Di Indonesia pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pemilu dilaksanakan dengan pengambilan suara terbanyak melalui pencoblosan. Seluruh warga Indonesia yang sudah berusia 17 tahun diberikan hak memilih dan menentukan pilihannya sendiri.
Adapun tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
Penyusunan daftar pemilih, Pendaftaran bakal pasangan calon, Penetapan pasangan calon, masa kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil pemilu.
Pada masa kampanye calon presiden dan wakil presiden mengomunikasikan kepada masyarakat luas apa visi misi mereka dan para warga dapat melihat gambaran kinerja mereka untuk lima tahun kedepan. Kampanye dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU ( Komisi Pemilihan Umum).
Selain kampanye ada banyak strategi yang di lakukan calon presiden untuk menarik hati warga agar memilihnya diantaranya melalui pendekatan lewat media sosial.
Ketika warga sudah menentukan pilihannya dan mencoblos, suara warga Indonesia akan dihitung pembagiannya. misalnya pasangan calon 1 mendapatkan 500.000 suara, pasangan calon kedua mendapatkan 450.000 suara maka otomatis pasangan calon nomor satu yang menang.
Tahun 2024 menjadi tahun pemilihan presiden dan wakil presiden periode ke-5 yang dilaksanakan secara demokratis. Sudah banyak tersebar di platform media sosial mengenai calon presiden dan wakil presiden. Masyarakat sudah dihebohkan dengan persaingan antar pasangan calon tersebut dan beberapa warga sudah yakin dengan pilihannya untuk tahun mendatang.
Dalam pemilihan umum ini, tak jarang pula warga yang tidak memilih atau biasa di sebut golput (golongan putih). Ada banyak alasan mengapa mereka memilih untuk golput. Golput atau golongan putih selalu diidentikkan dengan sikap cuek atau tidak mau tahu dengan kondisi politik, yang akhirnya memilih untuk tidak berangkat ke TPS untuk mencoblos.
Kelompok ini merasa aspirasi politik mereka tidak terwakili oleh calon yang ada. Pemberitaan pemilu di media massa atau media sosial tidak membuat semua orang mengetahui tanggal pasti diadakannya pemilu. Selain itu juga adanya penyandang disabilitas yang memiliki hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya untuk memberikan suara di hari pemilu, namun karena keterbatasan yang dimiliki seringkali menghambata mereka dalam mencoblos.
Seperti tidak adanya bantuan untuk pergi menuju lokasi TPS dan tidak tersedianya surat suara khusus bagi disabilitas tuna netra misalnya.
Apa itu golput? Ya, sebuah pilihan dari warga negara yang telah masuk atau memenuhi persyaratan sebagai pemilih namun mereka tidak menggunakan hak suaranya dalam pemilu. Dari tahun ke tahun golput menjadi persoalan.
Hal ini disebabkan antara lain karena sebagian warga merasa apatis terhadap politik. Ketidakpedulian dan ketidakpercayaan warga tersebut muncul karena mereka merasakan bahwa tidak ada dampak positif yang terjadi padanya setelah pemilihan. Padahal golput tidak akan menjadi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut.
“Saya bingung milih siapa,golput saja” perkataan ini sudah sangat sering terdengar di kalangan warga Indonesia. Ya, bingung memilih siapa? menjadi salah satu alasan warga memilih golput.
Terkadang juga ada beberapa warga memilih golput karena berfikir suaranya tidak akan di dengar. Padahal satu jumlah suara saat pemilu sangat dibutuhkan, karena pemilu bukanlah hal yang terjadi secara dadakan, banyak tahapan dalam pemilu ini apalagi sebelumnya pasangan calon sudah melakukan kampanye dan persaingan dalam berpolitik yang baik dan benar agar menunjukkan bahwa mereka siap untuk memimpin Indonesia.
Golput adalah pilihan yang salah saat pemilu berlangsung. “Kan cuma satu suara, jadi tidak berpengaruh.” Pemikiran seperti itu yang memicu tingginya angka golput. Padahal satu suara bisa menjadi penentu kemenangan pihak tertentu dan bisa mengubah negara ini menjadi lebih baik lagi untuk 5 tahun mendatang.
Sosial media menjadi senjata ampuh untuk menyadarkan dan mendorong anak muda untuk peduli pada perkembangan politik di Indonesia. Melalui media sosial anak muda mulai aktif bersuara dan memantau perkembangan politik pada media sosial. Harapannya mereka dapat membawa solusi praktis dalam permasalahan perpolitikan terutama untuk mengurangi angka golput.
Selain sosial media, pendidikan demokrasi sejak dini dapat dilakukan untuk menurunkan angka golput. Pendidikan demokrasi dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal (pendidikan di sekolah), non formal ( kelompok belajar, organisasi atau lembaga kursus), atau informal (keluarga atau masyarakat). Pendidikan demokrasi bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat agar berpikir kritis, dalam bertindak demokrasi dan menanamkan kesadaran kepada generasi muda bahwa demokrasi merupakan bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak warga masyarakat.
Mengomunikasikan kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi pentingnya menyumbangkan suara saat pemilu berlangsung. Sosialisasi dilakukan secara berkesinambungan, dan perlunya langkah dari partai politik untuk benar-benar memilih calon pemimpin yang berintegritas, dan memiliki kualitas sesuai harapan masyarakat. Agar kepercayaan masyarakat meningkat sehingga mampu mengurangi jumlah golput.
*Penulis: Refha Ramadhania (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)