Fenomena Penipuan Online, Apakah Masyarakat Kita Mudah Tertipu ?

Fenomena Penipuan Online, Apakah Masyarakat Kita Mudah Tertipu ?

Zulhilmi Putra. (Foto: Dok. Pribadi)

Langgam.id - Semakin berkembangnya teknologi di tahun 2023 ini, apakah masih banyak masyarakat kita yang menjadi korban penipuan online ? atau masyarakat kita sudah bijak dan pintar dalam menghadapi hal hal seperti ini? Mari kita ulas.

Perkembangan dunia digital yang semakin marak memiliki banyak dampak negatif, hal ini  membuat kejahatan siber juga makin meningkat. kejahatan siber yang menghantui masyarakat di era digital ini adalah penipuan online. Penipuan online adalah bentuk kejahatan yang terjadi di dunia digital untuk mengelabui dan merugikan korban. Tujuannya berbagai macam, mulai dari mencuri uang, memperoleh data pribadi secara ilegal dan menyalah gunakan data tersebut.

Kasus penipuan online hingga akhir tahun 2023 sudah sangat banyak, Menjelang akhir tahun 2023, Vaksincom merangkum tindak kejahatan siber berdasarkan hasil pelaporan yang dikirimkan korban kejahatan siber ke situs cekrekening.id.

Data laporan ini dirangkum dalam 4 kategori seperti statistik kategori jenis kejahatan, media sosial apa yang paling populer digunakan, statistik kota yang memberikan laporan serta statistik bank apa yang digunakan untuk melakukan kejahatan siber ini. Data yang diperoleh adalah data dari 1 Januari 2023 sampai dengan minggu ketiga November 2023 dan diharapkan dapat memberikan gambaran insiden kejahatan siber di Indonesia 2023.

Data laporan tertinggi diduduki oleh kategori penipuan jual beli online dengan 53.793 insiden dengan persentase 45,87% laporan dari keseluruhan laporan yang diterima.

Jika kita melihat data diatas, artinya ada banyak sekali kasus-kasus penipuan online, berdasarkan data CDFS UGM pada 11 Agustus 2022, modus penipuan yang paling sering adalah :                                                      

-Berkedok memenangkan hadiah 91,2 persen.
-Pinjaman online ilegal 74,8 persen.
-Tautan berisi malware atau virus 65,2 persen
-Berkedok krisis keluarga 59,8 persen.
-Investasi ilegal 56 persen.
-Situs web/aplikasi palsu 52,6 persen.
-Jual beli 52,3 persen.
-Berkedok amal 50,3 persen.
-Lowongan kerja palsu 44,8 persen.
-Arisan online 33 persen.

Melihat modus-modus penipuan online diatas, maka sebagai masyarakat yang pintar dan bijak apa yang harus kita lakukan supaya tidak menjadi korban ?

  1. Jangan mudah percaya dengan pesan SMS tidak dikenal

Modus penipuan berkedok memenangkan hadiah biasanya terjadi melalui SMS ataupun WhatsApp, biasanya pesan tersebut berisikan informasi bahwa kita memenangkah hadiah sejumlah uang tunai dan diminta menghubungi nomor terkait untuk menerima hadiah tersebut, alih-alih menerima sejumlah uang kita justru diminta uang dengan alasan biaya admin dan sebagainya.

  • Hindari pinjaman online ilegal

Sebagai orang yang pintar dan bijak kita tidak boleh mudah tergiur dan percaya dengan pinjaman online ilegal yang menjanjikan kita mendapatkan uang pinjaman dengan begitu mudah, Ada seorang pria bernama Dedi, salah satu korban pinjol ilegal. Perkara utang anaknya sebesar Rp 2,5 juta tidak kunjung lunas meski sudah dia bayar sebesar Rp 100 juta.

  • Jangan mudah percaya dengan tawaran membeli barang murah

Salah satu contoh kasus penipuan online adalah penipuan jual beli online, para pelaku biasanya mencari target orang-orang yang mudah percaya dengan barang yang dijual murah, setelah korban membayar uang atau mentransfer uang pelaku justru tidak mengirimkan barang atau mengirimkan barang yang tidak sesuai seperti yang ditampilkan. Sebagai pembeli yang bijak kita tidak boleh mudah percaya dengan barang murah dan mencari tahu bagaimana reputasi penjual supaya tidak menjadi korban.

Masyarakat yang bijak dalam menggunakan teknologi memiliki peran penting dalam mengurangi insiden penipuan online. Dengan meningkatkan kesadaran akan modus operandi yang digunakan oleh pelaku kejahatan digital dan mengambil langkah pencegahan yang tepat, diharapkan dapat mengurangi tingkat keberhasilan penipuan online di masa mendatang.

*Penulis: Zulhilmi Putra (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya