Langgam.id - Pakar bidang ilmu pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan Yonvitner dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University pada Sabtu (27/1/2024) di Bogor, Jawa Barat.
Dalam orasi llmiah berjudul Pengelolaan Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil berbasis Resiko, peneliti dan pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University ini mengungkapkan tentang di balik besar potensi sumber daya alam di kawasan pesisir Indonesia.
Menurut Yonvitner, isu perubahan iklim menjadi ancaman terbesar berikut sejumlah risiko turunan yang bisa mengancam setiap saat. Kebijakan pembangunan yang tidak tepat bisa mendorong risiko yang lebih besar di wilayah pesisir dan laut seperti banjir rob, dan land subsidence.
“Selain itu juga ada potensi kehilangan biodiversitas, kerentanan pulau, limbah plastik, kerentanan sumberdaya ikan, risiko investasi dan berujung pada kemiskinan,” kata lelaki kelahiran Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat (Sumbar) pada 49 tahun silam.
Dalam orasi Ilmiahnya, Yonvitner menguraikan hasil penelitiannya soal pelbagai potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim.
Perinciannya, kerugian akibat rusaknya ekosistem pesisir mencapai 31,7 persen, kerugian karena bencana hidrometeorologi mencapai 30,8 persen, dan dampak kerugian pada kebutuhan dasar (air, energi dan pangan) mencapai 30,8 persen terhadap product domestic bruto (PDB) tahun 2020 yang mencapai Rp 15.434 triliun.
"Estimasi potensi nilai kerugian mencapai Rp 110,4 - 577 triliun hanya akibat perubahan iklim, jika digabung dengan kerugian akibat kerusakan ekosistem diperkirakan mencapai Rp 4.328,4 triliun)", tambahnya.
Indonesia, merupakan negara kepulauan terbesar dengan 17.504 pulau yang dihubungkan oleh laut, 6,4 juta km² luas perairan, dengan 108cribu km² panjang garis pantai, 290ribu km² wilayah teritorial dan menjadi kekuatan bangsa.
Potensi sumberdaya alam yang besar diantaranya terdapat 12 juta ton ikan per tahun, 293 ribu hektare potensi lamun, 3,4 juta hektare mangrove, dan 2,52 juta hektare terumbu karang, dengan dugaan potensi ekonomi US$ 3,1 triliun dan sekitar 45 juta kesempatan kerja.
Yonvitner menjelaskan, dampak dari perubahan iklim pada skala bioma, perubahan mangrove dapat mencapai 967.000 - 1.693.000 hektare, dengan estimasi nilai kerugian Rp 1.837,1 - 3.217,5 triliun atau setara dengan 24,8- 43,5 persen dari PDB. Kerusakan terumbu karang mencapai 377.679 hektare (15 persen), dengan estimasi nilai dampak Rp 1.303,8 triliun.
Padang lamun diperkirakan rusak sekitar 7 persen dengan estimasi nilai kerusakan 20.542 hektare (0,08 persen) dengan estimasi nilai dampak 5,8 Triliun. Adapun peningkatan tinggi muka air laut 0,35-0,8 meter potensi kerugian ekonomi mencapai Rp 1,3 triliun per haktare setiap tahun pada pada lahan produktif.
Kenaikan 0,01 meter/tahun pada wilayah pesisir potensi kerugian ekonomi mencapai Rp 6,1 triliun. Sementara itu peningkatan muka air air laut akibat kejadian ekstrim yang mendorong banjir di pesisir dapat menyebabkan kerugian ekonomi Rp 424 miliar hingga 2,7 triliun.
Menurut dia, dari data-data tersebut menunjukkan kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil sebagai kawasan yang berisiko yang mesti mendapat perhatian pemerintah. Risiko di wilayah pesisir merupakan fungsi dari sensitifitas, kerentanan, keterpaparan sumberdaya, lingkungan dan masyarakat.
Ia mengatakan, sejumlah regulasi berupa undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan menteri sudah memadai sebagai modal dan pondasi dalam pembangunan kawasan pesisir, laut, pulau-pulau kecil dan perikanan.
"Tinggal implementasi pembangunan pesisir dan laut berkelanjutan yang mesti dioptimalkan" tuturnya. (*)