Wajah Pantai Padang tahun 2023 tentu saja bukan lagi Pantai Padang beberapa tahun lalu. Tidak ada lagi tenda ceper di kawasan ini, stigma negatif perlahan mulai hilang. Perlahan, Pantai Padang seolah terlahir kembali sebagai destinasi wisata yang ramah dengan segala perbaikan sarana dan prasarana pendukung.
Ruang yang berada antara Jalan Samudra dengan bibir pantai, sudah ditata menjadi kawasan pedestrian. Pada sejumlah titik, seperti Tugu Merpati Perdamaian, Tugu IORA,Tugu Kampung Elo Pukek, dapat menjadi spot foto bagi para wisatawan. Beberapa tahun belakangan, berfoto di depan tugu-tugu di atas mulai menjadi bukti bahwa seseorang pernah ke Padang, sama ibaratnya berfoto di Monas untuk menunjukkan seseorang pernah bertandang ke Ibu Kota.
Sekalipun sudah hadir dengan tampilan baru, akan tetapi terdapat beberapa hal yang perlu menjadi catatan penting dari fasilitas di Pantai Padang. Salah satunya terkait sanitasi lingkungan pada destinasi wisata. Sebagaimana destinasi wisata pada umumnya, sanitasi lingkungan di objek wisata di Pantai Padang perlu menjadi perhatian, terutama untuk mewujudnya kenyamanan dalam berwisata bagi para pengunjung.
Merujuk pada World Health Organization (WHO), sanitasi lingkungan merupakan upaya untuk memantau variabel fisik yang dapat memberikan dampak buruk terhadap manusia. Dampak tersebut dapat merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup. Dalam konteks Pantai Padang, sanitasi lingkungan yang dimaksud merujuk pada upaya pencegahan penyakit dengan mengawasi faktor resiko lingkungan fisik pada wilayah pantai yang dapat mempengaruhi Kesehatan, hal ini tentu bertujuan agar pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit.
Secara spesifik, tulisan ini membahas terkait sampah dan pengelolaannya di area wisata Pantai Padang. Terkadang, sampah kerap kali dianggap sebagai masalah sederhana yang hanya berdampak terhadap estetika objek wisata. Akan tetapi, dari perspektif kesehatan, sampah tidak bisa diabaikan begitu saja, sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah awal dari penyakit, keberadaannya lebih dari sekedar ‘perusak pemandangan’.
Kawasan Pantai Padang, yang berada di sepanjang jalan Samudera dapat dikatakan sebagai destinasi favorit di Kota Padang. Pantai yang terhampar di sisi Jalan Samudera itu selalu saja ramai pengunjung, baik pengunjung lokal maupun yang datang dari luar daerah. Tidak jarang, ramainya pengunjung di kawasan tersebut kerap menyebabkan kemacetan akibat padatnya kendaraan, terutama saat sore dan akhir pekan.
Sayangnya, untuk kawasan Pantai Padang yang sangat panjang tersebut, tidak berbanding dengan ketersediaan tepat pembuangan sampah sementara (TPS). Pengamatan penulis yang dimulai dari Masjid Al-Hakim hingga tikungan sebelum hotel Pangeran Beach, hanya tersedia setidaknya 15 unit tempat sampah. Kondisi tempat sampah tersebut sebagian besarnya sudah mulai rusak, bahkan ada penutupnya yang sudah hilang.
Pengamatan terhadap tempat pembuangan sampah tersebut dilakukan saat pagi dan sore hari. Dari dua waktu tersebut, beberapa tempat sampah sudah mulai penuh sehingga sampah-sampah mulai ditumpuk di bagian luar. Sekalipun sudah dibedakan berdasarkan jenis sampahnya (organik dan anorganik), tetap saja tempat sampah itu terisi sampah yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Pada sejumlah titik di sepanjang jalan di kawasan Pantai Padang juga ditemukan sampah yang hanya ditumpuk di pinggir jalan. Bahkan juga ada sampah-sampah yang langsung dibakar di sekitar kawasan tersebut. Belum lagi sampah-sampah yang tertumpuk di pinggir pantai akibat terbawa ombak dan aliran sungai.
Merujuk pada kondisi di lapangan, barangkali perlu kembali merujuk konsep sanitasi pada objek wisata. Kebersihan destinasi wisata harus memenuhi syarat kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, meningkatkan kesehatan wisatawan. Menurut Santoso (2019) pada buku Inspeksi Sanitasi Tempat-Tempat Umum, tempat wisata berpotensi untuk menjadi tempat pencemaran lingkungan, penyebaran penyakit, maupun gangguan kesehatan lainnya. Oleh karenanya dibutuhkan pengawasan dan pemeriksaan sanitasi terhadap titik-titk yang berpotensi menimbulan gangguan kesehatan tersebut.
Lingkungan yang kotor akan menjadi tempat berkembangnya berbagai mikroorganisme patogen berbahaya dan berpotensi menjadi sarang hewan pembawa penyakit, seperti tikus, lalat, kecoa dan hewan lainnya. Pembusukan sampah juga dapat menimbulkan bau yang kurang sedap, gangguan estetika dan berbahaya bagi kesehatan manusia yang berada di sekitarnya. Sementara itu, munculnya berbagai penyakit seperti disentri, diare, malaria, demam berdarah, dan cacingan juga bisa diakibatkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik. Penyakit-penyakit ini tentu saja menjadi ancaman bagi manusia, sebab resiko terburuk dari penyakit ini adalah kematian.
Pengelolaan sampah yang buruk dapat meningkatkan vektor penyakit yang berasal dari bakteri, jamur, cacing dan zat kimia. Produksi, pengelolaan dan pembuangan sampah melibatkan berbagai kegiatan yang berpotensi besar mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, kondisi tersebut berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit melalui vektor pembawa penyakit (Nor Faiza, dkk, 2019).
Kawasan Pantai Padang termasuk dalam 10 kawasan bebas sampah yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 21 Tahun 2012. Namun faktanya, berdasarkan pengamatan di lapangan, masih terdapat tumpukan sampah yang dapat mengganggu kualitas lingkungan dan berpotensi menjadi sumber penularan berbagai penyakit.
Pada dasarnya pemerintah sudah berupaya untuk mengurangi sampah dengan melakukan pembersihan secara rutin melalui Dinas Lingkungan Hidup dan membentuk regulasi baru bagi para pedagang kaki lima di pinggir pantai. Pada Januari 2022, Pemerintah Kota Padang melalui Dinas Pariwisata juga sudah memasang sembilan buah papan imbauan dan larangan terkait membuang sampah di kawasan Pantai Padang. Harapannya, para wisatawan dan pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi tersebut dapat mematuhi dan bekerjasama dalam menjaga kebersihan pantai.
Selain itu, pemerintah Kota Padang juga sudah membuat Perda yang diperkuat dengan instruksi Walikota Padang Nomor 660/12.76/PK2L-BPDL/2015, dimana setiap camat dan lurah juga ikut bertanggungjawab dengan kebersihan di wilayahnya masing-masing. Tapi faktanya, belum semua kawasan bebas dari sampah.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, kawasan sudah memiliki tempat pembuangan sampah yang tersebar di beberapa titik. Hanya saja, tempat sampah yang tersedia agaknya belum cukup untuk sampah-sampah yang ada. Baik itu sampah yang berasal dari pengunjung, maupun sampah dari para pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang kawasan tersebut.
Tempat sampah juga sudah dibedakan berdasarkan warna, bahan, dan bentuk yang bertujuan untuk mempermudah dalam pemilahan sampah. Namun isi tempat sampah yang didapati tidak sesuai dengan kategori sampah yang ada. Selain itu, ketika sampai di bak sampah yang berukuran lebih besar, sampah-sampah tersebut kembali berkumpul lagi menjadi satu. Karenanya, pembedaan warna tempat sampah dirasa masih belum maksimal.
Penumpukan volume sampah hanya terjadi di waktu-waktu tertentu, terlihat dari banyaknya sampah yang menumpuk dan berserakan di sekitar tempat sampah. Untuk itu, pada kondisi-kondisi tersebut, dimana tingkat kunjungan di Pantai Padang cukup ramai, maka intensitas pengambilan sampah oleh petugas pada tempat pembuangan sampah perlu ditingkatkan.
Persoalan sampah tentu saja bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga masyarakat. Pengunjung Pantai Padang berikut para pedagang juga perlu lebih peduli terhadap lingkungan. Setidaknya dimulai dengan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Kebersihan Pantai Padang adalah wajah dari pariwisata Kota Kota Padang itu sendiri. Menciptakan lingkungan yang sehat, maka akan berdampak pada kenyamanan dan kesehatan para pelaku pariwisata. Menjadi sangat penting nantinya jika memori yang melekat di ingatan para wisatawan adalah Pantai Padang yang bersih dan sehat, bukan Pantai Padang yang dipenuhi sampah.
*Penulis: Pratiwi Tamela, Pratiwi Hapsari Ningsih (Mahasiswa S2 Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas)