Pemilu Bersih Menghasilkan Pemimpin Berkualitas

Pemilu Bersih Menghasilkan Pemimpin Berkualitas

Muhammad Adib. (Foto: Dok. Pribadi)

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia no. 7 tahun 2017, Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan asas LUBERJURDIL ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).

Pemilu merupakan wadah bagi seluruh masyarakat untuk memilih, menyatakan pendapat melalui suara, dan ikut andil dalam kemajuan negara maka dari itu warga negara di Indonesia memiliki hak dan kewajibannya masing-masing, salah satu hak yang di dapatkan oleh warga negara Indonesia adalah hak untuk ikut berpartisipasi aktif mengunakan hak suara dalam pemilu.

Pada saat pemilu, para elite politik bersaing untuk merebut simpati masyarakat dengan segala cara, terutama melalui kebijakan moneter atau yang biasa disebut “politik uang” yang dimana kebijakan ini dapat merugikan negara. Misalnya ada politisi yang datang ke sebuah kampung untuk melakukan kampanye, datang membawa visi dan misi untuk menjadi anggota dewan legislatif, politisi tersebut mengatakan kurang lebih seperti ini “saya beri uang sebesar Rp. 100.000, maka pilih saya pada hari pencoblosan”.

Pada beberapa orang ada yang mengiyakan ajakan politisi tersebut dengan iming-iming mendapatkan imbalan uang, tetapi ada juga di beberpa orang yang menghiraukan ajakan tersebut. Lalu timbul pertanyaan “mengapa ini bisa terjadi?” biasanya ini terjadi karena adanya pemikiran politisi tersebut bahwa jika mereka mendapatkan satu kursi pada pemilu, mereka akan bisa mengembalikan semua biaya yang telah dikeluarkan pada masa kampanye. Perilaku inilah yang akan merugikan negara.

Mengacu pada judul artikel diatas, masyarakat harus mengetahui tentang pemahaman bahaya akan politik uang, karena itu tidak akan merugikan kita sebagai masyarakat saja bahkan negara pun ikut merasakan dampak dari kebijakan tersebut.

Menurut pandangan saya sebagai remaja dan sebagai masyarakat Indonesia, kebijakan yang dilakukan oleh sebagian politisi tersebut adalah kebijakan yang salah karena dalam agama islam kebijakan tersebut disebut “nyogok” yang dimana oknum yang memberi dan oknum yang menerima sama-sama mendapatkan dosa dan kebijakan itu sangat tidak diperbolehkan dalam agama islam walaupun kendatinya masih ada beberapa oknum atau politisi yang menggunakan hal tersebut.

Tidak bisa dipungkuri bahwa hal yang dilakukan politisi tersebut terkadang menggugah pemikiran masyarakat awam yang awalnya mereka sudah yakin untuk memilih politisi A, tetapi setelah mendapatkan rayuan dari politisi B dengan iming-iming dijanjikan uang bahkan kehidupan yang layak di kemudian hari masyarakat tersebut berubah pikiran dan memilih politisi B.

Menurut penglihatan dan pendengaran yang saya rasakan banyak dari masyarakat yang mengeluh ketika apa yang di janjikan oleh oknum politik dengan apa yang terjadi sangat berbeda. Ketika pada masa kampanye sebagian para elite politik mendendangkan begitu banyak visi misi bahkan janji-janji, tapi ketika ia sudah menduduki satu kursi pada pemilu, terkadang ia lupa dengan janji-janji yang sebelumnya mereka suarakan.

Kejadian ini tidak terjadi di seluruh oknum politik, saya juga ada melihat oknum yang menggunakan cara yang sportif dan tidak menggunakan cara yang dilarang dalam agama islam atau cara yang salah.

Untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas juga membutuhkan kinerja yang baik dari penyelenggara pemilu. Di negara kita, Indonesia salah satu cara untuk memilih pemimpin ialah melalui pemilu ( pemilihan umum ) yang dilaksanakan secara demokratis oleh lembaga penyelenggara pemilu untuk memperoleh hasil yang konkret. Pemerintahan yang demokratis dapat terwujud melalui partisipasi, peran dan ikut serta seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraan pemilu, sangat dibutuhkan kesiapan dari penyelenggara.

Pemilu yang demokratis harus dapat menciptakan suatu pemilu yang berkeadilan dan berkualitas. Salah satu indikator keberhasilan pemilu, tidak terlepas dari dukungan penyelenggara pemilu. Sehingga, sangat dibutuhkan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Penyelenggaraan pemilu bertujuan demi terwujudnya pemilu yang demokratis. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu dituntut mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas dan meningkatkan integritas diri serta profesionalitas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diembannya.

*Penulis: Muhammad Adib (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Operasi Tangkap Tangan (OTT) telah menjadi instrumen yang sangat efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski demikian,
OTT Itu Penting: Sebuah Bantahan untuk Capim KPK Johanis Tanak
Pada tahun 2024 ini pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di 10.846 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih
Menolak Politik Uang: Menjaga Integritas Demokrasi di Sumatra Barat
Konsep multiverse atau "alam semesta jamak" telah lama menarik perhatian ilmuwan dan filsuf sebagai cara untuk memahami potensi keberadaan
Multiverse: Dimensi Paralel dalam Sains dan Budaya Populer
Pasaman Barat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Barat, dikenal dengan keberagaman etnis dan budayanya. Wilayah ini dihuni oleh
Romantisme Asimilasi di Pasaman Barat
Indak karambia amak ang ko do..!" Ungkapan dalam bahasa Minang itu pernah terlontar dari Bapak Republik ini kepada kolonial Belanda yang saat
Amarah Tan Malaka: Umpatan dalam Bahasa Minang kepada Kolonial Belanda
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini