flexing juga cenderung memiliki dampak lingkungan yang signifikan dalam proses produksinya dan pada akhirnya dalam pembuangan.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi fenomena flexing, penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran akan dampak lingkungan dari gaya hidup konsumtif yang dipromosikan oleh flexing. Kita harus mempertimbangkan alternatif yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan kita tanpa harus terlibat dalam perlombaan untuk memamerkan kekayaan dan kesuksesan secara berlebihan di media sosial. Dengan cara ini, kita tidak hanya melindungi kesejahteraan mental dan emosional kita, tetapi juga mengambil langkah-langkah konkret untuk menjaga kelestarian lingkungan untuk masa depan yang lebih baik..
Dengan melakukan strategi untuk menciptakan perunahan positif dalam menggunakan media sosial, besar harapan kita semua agar penggunaan media sosial dilakukan dengan tanggung jawab yang lebih besar, dengan kesadaran akan dampaknya terhadap kesejahteraan mental, emosional, dan lingkungan. Dengan penyuluhan yang lebih baik mengenai literasi digital serta pemahaman tentang kepentingan privasi dan keamanan data, kita dapat membentuk lingkungan bersosial media yang lebih aman dan dipercaya bagi semua pengguna.
Semoga di masa depan, media sosial tidak sekadar menjadi platform untuk berbagi momen penting dalam kehidupan, melainkan juga sarana untuk mendukung perkembangan individu, meluaskan pengetahuan, dan membangun komunitas yang saling mendukung. Dengan begitu, kita dapat mengoptimalkan potensi positif media sosial untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan dan bermakna bagi masyarakat serta generasi mendatang.
Penulis: Yasmin Faradisi Yusi S (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)