Berkontra dengan Patriarki: Film Barbie Sebagai Media Perjuangan Perempuan

Berkontra dengan Patriarki: Film Barbie Sebagai Media Perjuangan Perempuan

Puan Mutiara Disa. (Foto: Dok. Pribadi)

Barbie, yang sudah menjadi mainan favorit anak-anak sejak tahun 1959, terus memberikan dampak positif bagi anak-anak melalui warna warni dan penampilan menariknya. Namun, saat dirilisnya film “Barbie” pada tanggal 19 Juli 2023,, film ini juga menimbulkan pro dan kontra yang menyangkut alur ceritanya dikarenakan pada film ini terdapat isu-isu yang membahas tentang feminisme dan perlawanan terhadap budaya patriarki.

Film ini menuai banyak pujian dari kalangan pria maupun wanita karena telah membahas suatu isu yang sangat relate dan masih hangat untuk diperbincangkan. Namun, pada laporan New York Post, kritikan terhadap film ini juga telah disampaikan oleh beberapa orang penting, dua diantaranya yaitu Elon Musk dan Ginger Gaetz yang melontarkan pernyataan ketidaksukaan mereka terhadap penggunaan kata “patriarki” secara berlebihan.  

"Jika kamu menenggak minuman (alkohol) setiap kali Barbie mengucapkan kata 'patriarki,' maka kamu akan pingsan sebelum filmnya selesai," ujar Musk (24/7).

"Sayangnya, film Barbie mengabaikan gagasan tentang keyakinan atau keluarga, dan mencoba untuk menormalisasi gagasan bahwa pria dan wanita tidak dapat berkolaborasi dengan baik”  tulis Ginger Gaetz di Twitter.

Film Barbie ini mengisahkan tentang seorang “Barbie” yang menjadi karakter utama dalam film tersebut. Barbie (Margot Robbie), memiliki kekuatan dan kemandirian yang luar biasa dalam mempertahankan hak-haknya sebagai perempuan. Film ini juga menampilkan karakter-karakter pahlawan yang akan membela diri terhadap diskriminasi yang menargetkan perempuan.

Pada film ini, Ken (Ryan Gosling), dibentuk sebagai karakter yang langsung menganut pada budaya patriarki setelah mengenal ideologi tersebut. Ini bermula ketika Ken merasa bahwa dirinya terlalu diremehkan oleh orang-orang sekitar terutama Barbie. Jika tanpa Barbie, ken bukanlah siapa-siapa. Tak heran, jika Ken sangat menyukai ideologi patriarki yang tentunya hal ini memberikan kesan terhadap jiwa sang pemimpin dan sisi maskulin yang selama ini dia cari-cari.

Keberadaan film Barbie ini dapat membuka diskusi tentang isu-isu gender dan patriarki yang perlu dipertimbangkan. Film Barbie ini dapat membantu menginspirasi para perempuan untuk mempertahankan hak-hak mereka dan mengambil alih kekuasaan dari para laki-laki yang mencoba untuk memonopoli dan memanipulasi kekuatan di dalam-nya. Barbie juga  memimpin perempuan lain untuk berjuang terhadap kesetaraan dan membuktikan bahwa mereka bukan hanya objek cantik, tetapi juga orang-orang yang punya kekuatan dan tekad yang kuat.

Penulis: Puan Mutiara Disa (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Operasi Tangkap Tangan (OTT) telah menjadi instrumen yang sangat efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski demikian,
OTT Itu Penting: Sebuah Bantahan untuk Capim KPK Johanis Tanak
Pada tahun 2024 ini pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di 10.846 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih
Menolak Politik Uang: Menjaga Integritas Demokrasi di Sumatra Barat
Konsep multiverse atau "alam semesta jamak" telah lama menarik perhatian ilmuwan dan filsuf sebagai cara untuk memahami potensi keberadaan
Multiverse: Dimensi Paralel dalam Sains dan Budaya Populer
Pasaman Barat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Barat, dikenal dengan keberagaman etnis dan budayanya. Wilayah ini dihuni oleh
Romantisme Asimilasi di Pasaman Barat
Indak karambia amak ang ko do..!" Ungkapan dalam bahasa Minang itu pernah terlontar dari Bapak Republik ini kepada kolonial Belanda yang saat
Amarah Tan Malaka: Umpatan dalam Bahasa Minang kepada Kolonial Belanda
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini